Yoyok Riyo Sudibyo: Gebrakan 'Mayor Edan' di Kabupaten Batang

Senin, 28 Desember 2015 | 07:00 WIB
Yoyok Riyo Sudibyo: Gebrakan 'Mayor Edan' di Kabupaten Batang
Bupati Batang, Jawa Tengah Yoyok Riyo Sudibyo. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Anda baru saja mendapatkan Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015. Inovasi antikorupsi apa yang Anda buat?

Saya sendiri nggak tahu akan dapat itu. Saya ditelepon dan ada tamu ke rumah. Katanya akan dapat. Saya ya, sambil jalan aja. Tiga hal kerja kepala daerah, (pertama) harus bisa kerja dengan birokrasi. Bagaimana membawa birokrasi sesuai dengan kemauan rakyat. Pemegang mandat tertinggi itu rakyat.

Kedua, harus sesuai aturan juklak-juknis itu. Tapi ini sulit, karena banyak masalah yang selalu dibilang multitafsir.

Ketiga, sistem. Saya mengubah mindset anak buah saya sejak awal itu nggak gampang. Bagaimana caranya? Ya sudah, kalau mau, lakukan. Kalau nggak mau, keluar. Saya kunci pakai sistem. Sistem itu sudah ada semua. Misalnya sistem untuk lelang proyek, sudah ada itu.

Saya bawa (sistemnya) dari Surabaya, dari Wali Kota Risma, pakai flash disk. Nggak ada setengah jam jadi. Sampai saya mendapatkan ISO. Begitu juga untuk sistem perizinan.

Sistem lelang yang saya sadur dari Surabaya itu membuat saya bisa hemat anggaran 10 persen setahun. Efisiensinya bisa untuk membangun pasar terbagus di Batang. Terlebih jika kita bisa hemat anggaran "kanan-kiri" (fee untuk pejabat).

Cara menghematnya, tiap ada pemenang lelang saya kan tanda tangan. Saya tandatangani SPK itu di depan rakyat. Seluruh kepala dinas hadir. Semua orang bisa datang, dan membaca pakta integritas. Kalian mau kerja silakan, tapi jangan menyakiti hati rakyat Batang. Saat menyerahkan proyek, harus cek fisiknya. Orang Indonesia sangat pintar membuat konsep, tapi pada tataran pelaksaan suka lupa.

Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) kalau ke tempat lain hanya sekali-dua kali. Saya nggak mau. Saya minta (ke Batang) setahun 5 kali.

BPK itu ada berapa orang sih? Terus disebar ke Jawa Tengah, ke 35 kota dan kabupaten, mana cukup orangnya. Saya melihat saat mereka memeriksa, masuk kantor, dokumen sudah banyak menumpuk. Nggak mungkin bisa memeriksa dengan maksimal. Makanya saya meminta BPK datang itu 5 kali setahun. Pegawai saya memang sampai enek. (Terserah) Pilih tidak selamat, atau mau agak enek tapi selamat.

Awal-awal saya menjalankan (tugas) jadi bupati, banyak yang minta proyek. Ada yang mengatasnamakan tim sukses, bahkan nama adik dicatut. Adik saya kan Brimob di Sulawesi, masa minta proyek. Akhirnya saya mengetik pengumuman sendiri, ditujukan untuk seluruh kepala dinas dan instansi terkait. "Barang siapa yang mengatasnamakan tim sukses, keluarga saya, meminta duit dan proyek, agar tidak dilayani," begitu bunyinya. Imbauan ini harus ditempel di belakang kursi-meja kerja PNS dan ditaruh di atas meja.

Tiap hari Senin, saat ini setiap PNS membacakan pakta integritas. Itu dimulai tahun 2012 dengan Ombudsman RI. Sampai PNS pada hafal. Kata-katanya "barang siapa" semua.

Saya itu sampai undang ustadz dan kyai, itu sudah biasa. Belajar otak kiri dan kanan. Ada kepala dinas saya, sehabis menghadap, di luar ngomongin saya, saya tahu langsung. Saya intip dari kamar mandi yang sebelahnya parkiran kendaraan mereka. Sampai segitu mental mereka.

Tahun depan, saya ingin membuat (tayangan) "misbar", gerimis bubar. Seluruh anggaran rakyat ingin ditampilkan, supaya masyarakat menonton. Nanti pakai TVtron. Ternyata susah minta TVtron ke DPRD. Tapi Bank Jateng kasih TVtron itu. Febuari sudah jadi. (Soal) Anggaran pemda sampai uang makan bupati akan ditampilkan.

Bagaimana cara Anda mengelola anggaran APBD kecil di Batang?

Paling gampang jadi wali kota, pasti kaya. Kalau pendapatan asli daerah (PAD) dan lain-lain, itu pasti datang sendiri. Khusus di Batang, model penganggaran di DPRD ini lucu-lucu. Banyak kepentingan. Banyak dana yang "ngawur", seperti bansos, hibah, dan lain-lain.

Banyak sekali dana yang saya perketat. Sekali hibah bansos Rp20 miliar. Ini kan bisa buat bangun pasar. Mending data itu dikembalikan ke desa, desa mengajukan ulang untuk bangun aspal. Tapi saya tanya dulu, apakah ada dana dari masyarakat? Saya akan kasih, kalau nggak ada duit dari rakyat. Kan bangun jalan ini kebutuhan rakyat. Sudah tidak zamannya hanya meminta. Masyarakat juga harus berkontribusi, agar tepat sasaran.

Anda dari (jalur politik) independen. Bagaimana trik Anda untuk meloloskan proyek pembangunan di tingkat DPRD?

Misal untuk membangun pasar. Saya datang sosialisasi keinginan membangun ke pasar, bukan ke DPRD dulu. Saya arahkan agar rakyat yang menuntut DPRD untuk membangun pasar. Jadi seolah-olah bukan saya yang meminta. Itu kan untuk pentingan rakyat. Saya nggak perlu ajak makan masyarakat berkali-kali untuk bangun pasar.

Kabupaten Batang dipuji karena mengadakan pemilihan kepala desa yang diklaim tidak ada politik uang. Bagaimana caranya?

Saya sering mendapatkan ide saat saya lagi melamun, atau belajar dari pengalaman saya. Salah satunya ide (tentang) pilkades tanpa politik uang. Ada beberapa desa di tempat saya yang pilkadesnya tanpa politik uang.

Jadi semua panitia pemilihan, Ketua RT, Ketua RW, ditambah tokoh masyarakat, dikumpulkan di dalam masjid. Dipisah antara laki-laki dan perempuan. Saya tanya, keperluan untuk pilkades itu berapa uangnya? Misalnya Rp50 juta. Saya bilang, yang main-main sama duit akan didiskualifikasi. Kita serahkan ke masyarakat.

Pada saat rakyat sudah tidak percaya lagi dengan pilkada, pilkades, kalau kita mengawali dari pemimpinnya, di situ pasti berhasil. Luar biasa itu bisa masyarakatnya tidak rusak. Karena mereka (berada) di dalam masjid, dan tidak bisa berbohong dan mengingkari janji karena ada di simbol agama itu.

Dana Desa berpotensi menjadi lahan subur untuk dikorupsi. Apa yang Anda lakukan untuk mencegahnya?

Sebelum ada gembar-gembor Dana Desa, semua kepala desa saya sekolahkan semua ke Yogyakarta, di Kementerian Dalam Negeri. Di daerah saya, satu desa mendapatkan Rp300 miliar. Tahun ini saja penyerapannya sudah sampai 100 persen.

Sampai sekarang APBD Batang terus meningkat, dari Rp800 miliar di awal kepemimpinan saya, sampai saat ini Rp1,2 triliun. Penyerapan (anggaran) sampai 80 persen.

Anda tidak ingin nyalon kembali di 2017, kenapa?

