Ridlwan Habib: Peta Baru Jaringan Teroris Indonesia, Hingga Dunia

Senin, 25 Januari 2016 | 07:00 WIB
Ridlwan Habib: Peta Baru Jaringan Teroris Indonesia, Hingga Dunia
Pakar Intelijen dan Terorisme, Ridlwan Habib. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akhir November 2015 lalu, dalam wawancara khusus dengan suara.com, mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai memprediksi serangan bom di Paris bisa terjadi di Indonesia. Benar saja, empat bulan setelah itu, Kamis (14/1/2016) pagi bom meledak di kawasan pembelanjaan Sarinah di Jalan MH Thamrin. Itu bom bunuh diri.

Kala itu analisa Ansyaad berdasarkan data ada 145 WNI yang akan pulang dari Suriah dan Irak. Sementara Kementerian Politik Hukum dan Keamanan mencatat ada 46 orang mantan ‘pejuang ISIS’ dari Suria dan Irak dalam pengawasan intelijen. Dengan tegas, Ansyaad mengatakan itu adalah "wake up call" teror ISIS di Indonesia.

Di kasus bom Sarinah, Kepolisian Indonesia resmi menyatakan teror didalangi ISIS. Aksi itu dikendalikan oleh Bahrum Naim, orang Indonesia yang juga militant ISIS di Suria. Dia memerintah pelaku pengeboman Sarinah. Polisi pun mengaku masih memburu terduga teroris lainnya.

Analis Terorisme sekaligus Peneliti Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, Ridlwan Habib menyebutkan teror ISIS ini kemungkinan terus berlanjut. Selain kelompok ISIS, kelompok Al-Qaeda juga perlu waspadai. Menurutnya, peta jaringan teroris di Indonesia, bahkan di dunia sudah berubah.

Mereka bergerak dengan berbagai cara merekrut anggota dan membuat jaringan baru. Koordinator Eksekutif Indonesia Intelligence Institute itu menggambarkan peta terorisme tersebut.

Khusus di Indonesia, Ridlwan menyoroti soal kemampuan tahanan kasus terorisme yang masih bisa menyebarkan paham radikal dari balik sel. Sebut saja Aman Abdurrahman yang tengah dipenjara di Nusakambangan. Dia disebut sebagai ideolog ISIS di Indonesia.

“Ustad Aman ini sangat bahaya,” kata Ridlwan saat berbincang dengan suara.com di sebuah kedai di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta pekan lalu.

Mantan jurnalis investigasi itu juga mengungkap sumber dana terorisme saat ini, terutama sumber aksi teror ISIS di Indonesia.

Bagaimana peta jaringan terorisme terkini? Ancaman apa yang perlu dihadapi kepolisian Indonesia untuk menangkal aksi terorisme lanjutan? Dan bagaimana solusi agar paham radikal tidak menyebar dari balik sel?

Berikut wawancara lengkap suara.com dengan Ridlwan:

Beberapa tahun terakhir kelompok ISIS mulai muncul dan meneror di beberapa negara. Terakhir di Prancis dan Jakarta. Perkembangan ISIS pun sangat cepat, bahkan mereka menyatakan akan menyerang di luar Suriah. Sementara kelompok Al-Qaeda lama tidak terdengar. Apakah ini berarti peta jaringan terorisme sudah berubah?

Petanya memang sudah benar-benar berubah. Sekarang ini tinggal ada dua gerakan besar, yaitu sisa-sisa anggota Al-Qaeda yang masih setia dengan Syaikh Ayman az-Zawahiri yang merupakan pengganti Osama Bin Laden. Mereka masih ada di wilayah sebagian Timur Tengah, seperti Afghanistan, Pakistan, Yordania dan di luar Suriah, termasuk di Indonesia.

Di Indonesia masih ada anggota-anggota eks Jemaah Islamiah, eks Darul Islam atau eks alumni Afghanistan yang masih setia dengan Syaikh Ayman az-Zawahiri. Mereka ini berpandangan, medan perang bukan lagi di negara masing-masing, tapi sedang di Suriah. Mereka pun mengirim orang ke Suriah, tapi perangnya di sana. Salah satu contohnya anak Abu Jibril, Muhammad Ridwan Abdurrahman. Dia tewas di Suriah Maret 2015.

Kelompok yang kedua adalah kelompok pro ISIS yang jumlahnya sekitar 300 ribu orang di Indonesia. Dihitung dari anggota pengajian Aman Abdurrahman, dan juga Sel Solo (orang-orang JI lama yang bersedia baiat ke ISIS). JI juga terbelah, ada yang ke ISIS dan ke Al-Qaeda. Kemudian yang kemarin menjadi otaknya bom Sarinah di Thamrin Jakarta adalah sel yang pro ISIS.

Bagaimana dengan pergerakan Al-Qaeda?

Kalau kekhawatiran aparat keamanan justru bukan serangan lanjutan dari ISIS, tapi serangan saingan dari Al-Qaeda. Ingat saat serangan Burkina Faso, dia melakukan serangan di Burkina Faso (Afrika Barat) dan langsung diklaim itu serangan dari Al-Qaeda. Karena mereka bersaing secara pengaruh dengan ISIS untuk merekrut sumber daya manusia. Karena yang dibutuhkan banyak.Mereka bisa kasih uang, tenaga, ekspetasi, mereka ahli IT dan sebagainya.

Apakah antara ISIS dan Al-Qaeda bersaing?

Soal kemudian apakah mereka memang bersaing atau tidak, ini kan strategi. Makanya ISIS pakai kantor media di Suriah. Namanya Al Hayat Media Centre, mereka juga punya majalah di Mosul. Media ini beroperasi lintas negara, ada rekaman audio, video dan perang mereka. Rekaman itu untuk menggetarkan lawan yang tidak setuju dengan ISIS, baik itu koalisi barat dan koalisi Islam. Selain itu untuk merekrut kader.

Semakin yang disampaikan melalui media itu baik, semakin orang penasaran untuk gabung.

Anda menyebutkan koalisi barat dan koalisi Islam, siapa mereka?

Koalisi barat seperti Amerika Serikat, Inggris, atau juga Prancis. Koalisi Islam di antaranya Arab Saudi, Qatar dan sebagainya. Koalisi itu sama-sama untuk memerangi ISIS. Di Arab Saudi pun, ISIS menjadi bagian dari ancaman nasional. Padahal di sana ideologi wahabi berkembang.

Sampai ada ungkapan “takfiri”, atau mudah mengkafirkan. Siapa yang tidak ikut ISIS, akan dituding kafir. Takfiri itu yang dipakai ISIS. Bahkan anggota ISIS di penjara memanggil yang tidak sepaham atau yang di luar anggotanya itu “kafir”. Kalau sesama anggota dipanggil “saudaraku” dan kata halus.

Mengapa terjadi perpecahan di Al-Qaeda dan menjadi dua kelompok itu?

ISIS itu dulunya sel Al-Qaeda di Irak. Mereka berdiri 2003, namanya Negara Islam Irak. Pimpinan pertamanya, SheikhAbu Musab al-Zarqawi yang dibaiat langsung oleh Osama Bin Laden. Tapi dia tewas dirudal oleh AS. Lalu diganti Sheikh Abu Omar al-Shishani, tapi dia tewas diracun intelijen. Lalu pimpinannya kembali diganti Abu Bakr al-Baghdadi.

Abu Bakr al-Baghdadi kemudian percaya diri misahkan diri dari sel Ayman al Zawahiri. Abu Bakr al-Baghdadi melepas baiat, bahkan menentang Al Qaeda. Kata dia, “kalian yang harus berbaiat ke aku, karena aku khalifah yang dijanjikan dari hadis-hadis nabi.”

Lantas di Indonesia ini bingung. Lalu dikirimlah orang-orang sel Al Qaeda ke Suriah untuk tabayun atau klarifikasi. Benar atau tidak Abu Bakr al-Baghdadi seorang khilafah. Yang dikirimkan ada 4 orang, orang Solo. Mereka melihat ISIS di Suriah tembak-tembakan dengan Jabhah Nushrah yang merupakan sel Al Qaeda. Karena yang perang di Suriah ini banyak sekali, bukan cuma ISIS. Tapi mereka menyerang yang sama, pasukannya Bashar al-Assad (Presiden Suriah).

Setelah pulang, mereka laporan ke pimpinan yang memberangkatkan mereka, Abu Bakar Ba’asyir. Abu Bakar Ba’asyir mendengar laporannya, dan dia tidak setuju dengan ISIS karena membunuh sesama muslim.

Tapi sekarang Ba’asyir berbaiat dengan ISIS. Siapa yang mengubah dia? Ada satu nama, Aman Abdurrahman. Aman bisa disebut sebagai ideolog utama dan paling utama ISIS di Indonesia. Saat ini dia di Penjara Nusakambangan. Dia yang ubah Abu Bakar Ba’asyir yang tadinya tidak setuju ISIS, menjadi setuju ISIS, sampai anaknya sendiri Abdul Rahim Ba'asyir kaget dan tidak setuju. Makanya dia keluar dari Jamaah Anshorut Tauhid (JAT). JAT pun sekarang pecah dan bubar.

JAT dibubarkan karena ISIS itu menganut prinsip 1 jamaah di seluruh dunia. Tidak boleh ada jamaah lain selain ISIS. Kalau Anda gabung ke ISIS, Anda adalah anggota ISIS di Indonesia, dan tidak ada lagi penamaan lain selain ISIS. Sementara polisi sering member nama lain, itu untuk menandakan asalnya anggota ISIS itu.

Sekarang yang perlu dikejar itu, bagaimana sebenarnya Aman Abdurrahman bisa menjadi ideolog dari dalam penjara. Kok bisa, sebuah penjara menjadi ladang pengkaderan. Afif, salah satu penembak di Bom Sarinah Thamrin adalah ‘alumni’ Cipinang, mantan napi kasus teror di Aceh.

Mengapa penjara bisa menjadi ladang pengkaderan?

Aku sudah tanya ke mana-mana, termasuk menteri agama. Katanya ini bagian dari kultur penjara. Jadi di dalam penjara itu, sipir penjara takut dengan kelompok ini.

Di kasus bom Thamrin, Bahrum Naim ini kan ahli membobol internet, dia membobol kartu kredit dan mengirimkan ke Indonesia lewat paypall.

Di ISIS itu cirinya salatnya gabungan, kalau Anda bukan anggota ISIS, Anda tidak boleh salat bareng mereka. Beras pun mereka bawa sendiri, haram memakan beras dari pemerintah. Jadi anggota ISIS di penjara, berasnya dibawakan oleh anak buahnya yang di luar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI