Ilham Aidit: Apa yang Ditakutkan dari Kebangkitan PKI?

Senin, 23 Mei 2016 | 07:00 WIB
Ilham Aidit: Apa yang Ditakutkan dari Kebangkitan PKI?
Ilham Aidit. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Isu kebangkitan komunisme dan Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali menyeruak selama sebulan terakhir. Isu itu membuat tentara dan polisi ‘kebakaran jenggot’.

Tentara dan polisi melakukan pelarangan dan sweeping aktivitas masyarakat yang dituduh berbau komunisme. Buktinya banyak terjadi pelarangan diskusi marxisme dan nonton film tentang kekejaman orde baru di masa tahun 1965.

Isu kebangkitan komunisme muncul pascasimposium tragedi 1965 yang digelar Kementerian Koordinantor Hukum Politik dan Keamanan. Setelah itu muncul simposium yang sama di tingkat daerah. Namun di sana mendapatkan intimidasi dari kelompok anti komunisme.

Sikap represi aparat keamanan terus berlanjut di sejumlah daerah. Baru-baru ini polisi menangkap pedagang kaos bergambarkan palu arit lambang sebuah grup band di Mall Blok M. Lainnya, polisi melarang perayaan Hari Kebebasan Pers Internasional di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, 3 Mei lalu. Pelarangan itu dilakukan karena ada pemutaran film 'Pulau Buru Tanah Air Beta'. Film itu dicurigai 'berbau' komunisme. Sebab masyarakat yang dituduh terlibat dalam gerakan PKI di tahan di Penjara Pulau Buru.

Anak kandung dari pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI), Dipa Nusantara Aidit, Ilham Aidit heran dengan kemunculan isu dan ketakutan tentara dan polisi soal kebangkitan komunisme. Ilham yakin masyarakat sipil tidak ketakutan kemunculan faham komunisme.

Ilham tahu persis tentang pergerakan faham komunis di Indonesia. Begitu benih-benih kebangkitan PKI. Dia memastikan PKI tidak akan bangkit kembali dan faham komunis tidak akan berkembang. Namun paling tidak keyakinan itu berlaku untuk saat ini.

Dalam wawancara khusus dengan suara.com pekan lalu di sebuah kedai kopi di Bandung, Jawa Barat, Ilham memaparkan alasan pernyataannya itu. Dia pun menggambarkan keadaan para eks anggota dan simpatisan PKI yang masih hidup saat ini. Begitu juga para keturunannya.

Dia menyebut, bisa saja faham komunis tumbuh beberapa puluh tahun ke depan. Ada penyebab khusus faham itu bisa tumbuh kembali. Apa itu?

Berikut wawancara lengkapnya:

Isu ketakutan bangkitnya komunisme di Indonesia kembali muncul, namun sebenarnya tiap tahun isu ini terus berulang. Pihak pemerintah, terutama tentara dan polisi, gencar melakukan “sweeping” terhadap semua hal yang berbau komunisme dan ‘palu arit’. Apakah ketakutan itu akan benar terjadi? Dan apakah ‘benih PKI’ masih ada di Indonesia?

Saya mulai dari, kenapa isu ini kembali marak? Pertama, puluhan tahun di zaman orde baru, PKI diasosiasikan dan dipropagandakan sebagai kekuatan mengerikan dan jahat sekali. Bahkan bisa tumbuh kapan saja, bahkan ketika tumbuh akan menggorok leher orang. Sehingga ketakutan itu ditularkan ke generasi lain. Bahkan saya sangat yakin di masa sekarang banyak orang yang sebetulnya nggak terlalu paham apa yang terjadi ketika peristiwa gerakan 30 September 1965. Mereka melihat PKI masih mengerikan.

