Apa keuntungan organisasi wartawan jika menjadi konstituen Dewan Pers?
Mereka mendapatkan fasilitas dari Dewan Pers, misal pelatihan dan ruangan di Gedung Dewan Pers. Bahkan ada yang minta 1 lantai menjadi kantor mereka. Yang sudah punya ruangan di sini IJTI dan PWI. Sementara AJI yang sudah menjadi konstituen sejak lama belum punya ruangan.
Rencananya Gedung Dewan Pers ini mau diruntuhkan dan membangun gedung baru. Nantinya KPI dan Komisi Informasi juga di sini. Jadi koordinasinya jadi cepat. Proyek ini sudah diajukan dan masuk ke Istana. Kita membuat permintaan khusus, karena gedung ini sudah tua. Kalau ini tidak diperbaiki, akan sulit. Dengan adanya gedung baru nanti, kan jadi milik negara. Jadi KPI dan KIP tidak perlu menyewa gedung.
Hari Pers Nasional juga menjadi perbincangan hangat tiap tahun di internal profesi jurnalis. Sebab HPN ini sama saja sebagai perayaan ulang tahun PWI. Sementara banyak organisasi wartawan di Indonesia yang mengkritik pengambilan tanggal peringatan HPN tidak sesuai dengan sejarah pers di Indonesia. Bagaimana Dewan Pers bisa menengahi polemik ini?
Selain itu, HPN yang selama ini kesannya ini Hari Ulang Tahun PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Kita akan bicara bersama apakah Keppresnya harus diperbaiki atau dicabut, dan cari sama-sama kapan hari yang pas untuk menentukan Hari Pers Nasional. Karena yang aneh itu tahun 2017 nanti karena ada HPN 8 Febuari dan 3 Mei ada Hari Kebebasan Pers Internasional. Masa presiden dan pejabat akan datang 2 kali.
Masukan Anda, kapan tanggal yang pas untuk HPN?
Kita harus duduk bersama, dan mendengar masing-masing organisasi pers. Kita juga mendengar bagaimana sejarah pers Indonesia. Menurut saya, pers lebih tua dari republik ini. Masukan saya, bisa juga diubah mengikuti tanggal Hari Kebebasan Pers Internasional. Bisa juga merujuk pada berdirinya media yang paling tua, pertama kali terbit di Indonesia, Medan Prijaji di Bandung.
Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan, dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli. Surat kabar ini didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo. Medan Prijaji menjadi koran pertama yang dikelola pribumi dengan uang dan perusahaan sendiri.
Atau mengacu pada hari lahirnya Tirto Adhi Soerjo karena dia wartawan pertama yang melawan penindasan dan melahirkan kembali semangat nasionalisme. Ini menandakan peran jurnalistik sebagai pengantar kemerdekaan Indonesia. Presiden Joko Widodo sudah mendengar masalah HPN ini. Kita akan bicara dengan berbagai pihak nantinya untuk bicara soal HPN.
Indonesia sudah 18 tahun masuk era demokrasi. Dewan Pers pun sudah rajin membuat perjanjian-perjanjian dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian. Namun tahun 2015 lalu AJI merilis musuh kebebasan pers adalah kepolisian. Mengapa kebebasan pers di Indonesia masih bermasalah?
Institusi Polri itu kan gemuk sekali, dari Polda ke Polsek yang ada di Sabang sampai Merauke. Sementara rotasi mereka juga tinggi. Banyak perwira yang sudah paham dengan kebebasan pers, kemudian dipindahkan ke bagian yang tidak ada hubungannya dengan hukum, seperti ke Bareskrim dan BNPT.
Orang-orang baru masuk ini kurang sosialisasi. Bahkan di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian materi kebebasan pers tidak ada. Makanya Dewan Pers mendorong untuk bisa masuk ke slot khusus pemberian kuliah di sana.
Selain itu polisi juga menganggap MoU yang dibuat dengan Dewan Pers yang diuntungkan adalah Dewan Pers. Karena bagi kepolisian menangani kasus pers ini jadi lebih panjang. Harus konsultasi ke Dewan Pers segala. Sementara Dewan Pers sangat diuntungkan.
Sementara polisi ingin dalam penanganan kasus pers tidak berbelit-belit, karena mereka punya kewenangan juga. Saya bilang penanganannya memang perlu konsultasi karena etik itu sebagai prioritas. Karena wartawan ini sebagai profesi.
Saya sudah hubungi dengan pihak TNI, katanya Panglima setuju sekali kalau ada MoU. MoU ini bisa kita lakukan agar TNI pun bisa membuka akses untuk wartawan meliput. Jangan main larang. Nantinya MoU ini bisa diteken di depan Presiden.
Polisi yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis tidak dihukum semestinya, misal sampai disidangkan. Mereka hanya mendapatkan hukuman etik. Apakah Dewan Pers pernah mendorong agar aparat kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis ini bisa dihukum sampai meja pengadilan?
Ada juga polisi yang sampai di sidang, misal kasus kekerasan wartawan di Makassar. Dewan Pers mengirimkan tim untuk memantau di sana. Tapi ada juga yang tidak ditindak jelas. Jangan sampai polisi mengalami impunitas.
Modus kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan polisi dan TNI?
Mereka tidak mau ketika melakukan pemukulan dan kekerasan direkam dan diedarkan. Mereka akan menghalangi. Mereka juga tidak mau kebringasan mereka tereksopse. Mereka sadar kalau ini nggak boleh. Kalau ada adegan seperti itu di shoot, pasti didatangi dan diminta kasetnya.
Ketika wartawan itu melaporkan kelakuan polisi itu ke Propam, Propam balik menuding si wartawan mnghina institusi kepolisian. Gelagat seperti ini terlihat ketika mereka mengatakan ketika di wartawan mencabut laporannya, maka polisi akan mencabut laporan penghinaan itu.
Kebebasan pers di Papua masih terbatas. Baru-baru ini ada larangan jurnalis asing meliput di sana. Meski Menteri Luar Negeri menegaskan jika jurnalis asing bisa meliput di Papua. Dalam keyataannya belum bisa. Bagaimana pandangan Anda?
Menurut saya sumbernya pada clearing house dari Kemenlu itu yang tetap diberlakukan. Tidak hanya di Papua, di Batam pun wartawan asing dilarang meliput.
Apa yang bisa dilakukan Dewan Pers?
Tidak terlalu urgent, karena mereka melihat ini sebagai kepentingan intelijen dan fungsi pengawasan. Tapi Dewan Pers ingin suara kami didengar. Karena bagaimana pemerintah bisa tahun ini wartawan betul dan tidak tanpa melibatkan Dewan Pers.
Karena Kemenlu dalam hal ini menjalankan fungsi intelijen. Saya pernah sampaikan keberatan dengan adanya clearing house yang melarang-larang kebebasan wartawan tanpa melibatkan Dewan pers.
Dalam World Press Freedom Day tahun depan Indonesia akan menjadi tuan rumah. Sementara kebebasan pers masih terhambat dan kasus kekerasan terhadap pers masih belum terungkap, misal kasus Udin. Dalam WPFD itu targetnya akan menceritakan kisah sukses kebebasan pers Indonesia. Bagaimana Dewan Pers bisa mendesak Polri untuk menuntaskan kasus itu?
Bukan soal yakin atau tidak, tapi kita harus berupaya tuntaskan kasus itu. Karena kita sudah pasti menjadi tuan rumah. Presiden akan hadir, tentu ini menjadi pertaruhan. Tiap tahun kasus kematian wartawan Udin ditanya. Kami laporan semua kasus yang terjadi ke wartawan Indonesia ke UNESCO.
Ini harus diselesaikan dengan cara duduk bersama, kendala kepolisian apa dan kejaksaan apa? Kalau kasus ini tidak bisa diungkap, harus dipertanggungjawabkan. Kalau pembunuhnya sudah tidak bisa ditemukan, polisi harus menyatakan menyerah dan kasus ini ditutup.
Yang Anda ketahui, apa hambatan dari kepolisian untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan wartawan yang bertahun-tahun tidak selesai?
Kalau ditingkat Polda, sudah ganti pimpinan berulangkali. Kalau ditanya, mereka bilang sebagai orang baru. Menurut saya harus political will dari pusat, membuat tim khusus yang konsentrasi menyelesaikan kasus-kasus itu. Kami akan membantu dan memberikan fakta-fakta. Digelar perkara.
Biografi Singkat Stanley
Yosep Adi Prasetyo lahir di Malang, Jawa Timur, 20 Juni 1959. Dia adalah tokoh pers, pemerhati hukum dan penulis aktif Indonesia. Di kalangan media, Yosep akrab disapa Stanley. Di Depan pers, Stanley sudah menjabat 2 periode sejak tahun lalu. Saat ini dia ditunjuk menjadi ketua.
Stanley pernah menjabat sebagai Wakil Ketua dan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2007-2012. Sekitar tahun 2000 hingga 2005 Stanley pernah juga menjadi Tim Pokja Reformasi POLRI yang dibentuk POLRI-Kemitraan dan ikut menyusun academic paper Konsep Pertahanan Republik Indonesia.
Ia juga aktif melakukan beberapa penelitian bersama, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan bersama Profesor Dr. Olle Tornquist dari Universitas Oslo, Norwegia. Sebagai penulis, ia termasuk penulis produktif, karya tulisannya tersebar di berbagai media massa. Sebanyak 67 buku telah ditulis. Stanley juga merupakan Anggota Kehormatan Seumur Hidup Aliansi Jurnalis Timor Leste (AJTL).