Kalau saya nyalon lagi, itu pertarungannya besar sekali. Minimal bagi orang yang tidak berpartai dan kalah komposisinya di DPRD, pasti kebijakan terakhir akan dipotong leher (dipermasalahkan). Dicurigai untuk kepentingan kampanye.

Lalu kenapa nggak nyalon lagi? Kan sumpah saya sudah selesai. Lima tahun janji saya sudah terlaksana. Bangun rumah sakit, pasar, dan jalan tembusan Batang, sudah beres. Takutnya kalau saya nyalon lagi, takut keenakan. Mungkin sehabis saya, nanti istri saya. Lalu turun ke anak saya. Itu kan bukan pemimpin namanya, (tapi) penguasa. Jadi pemimpin itu susah sekali.

Yang jelas, saya tidak mau masuk politik dan berpartai politik. Kalau saya berparpol, pasti kalau ngomong sudah ada kepentingan. Partai saya PRB, lambangnya Merah Putih. PRB itu "Partai Rakyat Batang".

Apa yang sudah Anda siapkan ketika meninggalkan Batang? Paling tidak, Anda harus menjamin jika sistem yang selama ini dibangun akan dipakai oleh bupati selanjutnya.

Saya sedang bangun sistem. Contohnya yang sangat kecil, sejak saya terpilih, rumah dinas saya tidak pernah terkunci. Saya buka sebuka-bukanya. Rakyat bisa masuk semua. Kalau nantinya pengganti saya menutup pintunya dengan menempatkan Satpol PP, rakyat pasti marah. Minimal, sanksi sosial itu ada. Bagaimana (pula) yang besar, pasti marah sekali.

Saya juga akan meninggalkan catatan terakhir pembangunan Batang. Mulai dari jalan yang sudah dibangun, jumlah jalan rusak, sampai kondisi infrastruktur lain. Jadi, (supaya) bupati baru sudah tahu apa yang harus dilakukan.

Kepemimpinan Anda mendapatkan pujian. Anda pun dianggap mumpuni jika mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Tengah. Komentar Anda?

Pemimpin itu tidak bisa diciptakan, nggak bisa diprediksi. Apalagi kalau ada calon kepala daerah yang pakai konsultan untuk mengatur gaya. Pemimpin tidak bisa di-branding. Kalau sekarang kan media itu nggak tahu, berapa persen andilnya menciptakan pemimpin. Pemimpin itu akan lahir pada saat dan tempat yang tepat. Kalau pemimpin dibuat, nanti juga akan ketahuan aslinya. Rakyat sudah cerdas. Sekarang yang paling pinter itu, ya, tim suksesnya. Kan mereka bisa nyuruh-nyuruh.

Biografi Singkat Yoyok Riyo Sudibyo
Mayor TNI (Purn) Yoyok Riyo Sudibyo lahir di Batang, Jawa Tengah, pada 27 April 1972. Yoyok menjabat sebagai Bupati Batang sejak 13 Februari 2012 bersama wakilnya, Soetadi. Saat pilkada, Yoyok didukung Partai Golkar, PPP, PAN, Demokrat dan PDP. Namun dia tetap mengklaim sebagai sosok independen, non-partai.

Yoyok mundur dari militer pada tahun 2007, dan keluar pada tahun 2009. Lantaran mundur dari satuan TNI, dia dijuluki "mayor edan". Yoyok juga merupakan seorang pengusaha distro. Usahanya itu berawal dari tugasnya sebagai intel di Papua, di mana dia menyamar sebagai pedagang.

Semasa kariernya di militer sejak 1994, Yoyok pernah menjabat antara lain sebagai Pasiops Denintel Dam Jaya, Komandan Bakor Intel Jakarta Selatan, Danramil 03 Tanjung Priok, Pasi Intel Kodim 0502 Jakarta Utara, juga Kasubdit Rah dan Gal Deputi V BIN, serta sebagai Dansatgas BIN Wil Jaya Wijaya (Papua).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI