Apa yang Anda janjikan ke mereka jika terpilih jadi bupati?
Saya tidak semata-mata target menang, tapi setidaknya kaum buruh pernah mencoba untuk bertarung di dunia politik. Itu akan meningkatkan kepercayaan diri buruh. Sebab salah satu persoalan adalah kebanyakan buruh tidak percaya diri dengan kemampuannya. Jadi teman-teman menjadikan saya sebagai ‘model’ untuk daerah lain untuk mencalonkan buruh menjadi orang nomor 1 di daerah.
Saya merasa berat banget menjadi model. Pertama dari sisi moralitas, pasti saya dituntut harus seperti dewa tanpa cacat. Kedua, saya harus banyak belajar soal politik. Banyak godaan, seperti ditawarkan partai untuk membatalkan pencalonan independen. Selain itu harus sadar membangun mental buruh.
Sudah berapa partai yang melamar Anda?
Saya nggak bicara partai. Banyak orang partai yang menawarkan. Karena saya masuk beberapa survei di posisi teratas. Elektabilitas saya lumayan cepat naiknya.
Saat sudah di posisi menjadi bupati, Anda juga berhadapan dengan kepentingan pemodal, bukan hanya buruh. Apakah sikap Anda akan pro buruh?
Kalau dikatakan saya dibanyak didukung buruh, nggak juga sih. Banyak juga masyarakat yang mendukung. Kalau saya berasal dari buruh, iya. Tapi itu awal saja banyak didukung buruh, tapi di Bekasi juga ada petani, pedagang, nelayan dan masyarakat umum.
Bicara soal keputusan apapun, pasti ada yang suka atau tidak. Tidak mungkin keputusan kita memuaskan banyak orang. Tapi prinsipnya sederhana, jika ada persoalan antara pengusaha dan buruh. Jika ada satu persoalan, sampai pada satu titik itu sama. Saya akan membela pihak yang paling dilemahkan. Sebab dalam memimpin, harus ada pilihan.
Kalau hari ini kita lihat buruh yang dilemahkan karena sistem, harus dibackup dong. Tapi pada saat ada satu titik peran buruh kuat banget sampai mendikte pengusaha, pengusaha yang harus dibela. Misal buruh mencampuri urusan pemilihan direksi sampai menekan pengusaha. Jangan dikit-dikit mogok.
Bicara soal kesejahteraan buruh, bagaimana cara Anda meningkatkannya?
Bicara kesejahteraan bukan hanya soal upah saja. Tapi bagaimana membuat pengeluaran mereka tidak banyak. Akses jalan mereka dari tempat tinggal menuju tempat kerja bisa diperlancar. Di Bekasi, jarak 10 km bisa ditempuh 1 jam lebih karena macet.
Coba saja dibangun jalan layang, pasti pengeluaran mereka bisa sedikit. Selain itu mempermudah izin pembangunan perumahan. Sebab banyak developer yang mengeluh banyak perizinan yang menambah beban biaya. Kalau kita pangkas, itu akan membuat harga murah murah dan buruh bisa beli.
Banyak juga pengusaha yang mengeluh. Hal pertama, masih menghadapi persoalan perizinan yang tidak jelas dari sisi waktu dan biaya. Pengusaha bilang akan bayar berapapun, bahkan semiliar, asal waktu selesai pengurusan perizinan jelas. Mereka minta kepastian. Keluhan lain adalah ketersediaan tenaga kerja.
Anda bisa cek, Bekasi akan menjadi daerah yang rawan ke depan karena persaingan antara masyarakat asli dan pendatang. Karena ketimpangan sudah muncul, pendatang lebih menguasai. Karena 5.000 pabrik di Bekasi tidak memberikan manfaat untuk masyarakat aslinya. Banyak tenaga kerja dari luar Bekasi.
Bekasi pun tidak mempunyai Balai Pelatihan Kerja (BLK) untuk masyarakatnya. Bagaimana mendidik warga Bekasi dan menyediakan lapangan kerja untuk Bekasi? Makanya potensi konflik sangat besar di Bekasi. Sebab pengusaha tidak ingin mencari pekerja sampai luar daerah jika di Bekasi tersedia.
Bagaimana solusi Anda untuk menghindari konflik antara pendatang dan warga asli Bekasi?
Pendatang tidak boleh dibatasi. Yang perlu dilakukan pembangunan yang menyeluruh. Sebab pembangunan di Bekasi terpusat di bagian selatan. Sementara di utara Bekasi tidak dibangun.
Penghapusan sistem pekerja alih daya menjadi salah satu tuntutan buruh saban tahun saat demo 1 Mei. Apa yang Anda lakukan jika menjadi Bupati nanti?
Pekerja alih daya kan diperbolehkan, tapi sesuai aturan. Hanya jenis pekerjaan tertentu yang boleh. Perusahaan yang melanggar itu kasih sanksi.
Tapi kebanyakan buruh dipekerjakan sebagai buruh kontrak bertahun-tahun…
Bejad-nya Kabupaten Bekasi, pengawasnya nggak turun ke bawah melakukan pengawasan ke perusahaan. Di orang pemda-nya bermasalah. Kalau dari sisi pengusaha, asal aturannya jelas. Pengusaha juga nggak mau melanggar-melanggar. Karena itu didiamkan aja oleh pemerintah. Aturan nggak jalan semua. Nggak semua perusahaan menjalankan aturan, jadi saling iri.
Saya yakin bisa mengubah itu, mimimal mengurangi.
Masalah apa yang paling terberat dihadapi Bekasi?
Soal pengangguran dan kemiskinan. Saya tidak bisa menghilangkan, tapi minimal mengurangi. Bekasi ini sangat kaya, punya segalanya. Mulai dari pabrik, minyak sampai laut. Tapi masyarakatnya masih miskin. Lagi pulang menjadi bupati tidak perlu report mencari investor, mereka akan datang ke kita. Karena kita punya semuanya. Bupati diam saja, investasi akan datang sendiri.
Calon independen akan sulit ‘klop’ dengan DPRD yang dari partai. Bagaimana trik Anda melakukan lobi politik?
Saya orang Bekasi dan sangat tahu permasalahan Bekasi. Saya akan melakukan pendekatan budaya, saya yakin banyak kepentingan yang sama. Tidak semua beda.
Latarbelakang Anda buruh. Apa yang Anda pelajari dari masa lalu Anda untuk maju menjadi bupati?
Dulu saya bekerja di Panasonic, perusahaan itu banyak sekali memberikan ilmu. Saya resign tahun 2010, saya sudah mengurusi mesin sampai manusia. Budaya Jepang mengajarkan saya kedisiplinan. Selama 15 tahun saya bekerja, jabatan saya terakhir supervisor.
Bambang Sumaryono akan mendampingi Anda sebagai wakil, mengapa Anda memilih dia?
Dia sudah dideklarasikan di GOR Tambung 21 Juni lalu. Kamii mengusung tekad menjadikan Kabupaten Bekasi Baik dan Benar. Baik dalam infrastruktur dan pelayanan masyarakatnya prima, serta berkepribadian dalam pemerintahnya.
Alasan saya memilih dia karena cocok jadi teman diskusi. Saya perlu orang yang memiliki visi dan misi sama. Bambang Sumaryono sudah teruju dan nggak banyak bicara. Dia itu orangnya kerja dan kerja.
Apakah latar belakang Bambang Sumaryono?
Dia mantan manajer di sebuah perusahaan swasta di Bekasi. Dia pernah menjadi tim sukses salah satu kandidat calon bupati, jadi lebih mempunyai pengalaman politik. Latar belakanganya ekonomi. Saya tahu banget.
Apakah Anda anti partai?
Kita tidak bisa anti partai. Saya nggak anti partai.
Apakah Anda akan memberikan jaminan selama 5 tahun terus menjadi sosok independen dan tidak masuk partai?
Sampaii saat ini saya komitmen menjadi independen. Saya yakinkan sampai independen nanti. Kalau ada yang melobi, biasa itu. Tergantung kita, apakah kuat dengan lobi itu. Saya terbuka dengan ide-ide dari partai, asal cocok dengan tujuan dan rasional.
Jika terpilih jadi bupati, apakah Anda janji 5 tahun ke depan tidak akan masuk partai?
Kita bicara ke depan, segala macam bisa saja aturan partai berubah. Saya nggak bisa berkomitmen. Tapi dari komitmen awal sampai saat ini, saya adalah independen. Kalau ke depan, kita nggak tahu tuh. Kalau bicara personal, saya ingin independen. Dan teman-teman buruh harus yakinkan itu ke saya. Karena lebih nyaman independen.
Dari mana Anda mendapatkan dana untuk bertarung politik?
Semua organisasi buruh kasih sumbangan. Berapa saja dan apa saja. Kantor Obon Tabroni Centre ini saja hasil sumbangan, mulai dari TV sampai sova. Besaran sumbangan bebas, ada yang Rp10 ribu juga. Saya kan bukan orang kaya dan bisa Anda lihat rumah saya.
Biografi singkat Obon
Obon Tabroni merupakan aktivis buruh nasional. Saat ini, Obon menjabat Deputi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) sampai 2021. Sebagai aktivis buruh, Obon sudah malang melintang di organisasi buruh internasional.
Dia sering berbagi pengalaman di berbagai Negara seperti Jerman, Italia, Singapura, Brazil, bahkan PBB. Lelaki kelahiran Bekasi, 27 Oktober 1972 ini pernah menngggagas Jamkeswatch, lembaga yang bertugas mengawasi pelaksanaan BPJS Kesehatan dan memberikan pendampingan kepada masyarakat tidak mampu.
Obon mulai menjadi aktivis buruh saat mengenal Said Ikbal di perusahaan dulu dia bekerja, Panasonic. Saat ini Said Iqbal adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). KSPI pernah mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2014.