Pesantren disorot berbagai kalangan sebagai tempat tumbuhkan ajaran radikalisme. Bagaimana pandangan Anda?
Jangan digeneralisir semua pesantren seperti itu. Jumlah pesantren itu puluhan ribu, jangan semua dianggap membuat bibit terorisme. Dulu ada, Pondok Pesantren Al Mukmin di Ngruki, Jawa Tengah. Tapi lulusan Ngruki banyak juga yang beragama baik dan tidak radikal.
Apa yang harus dilakukan pesantren untuk mencegah radikalisme itu?
Saya ini membina banyak pesantren. Pesantren itu tidak ada niat menjadikan lulusannya sebagai teroris dan radikal. Memang ada sebagian orang yang mempunyai keyakinan keras seperti itu. Tapi jangan kemudian hal seperti itu diproduksi oleh pesantren. Kewjiban negara untuk melurusakan pesantren radikal seperti itu.
Indonesia dipandang sebagai negara yang bertoleransi karena mempunyai suku dan agama di masyarakat yang beragam. Toleransi yang seperti apa yang perlu dikuatkan oleh umat Islam sendiri?
Toleransi antar umat Islam sendiri toleransi dalam bidang mazhab. Di luar sana ada mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Semua itu punya dasar-dasar, sehingga antara NU dan Muhammadiyah saling toleran dan memahami. Ini penting, kalau antara mayoritas toleran, maka akan mendapatkan ketenangan negara. Karena mayoritasnya aman.
Kedua, toleransi antara umat beragama. Mereka tidak saling menjelekan dan menyerang. Allah memberikan petunjuk ke umat manusia, ada yang memilih pilihan berbeda. Biarkan saja mereka karena dilindungi Undang-Undang dan jangan dipaksa masuk ke agama lain.
Ciri-ciri ahklak yang harus dimiliki muslim agar dicintai sesama umat, pertama berlaku adil. Ini ciri utama dari Islam. Jadi inti ajaran Islam itu adil dan moderat. Sebab bersikap adil itu lebih dekat dengan ketakwaan. Kedua, memberikan maaf terhadap orang yang menzolimi. Tapi memang ini berat.
Ketiga, senantiasa mencintai orang lain. Jangan egois, karena mencintai orang lain itu nikmat. Jika membenci orang lain itu akan menghabiskan energi dan amal baik. Sikap kebencian itu akan menghapus amal kebaikan kita. Keempat, kita harus ikhlas kepada Allah dikala sendiri dan ditengah orang banyak.
Kelima, jangan somong. Tidak ada orang yang senang dengan orang sombong. Kita harus terus rendah hari meski kaya harta, kaya ilmu, dan berlebih. Ketujuh, orang yang dicintai orang lain, orang itu harus dicintai Allah dulu.
Kedelapan, orang itu harus rajin memberi sesuatu kepada orang lain. Kemudian bersikap toleran. Sikap toleran ini sikap luar biasa. Toleran itu berlapang dada terhadap masalah yang berbeda dengan orang lain. Ada penelitian, orang yang toleran itu lebih panjang umur karena tidak memusingkan masalah orang lain.
Biografi singkat Satori Ismail:
Achmad Satori Ismail lahir di Cirebon, 6 Desember 1955. Satori merupakan Guru Besar Ilmu Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat. Selain itu, Satori merupakan Direktur Pasca sarjana Universitas Islam As syafi’iyah Jakarta. Satori juga Anggota Dewan Syariah Nasional MUI.
Di luar aktivitasnya sebagai akademisi, lelaki bergelar profesor itu merupakan Ketua Umum sekaligus Ikatan Dai Indonesia (IKADI). IKADI merupakan ormas yang melatih seseorang untuk menjadi penceramah yang professional.
Satori banyak menjadi penasehat beberapa pesantren. Di antaranya di Pondok Pesantren Terpadu AL HASSAN Pondokgede, Pesantren Bani Abdillah Ciwandan Cilegon, Pembina Pesantren Husnul Khotimah Kuningan Jawa Barat, Pembina Pesantren Daarul furqon Cirebon, dan Pembina Yayasan Himmatul Muslimin Sukabumi Jawa Barat
Satori menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda IAIN SGD Cirebon, lalu Sarjana Lengkap di IAIN SGD Bandung. Kemudian di tahun 1987, Satori meneruskan pensisikan pascasarjana di Universitas Al Azhar Mesir, lalu gelar Doktornya dia dapat dari Universitas Al Minya Mesir.