Kedua, orang-orang semacam itu digunakan oleh kelompok-kelompok yang selama ini eksis apabila isu PKI dan komunis ada. Jika diilustrasikan kelompok ini akan bicara, “kalau kamu ada, saya juga ada. Kalau kamu tidak ada, saya juga tidak ada. Saya siapa? Saya adalah penumpas kamu. Maka kamu lebih ada, supaya saya juga terus ada”.

Kelompok apa itu?

Saya melihat mereka ini ormas-ormas, perseorangan, bisa juga tentara. Tapi kalalu tentara, memang doktrinya begitu, harus membenci komunis dan PKI. Jika ormas tersebut hanya akan ada jika isu PKI dan komunisme ini eksis. Sehingga bisa menjadi pahlawan terus. Saya menyebut seperti Alfian Tanjung (sosok yang mengklaim sebagai pakar gerakan komunis/PKI), dia nikmatin sekali. Ketika isu PKI dan komunis ini terangkat, maka dia akan menjadi pahlawan.

Saya pernah mengungkapkan lelucuan ke kawan-kawan, kalau dulu Soeharto menumpas PKI dan menjadi presiden, maka siapa tahu mereka-mereka ini akan menjadi dirjen. Tapi intinya ini akan mereka gadang-gadang, lalu akan mereka ‘ganyang’, sehingga mereka eksis.

Ketiga, ada hal yang lucu. Di dunia ini, hanya Indonesia yang takut sekali dengan bahaya munculnya komunisme. Itu ngak masuk akal.

Mengapa tidak masuk akal?

Karena begini, apa sih yang membuat Anda takut dengan munculnya kembali komunisme? Apa hitung-hitungan Anda, jika bahaya komunisme dan partai komunisme itu bisa muncul dan berdiri di Indonesia?

Bagaimana jika Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 adalah tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan larangan paham komunis di Indonesia dicabut…

Kalau itu dicabut memang memungkinkan PKI dan partai komunis tumbuh, tapi mungkin nggak itu dicabut? Saya sendiri tidak suka jika paham Marxisme dilarang dipelajari orang. Saya menilai ilmu setan pun harus kita pelajari. Tapi Marxisme bukan ilmu setan. Saya berharap nantinya Indonesia bisa terbuka Marxisme bisa dipelajari.

Lalu, memuat partai memang gampang? Berapa dana yang diperlukan untuk membuat partai? Kalau pun berdiri partai komunis, apakah ada yang mau daftar dalam kondisi sekarang ini? Sementara propaganda soal PKI dan komunis di orde baru itu sukses. Sehingga menyisahkan sekian banyak trauma dan cerita. Nggak akan ada yang memungkinkan itu semua. Jadi dalam menyikapi isu komunisme, kita harus nalar dan proporsional.

Masuk akal nggak sih, partai komunis dirintis dan dibentuk 3-4 tahun lagi? Nggak akan mungkin. Dan mereka-mereka, eks anggota dan simpatisan komunis yang tua-tua sudah tidak punya energi lagi.

Tetapi bahwa komonisme dan marxisme sangat dekat dengan kemiskinan dan kemelaratan. Sepanjang negara tidak mampu mengatasi kemiskinan dan kemelaratan, paham komonisme bisa saja tumbuh dan niminati. Sebab komunisme dan marxisme itu bicara terang-terangan bagaimana ketidakadilan harus dilawan, bagaimana dunia ditata dan setara. Setiap orang kebagian sama rata, karena pada dasarnya bumi ini dimiliki sama-sama. Ketika kemiskinan dibiarkan, mereka yang miskin ini dari kalangan yang pintar, mereka akan mencari opsi yang melepaskan mereka dari kemiskinan dan penghisapan. Lalu ketika mereka bertemu marxisme, marxisme menjawab itu semua. Itu akan tumbuh dalam sendirinya. Itu yang saya lihat, jauh lebih bahaya.

Tapi kebanyakan marxisme ini dipelajari di lingkungan kampus, yang kembanyakan orang terdidik. Sementara masyarakat miskin kebanyakan hanya memikirkan makan saja. Apakah itu tetap memicu tumbuhnya paham komunisme?

Dalam perjuangan antar kelas, itu jelas dicantumkan kaum buruh, pekerja dan termajinalkan harus dipimpin oleh kalangan menengah. Itu sudah rumusan, karena kaum buruh sudah tidak punya waktu untuk berdiskusi. Waktunya mereka habis untuk bekerja. Mereka harus dipimpin oleh kalangan kelas menengah yang cerdas, punya waktu dan bisa mengkonsolidasikan buruh. Dalam rumus revolusi, mereka juga harus dipimpin kelas menengah.

Hal seperti itu terjadi di Polandia, dan Revolusi Prancis. Mereka juga bukan dipimpin oleh kelas atas. Karena kelas atas sudah merasa mapan dan status quo. Sementara kelas menengah cenderung independen, ada uang, pintar dan ingin berubah.

Apakah para eks anggota dan simpatisan PKI saat ini masih eksis?

Kalau orang-orangnya masih ada. Mereka anggota partai, simpatisan, dan juga Pemuda Rakyat. Bayangkan, dulu PKI punya anggota sebanyak 3 juta orang. Sekitar 14 juta orang menjadi pendukung. Jadi mereka masih banyak yang hidup. Tapi apakah mereka masih punya energi untuk membangkitkan partai? Usia mereka sudah tua, rata-rata di atas 70-an. Energi kebangkita sudah tidak ada.

Tapi anak-anak muda yang nggak pernah mempunyai hubungan dengan peristiwa 1965, awam dan tidak mengerti dengan Marxisme, lalu mereka peduli dan merasa ada ketidakadilan. Mereka melihat kapitalisme, korupsi dan merasa putus asa. Lalu sadar dulu ada komunisme, marxisme dan sosialisme. Mereka bisa mencari, tapi yang mengajarkan bukan yang tua-tua (eks anggota dan simpatisan PKI). Mereka bisa mencari tahu lewat buku.

Asal Anda tahu, PKI adalah satu-satunya partai yang terbersih saat itu. Bahkan menurut saya sampai sekarang ini. Cara mereka kaderisasi dan menerima anggota baru sangat luar biasa. Saya bisa katakana, patai yang paling baik se-Indonesia adalah PKI.

Apa buktinya?

Pertama, mereka antikorupsi. Kedua, rekrutmen anggota panjang buruh 2 tahun dengan proses mentoring. Bahkan harus mendapatkan rekomendasi 2 orang anggota. Ketiga, di masa itu Gerwani adalah puncak pergerakan perempuan tertinggi. Kalau Anda bertanya ke orang-orang yang mengerti sejarah itu, pasti mengatakan betul.

Saat ini generasi pertama PKI yang sudah tua Anda klaim sudah tidak eksis. Bagaimana untuk keturunan mereka? Apakah para keturunan eks anggota dan simpatisan PKI membentuk perkumpulan?

Kalau membentuk secara formal, tidak. Tapi kalau kami saling menghormati sesama anak-anaknya, iya. Secara ideologis, kami kan selalu bertanya apa yang diperbuat oleh orangtua kami. Saya membaca Marxisme, kapitalisme. Kalau dulu, pertanyaan besar saya, “apa sih salah babeh gue?”.

Generasi kedua ini ada juga yang trauma, karena salah mengolah peristiwa itu sehingga mereka menyalahkan orangtuanya yang menjadi anggota dan simpatisan PKI. Sehingga mereka merasa terlantar dan zalimi. Jadi mereka menjadi apatis.

Tapi ada juga yang tercerahkan dengan cerita versi lain di luar karangan orde baru. Jika PKI hanya dijadikan ‘kambing hitam’. Bahkan mereka menemukan jika marxisme itu baik-baik saja. Hanya saja dalam dalam Marxisme tidak pernah menyebutkan kata “Tuhan” dalam penataan dunia baru. Sehingga dituduh atheis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI