Ansyaad Mbai: "Wake Up Call" Teror ISIS di Indonesia

Senin, 23 November 2015 | 07:00 WIB
Ansyaad Mbai: "Wake Up Call" Teror ISIS di Indonesia
Ansyaad Mbai. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Politik Hukum dan Keamanan mencatat ada 46 orang mantan ‘pejuang ISIS’ di Suria dan Irak dalam pengawasan intelijen. Mereka terus diikuti intel karena dianggap mengancam.

Ketakutan teror bom yang kemungkinan akan dilakukan mereka juga diwaspadai oleh Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai. Menurutnya, Indonesia berpotensi besar ‘diserang’ teror bom seperti yang terjadi di Paris, Prancis pekan lalu.

Ansyaad mencatat ada belasan narapidana kasus terorisme yang akan bebas dalam beberapa waktu ke depan. Ditambah ada 145 WNI yang akan pulang dari Suriah dan Irak. Menurutnya, ini menjadi kombisasi membahayakan. Aksi mereka tinggal menunggu waktu.

"Jika pun tidak semua 145 orang itu pulang, misal hanya 20 persen saja sudah 30-an orang yang akan pulang. Sementara di Paris ini hanya 8 orang. Secara kuantitaf dan fakta, bukan analisis," jelas pakar dari Hendropriyono Strategic Consulting itu.

Ansyaad punya cara jitu untuk menangkal aksi terorisme mereka. Namun dia tak menyangkal jika cara itu kemungkinan akan menabrak koridor hak asasi manusia (HAM). Namun menurut dia tidak ada cara lain, sebab aksi teror ini dilakukan segelintir orang.

Sedahsyat apa ancaman teror ISIS di Indonesia? Bagaimana cara untuk menangkal itu semua? Dan adakah modus baru aksi teroris di Indonesia?

Berikut wawancara lengkap suara.com dengan Ansyaad Mbai di kawasan Jakarta Barat akhir pekan lalu:

Bom Paris membuka fakta baru jika ISIS sudah menyebar ke negara-negara selain Irak dan Suriah. Dikhawatirkan mereka meneror dunia, apakah ketakutan ini beralasan?

Itu benar sekali. Sekarang ISIS ini sudah punya jaringan atau sel di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Rentetan peristiwa di Paris, Metro Jet di Mesir, peristiwa pemboman di Lebanon, Turki, itu adalah wake up call untuk semuanya. Jadi serangan di situ, ancaman untuk semua negara. Maka itu kita harus lebih peka melihat perkembangan internasional. Seluruh kepala negara internasional menyatakan bersatu perang terhadap teroris, termasuk di Indonesia. Apalagi Indonesia punya sejarah rentetan pengeboman cukup banyak.

Kedua, kalau Anda melihat teroris yang menyerang di Paris itu, komando dan orangnya yang sudah pulang dari Suriah dan Irak.

Di Indonesia bagaimana? Sampai sekarang ini sudah ada 145 orang jihadis internasional atau jihadis fighter yang akan pulang dari Suriah. Senin (pekan) lalu, ada 4 orang yang sudah kembali baru sampai. Sedang diperiksa oleh Satgas Antiteror kita. Itu apa artinya? Lihat di Paris, mereka juga beraksi setelah dari Suriah. Kemampuan mereka tidak lebih hebat dari jihadis Indonesia yang pulang.

Kenapa? Sampai hari ini sudah ada 302 jihadis dari Indonesia yang Suriah dan Irak. Data lain ada 700 orang, dan ada juga yang bilang 500 orang. Tapi saya kira itu dihitung semua orang yang berangkat. Tapi kami mencatat yang sebagai fighter di sana ada 302 orang. Ada 54 orang yang sudah di sana, termasuk bom bunuh diri, mereka di antaranya anak Imam Samudra, anak Abu Jibril. Mereka mati.
Artinya nekatnya ini tidak kurang dari yang di Paris, mereka mau mati. Kemampuan yang pulang serang tidak kurang, semangat bunuh diri, berangkat dari paham radikal yang sama.

Sebagian yang berangkat kan juga karena iming-iming uang?

Memang ada, tapi mereka di sana memang untuk cari hidup. Tapi fihgter ini bukan karena uang. Di Belgia ada pemilik bar yang menjual usahanya untuk ke sana, itu bukan karena uang. Orang Indonesia yang ke sana banyak yang menjual rumah, kebun salak untuk berangkat ke Suriah dan Irak. Artinya yang berangkat ini bukan orang miskin, mereka berkecukupan di Indonesia.

Mereka terus diserukan Abu Bakar Ba'asyir, Oman Abdurrahman dan Abu Tholut. Orang-orang ini akan keluar penjara bulan-bulan ini. Ada belasan. Anda bisa bayangkan tokoh-tokoh ini yang akan keluar, ditambah ada 145 orang yang kan pulang. Masih ada lagi kelompok yang terang-terangan bersenjata dan bom seperti Santoso di Poso. Santoso mendapatkan senjata dari Filipia Selatan, uangnya pasok dari ISIS miliaran rupiah.

Anda bisa lihat kaitan dan potensi itu. Saya menyimpulkan, potensi akan terjadinya serangan teroris seperti dii Paris, di Indonesia sama kayak negara lain. Bahkan lebih besar.

Jika pun tidak semua 145 orang itu pulang, misal hanya 20 persen saja sudah 30-an orang yang akan pulang. Sementara di Paris ini hanya 8 orang. Secara kuantitatif dan fakta, bukan analisis. Saya tidak setuju dengan orang yang menyebut serangan teroris kecil kemungkinan terjadi Indonesia. Kita harus waspada, jangan sampai bom sudah terjadi. Kita kaget.

Ini Ancaman di depan mata kita, ini mereka menunggu timing dan mencari alasan yang paling tepat untuk meledakan bom. Timing dan alasan yang tepat itu tidak harus terjadi Indonesia. Pengalaman kita 2 tahun lalu, kita menangkap sekelompok orang yang sudah lengkap dengan ransel dan bom siap ledak. Ditangkap di Benhil, itu sedang menuju ke Kedubes Myanmar.

Alasan dia meledakan adalah isu Rohingya. Bisa saja respon Prancis, Rusia, Inggris, terhadap ISIS. Nah bisa saja teroris menghajarnya di Indonesia dengan meledakan tempat atau lembaga yang berhubungan dengan negara-negara itu. Jadi saya harap kita jangan terperosok ke lubang yang sama, karena menganggap enteng. Ini potensi tidak kecil sama sekali.

Isu ISIS ini muncul saat Anda menjabat sebagai kepala BNPT. Sebenarnya mengapa saat itu pemerintah tidak tegas melarang warganya berangkat ke Suriah-Irak?

Saya orang pertama yang berteriak di media. Langkah kongkrit saat itu yang kita ambil harus ada tindakan tegas orang-orang yang berangkat ke sana. Bukan hanya dilarang, tapi cabut kewarganegaraannya. Undang-undang kita memperbolehkan itu. Warga negara Indonesia yang dengan sukarela mengatakan setia dengan negara lain atau bagian dari negara yang bersangkutan maka akan kehilangan kewarga negaraannya. Mengapa tidak kita lakukan? Kalau kita lakukan itu, akan mencegah. Ini tidak. Selama 2 tahun ini, mengalir WNI ke Suriah-Irak. Mereka fighter!

Sejak 3 tahun lalu internasional sudah mengingatkan itu, tapi tidak dilakukan di Indonesia. Di Asia, Indonesia yang paling banyak ke sana. Kita masih kurang bertindak, karena kita anggap enteng. Seolah-olah kita bersikap “yang penting jangan di Indonesia”. Ini terbukti, Dubes Irak di akhir-akhir saya menjabat sebagai kepala BNPT, datang ke Indonesia. Dia sering ditanya, Indonesia kan negara muslim terbesar, kenapa tega datang ke Irak dan membunuh sesama muslim. Kita sudah dianggap eksportir teroris. Ini memalukan.

Nanti ketika dunia menyatakan melawan ISIS, dan memborbardir habis-habisan. ISIS kan akan kalah, berantakan. Warga negara kita kalau nggak mati di sana, kan akan pulang. Nah bayangkan, mereka pulang dengan pengalaman perang begitu. Kita sudah pernah saat Afghanistan di serang, WNI yang jihad di sana pulang dan menjadi teroris. Apa kita sudah lupa?

Apa yang harus dilakukan pemerintah?

Ada dua hal. Pertama, harus ada action konkrit. Bagaimana mecegah orang ke sana dan bagaimana mencegah orang yang kembali tidak melakukan teror di sini. Kan sekarang ini jelas, orangnya ada dan jumlahnya ada. Tinggal apa yang ingin dilakukan.

Yang 4 orang ditangkap karena pulang dari Suriah dan Irak itu saya yakin akan dilepas. Karena polisi tidak mempunyai dasar hukum untuk menahan mereka lebih lama. Mereka cerita sudah tertipu dan menjual ini itu untuk ke Suriah. Apa kita percaya dengan cerita teroris? Apakah kita menggantungkan nasib bangsa ini dari belas kasihan teroris? Teroris tidak bisa dihentikan dengan kata-kata. Seharusnya tegakkan hukum dan perberat hukumannya.

Sekarang ini bagaimana ke-145 orang yang pulang dari Suriah dan kesebelas tokoh terpidana terorisme yang akan bebas penjara yang menganjurkan ratusan orang itu untuk berangkat ke Suriah, ini harus kita pastikan orang-orang ini tidak bisa berbuat apa-apa.

Ini artinya intelijen kita harus kuat. Karena kita banyak lembaga intelijen tapi belum bersinergi. Kalau mau ini kan fakta sudah terbentang dan kartu sudah di atas meja. