Anda mengakui jika pergerakan buruh saat ini terpecah. Ke mana saja mereka terpecah?
Buruh formalnya bersatu, tapi menjadi terpisah dengan masyarakat. Itu masalah utamanya. Kalau kita lihat buruh demo, mereka akan dituding hanya mementingkan diri sendiri. Sementara buruh menyebut yang menuding mereka adalah “kelas menengah ngehek”. Lho, jangan salah yang membantu meng-goal-kan UU BPJS itu kelas menengah. Jadi buruh tidak bisa mengklaim semua itu karena dilakukan buruh. Di negara-negara baju seperti itu pergerakan buruhnya, bersatu dengan masyarakat. Belanda, Jerma, Inggris, Swedia dan lainnya. Saat Indonesia sudah “on the track”, tapi buruh masuk ke politik praktis.
Apakah pergerakan buruh yang murni tanpa campur tangan kepentingan politik masih ada?
Kata murni juga problematis, yang jelas bukan lihat ekslusivitas gerakan buruh. Tapi idealnya gerakan buruh itu dipimpin oleh organisasi buruh mampu mengajak masyarakat kelas menengah yang simpatik. Sebab semakin ekslusif seperti sekarang ini, semakin jelek gerakan buruh. Semakin tidak efektif, semakin tidak dihitung oleh masyarakat, elit dan yang lain. Bahkan gerakan ini tidak diperhitungkan oleh buruh, akhirnya mengakibatkan demoralisasi. Tidak ada solusi untuk menyelesaikan masalah itu.
Saat ini serikat buruh yang besar mulai bersatu, tapi mereka bersatu untuk dirinya sediri. Masyarakat tidak melihat asosiasinya. Ingat, 70 persen angkatan kerja Indonesia bekerja di sektor informal dan tidak mendapatkan upah minimum. Sehingga hal terkecil, kalau buruh demo tuntut upah, dan perusahaan tutup. Yang akan marah dan menderita adalah warteg di sekitaran pabrik.
Lalu apa salahnya buruh menuntut upah layak?
Upah minimum memang harus naik, tapi pada level tertentu upah minimum tidak boleh terlalu tinggi. Karena kalau terlalu tinggi, perusahaan pasti menolak. Akhirnya ada kesepakatan gelap untuk menentukan penaikan upah. Akhirnya kepatuhan rendah dan hukum tidak berjalanan. Upah minimum jelek kalau terlalu rendah, dan jelek juga kalau terlalu tinggi.
Sehingga untuk menentukan upah minimum ini harus berdasarkan penelitian, bukan retorik semata. Harus ada bukti kenapa upah itu harus naik dan tidak naik. Tujuannya untuk mencari solusi, bukan menangkan salah satu pihak. Ketika buruh sudah masuk politik, kesepakatan penentuan upah akan subjektif sekali. Sementara buruh sangat objektif isunya.
Kebanyakan perusahaan tidak ingin terbuka membuka laporan keuangannya, tiba-tiba mereka mengklaim rugi dan tidak bisa terapkan upah minimum. Sebab itu yang dijadikan buruh untuk menentukan tuntutan. Bagaimana semestinya buruh menyikapi ini?
Kenapa dia nggak mau membuka? Di mana masalahnya? Mungkin saja pengusaha itu nggak percaya. Dan juga tidak ada aturan yang memaksa agar perusahaan membuka laporan keuangannya. Jadi solusinya membuat aturan yang memaksa. Perusahaan bisa membuka laporan keuangannya dengan ruang terbatas, hanya di lingkup diskusi antara pengusaha dan buruh. Jika dibocorkan ke luar, maka pidana.
Seharusnya gerakan buruh saat ini berdasarkan bukti riset dan data dalam tuntutannya. Pisahkan dengan propaganda. Ketika bicara konteks dan particular, kita harus bicara ppakai data yang diterima semua pihak. Jika tidak, tidak akan ada kesepakatan dan buruh tidak diuntungkan.
Buruh menuntut Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan karena dianggap menutup buruh untuk berunding. Karena upah buruh nantinya ditentukan oleh besaran inflasi. Ini dinilai menghambat penaikan upah. Bagaimana pandangan Anda?
PP itu sudah betul. Mengapa sulit melawan PP itu? Karena sebagian itu bagus untuk buruh. Karena buruh yang ikut serikat buruh jumlahnya hanya 10 persen dari total angkatan kerja formal. Mereka terpusat di Jabodetabek dan Jawa. Sebanyak 90 persen buruh formal tidak ikut serikat. Daerah yang serikat buruhnya kuat dan bisa mempengaruhi upah minimum, lebih banyak yang tidak ada. Paling tidak untuk daerah-daerah yang tidak ada serikat buruhnya dengan adanya PP itu, naik upahnya pasti karena kenaikan upah mengikuti inflasi. Selama ini nggak ada penaikan itu, terserah kepala daerah. Kalau pemilu dinaikan, jadi untuk komoditas politik saja. Ini secara normatif.
Namun PP ini ‘merugikan’ daerah yang mempunyai serikat buruh yang kuat. Misal Jakarta atau Tangerang. Daerah itu bisa melakukan penekanan untuk naikan upah layak. Sementara penaikan itu tidak ada pengaruhnya ke daerah lain. Jadi PP pengupahan itu sebagian masuk akal.
Hal apa yang tidak masuk akal?
Konsekwensinya, serikat buruh jadi kurang berperan. Apakah itu buruk? Tidak sepenuhnya buruk, karena memang sebagian serikat buruh tidak ada peran. Terutama di daerah yang serikat buruhnya kuat. Ruang berdiskusi jadi tertutup.
Negara mana yang kelompok buruhnya kuat dan layak dicontoh Indonesia?
Skandinafia, gerakan buruhnya sangat hingar bingar. Cuma mereka bisa menemukan kesepakatan sosial antara buruh, pengusaha dan pemerintah. Misal berdebat soal penaikan upah untuk menaikan daya beli. Mungkin kah upah tidak dinaikan, tapi buruh dikurangi pengeluarannya. Upah buruh tetap, namun pengeluarannya dikurangi. Pos yang dikurangi adalah perumahan, transportasi dan makan. Negara mengintervensi mengurangi pengeluaran itu. Menyediakan transportasi murah atau tempat tinggal subsidi. Jadi sama saja daya beli buruh naik. Indonesia perlu mencontoh itu.
Mau nggak buruh negosiasi untuk itu? Mana mau, kan sudah dipolitisasir.
Apa masalah besar di perburuhan Indonesia?
Yang saya konsern, ke pembangunan sistem agar bisa berdialog antar sosial antara buruh, pemerintah dan pengusaha. Harus ada pihak yang mempunyai kesadaran untuk mengalah. Itu diterapkan oleh skandinavia. Di sana ada pengusaha baik dan berani mengaji gede buruhnya. Di Indonesia belum ada pengusaha seperti itu. Kenapa? Karena pengusaha selalu diserang. Koorporasi di Indonesia selalu dianggap negatif.
Jadi masalah buruh yang utama adalah keberanian pimpinannya untuk keluar dari penjara ideologinya mereka. Keluar dari strategi perjuangan yang sudah lama. Buruh harus mulai bergerak berdasarkan bukti dan data supaya ada solusi.
Bagaimana dengan kompoten KHL versi buruh yang menambahkan macam-macam jenis yang dinilai tidak masuk akal?
Bisa saja, itu kan bagian dari strategi propaganda. Asal jangan harga mati. Ini untuk bahan berdiskusi.
Tahun 2015, 46 buruh termasuk 3 pengacara LBH Jakarta, 13 aktivis Kontras, dan 306 aktivis Papua ditangkap karena menyatakan pendapat di muka umum. Apakah ini sebuah modus pembungkaman pemerintah terhadap hak buruh?
Kasus LBH ini kan bentuk pelanggaran, seharusnya dalam aturan demo pukul 18.00 WIB harus bubar. Biasanya demo buruh pukul 18.00 WIB harus bubar. Kemarin mereka tidak bubar, salah siapa kalau begitu?
Tapi ini bukan tren, tapi memang di beberapa kalangan merasa perlu mengangkat untuk kepentingan propaganda negosiasi. Artinya itu masih dalam tataran tidak separah orde baru.
Tanangan sekarang, mampu atau tidak buruh keluar dari strategi lama yang terus menuntut upah layak. Sementara upah buruh saat ini di atas KHL semua. Mampu tidak buruh kreatif menyusun strategi baru? Itu buruh kepemimpinan yang mumpuni.
Biografi singkat Surya Tjandra
Surya Tjandra (Surya) menyelesaikan studi doktoralnya dalam bidang hukum perburuhan di Universitas Leiden, Belanda. Ia mempunyai kualifikasi sebagai advokat sejak 1997. Pada 1999 ia sempat mengikuti Bar Readers’ Course dari Victorian Bar Council di Melbourne, Australia.
Surya mempunyai pengalaman sebagai akademisi dan aktivis sosial yang cukup lama bekerja sebagai Pengacara Publik dan Hak Asasi Manusia di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Surya pun pernah menjabat sebagai Direktur di Trade Union Rights Centre, sebuah organisasi riset perburuhan di Jakarta. Ia telah banyak menulis terkait tema hukum perburuhan dan jaminan sosial, akses terhadap keadilan, dan lain sebagainya, di tingkat nasional maupun internasional.
Surya aktif sebagai aktivis perburuhan. Dia pernah menjadi Presidium Komite Aksi Jaminan Sosial dan Koordinator Tim Pembela Rakyat untuk Jaminan Sosial yang memperjuangkan pengesahan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.