Anda mendirikan sebuah perusahaan Nanotech Inovasi Indonesia. Perusahaan apa ini?
Pada awalnya, Masyarakat Nano Indonesia (MNI) dibangun sebagai forum komunikasi antara para peneliti dan pelaku industri, di pemerintahan, lembaga riset, universitas maupun dunia industri, yang tertarik atau bergerak di bidang sains dan teknologi.
Beberapa peneliti dan mahasiswa di bawah bimbingan saya, kemudian mendirikan Indonesia Nano Foundation (INF) pada tahun 2007 yang menjadi cikal bakal lembaga riset dan pendidikan yang berfokus pada penelitian nanoteknologi dan pemberian beasiswa pada mahasiswa.
Paten-paten yang dihasilkan oleh tim INF tersebut kemudian mulai dikomersialisasikan secara formal dalam bentuk lembaga usaha pada tahun 2008 dengan nama PT Nanotech Research and Business (NRB). Untuk semakin memperkuat aktivitas bisnis berbasis nanoteknologi, pada tahun 2009, didirikan CV Nanotech Indonesia yang berlokasi di Komplek Puspiptek, Serpong.
Pada tahun 2012, Nano Center Indonesia didirikan sebagai yayasan dengan fokus kegiatan pada riset inovasi nanoteknologi, inkubasi bisnis nanoteknologi, edukasi, dan pemberian beasiswa riset dan kuliah pada mahasiswa.
Sampai 2005, Nanotech menghasilkan lebih dari 60 publikasi ilmiah di jurnal atau prosiding nasional dan internasional. Selain itu 5 paten dalam bidang nanoteknologi herbal dan mineral, serta beberapa penghargaan di level nasional.
Sampai saat ini sudah Nanotech sudah mendirikan 4 anak perusahaan, di antaranya PT Nanotech Herbal Indonesia (bidang fokus pada nano herbal), PT Langgar Nanotech Indonesia (bidang fokus pada mineral dan energi), PT Sinergi Nanotech Indonesia dan CV Transfer Inovasi (bidang fokus IT dan pendidikan). Total asetnya mencapai lebih dari Rp 10 Miliar.
Kami juga memberikan beasiswa ke lebih dari 150 mahasiswa S1 hingga S3 dan membentuk 20 Nano Club se-Indonesia di lebih dari 10 provinsi.
Kami menargetkan tahun 2020 mempunyai 200 paten dengan nilai investasi Rp20 triliun. Aset kami sudah Rp35 miliar sampai saat ini. Ini adalah bisnis teknologi.
Bagaimaa Anda mengendalikan perusahaan ini?
Ini perusahaan dikendalikan oleh anak muda. Saya hanya di belakang sebagai ahli teknologinya. Saya hanya mempunyai saham sedikit, paling hanya 10 persen. Saham dibagi rata. Pegawainya sudah Rp100 orang, dengan gaji Rp300 juta lebih. Melebihi gaji saya di sini.
Anda termasuk ilmuan pelopor teknologi nano pertama di Indonesia. Sampai saat ini, apa kesulitan mengembangkan teknologi nano di Indonesia?
Regenerasi ilmuan nano saat ini terus berjalan. Tantangannya saat ini mencari techno preneur. Sementara financial bukan masalah utama.
Jepang salah satu negara yang paling getol menerapkan riset teknologi menjadi produk komersil. Apa pelajaran yang bisa dipetik dari Jepang untuk Indonesia?
Di Indonesia, belum ada yang jelas aturan kepemilikan dari sebuah bisnis oleh pegawai negeri. Aturannya masih abu-abu. Adanya hanya pembagian royalti. Misal ada swasta yang ingin menggunakan teknologi peneliti LIPI.
Aturan PNBP (penerimaan Negara Bukan Pajak) Keuangan, jika nilai keuntungan di bawah Rp100 juta, 40 persen-nya diberikan penemu.
Tapi pada kenyataannya, royalti itu tidak bisa langsung diambil oleh penemu-nya. Jadi belum ada aturan, penemu mengambil royalti itu. Sehingga peneliti negara sampai saat ini belum bisa mengambil haknya dari royalti itu. Uang bagi hasil penemuan, itu tidak ada.
Selama ini terjadi ‘permainan’ untuk mencairkan uang itu. Dibuat dana fiktif, dari hasil uang lembur dan perjalanan dinas. Jadi tercatat di laporan keuangan, peneliti itu mendapatkan uang kerja lembur, seolah-olah itu uang royalti. Seharusnya dibuat item “fee peneliti”, sebagai hasil nilai royalti itu. Jadi bohonh-bongongan.
Selama ini Anda memproduksi paten, bagaimana nasib uang hasil paten itu?
Saya tidak pernah ambil. Biar lah berikan ke negera, saya kasih ke negera semua. Karena nilainya uangnya kecil, 2 sampai 5 persen dari penjualan produk. Selama ini saya hanya mendapatkan bagi hasil dari saham. Saya kan komisaris di perusahaan Nanotech itu.
Makanya saya ingin mengajarkan ke peneliti seperti itu, ngapain nangis-nangis ke negara. Manfaatkan saja kepemilikan perusahaan yang tidak diatur.
Lagi pula bagi saya penerapan teknologi nano itu mudah, apa saja bisa ‘dinanokan’.
Untuk satu membuat produk nano, berapa lama yang Anda perlukan?
Kalau saya intens meneliti, paling hanya 6 bulan.
Berapa pemasukan Anda pribadi sebagai peneliti, penemu dan pengusaha?
Pemasukan saya dari bisnis macam-macam. Kalau dihitung, 2 kali lipat dari pendapatan saya di LIPI, plus gaji saya di LIPI. Bahkan lebih dari itu, nggak sampai ratusan juta. Tapi kan saya memiliki perusahaan itu. Ini investasi masa depan.
Biografi singkat Prof Nurul
Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman, B.Eng., M.Eng lulus dari Kagoshima University, Jepang untuk S1, S2, S3 dalam bidang Ilmu Material dan Rekayasa Produksi. Setelah lulus SMA, dia sempat kuliah di ITB jurusan teknik industri selama sembilan bulan. Tapi, dia beruntung mendapatkan kesempatan mengikuti program BJ Habibie yang bernama STMPD II (Science and Technology Man Power Development Program) untuk sekolah di Jepang. Tahun 1990 dia kemudian berangkat ke Negeri Sakura.
Tahun 2000, dia bekerja di Industri Jepang sebagai konsultan R & D selama 1 tahun dan Pusat Penelitian Daerah sebagai peneliti istimewa selama 3 tahun.
Nurul Telah mempublikasikan 12 Paten, dua di antaranya terpilih dalam buku 100 Inovasi Indonesia dan Hak Cipta (di antaranya 1 Paten Jepang yang telah di-granted dan diterapkan di Perusahaan Kyushu Tabuchi sejak 2003). Nurul pun mengeluarkan lebih dari 100 publikasi dan pemakalah internasional dan 180 publikasi dan pemakalah nasional.
Dia pernah mendapat penghargaan Hatakeyama Award sebagai mahasiswa terbaik dan Fuji Sankei Award sebagai peneliti terbaik tahun 1995. Setelah pulang, pada 2004 mendapat penghargaan dari LIPI sebagai Peneliti Muda Terbaik dan Penghargaan dari Persatuan Insinyur Indonesia (Adhidarma Profesi) tahun 2005 dan The Best Innovation and Idea Award dari Majalah SWA.
Nurul pernah menjadi delegasi Indonesia untuk menghadiri pertemuan Pemenang Nobel di Lindau Jerman tahun 2005. Tahun 2009 memperoleh perhargaan ITSF-Science and Technology Award dari Industri Toray Indonesia sebagai Outstanding Scientist dan Ganesha Widya Adiutama dari ITB pada Dies Natalis ke-50 serta menerima Habibie Award di bidang Ilmu Rekayasa 11 November 2009. Kini menjabat sebagai ketua Masyarakat Nano Indonesia sejak 2005.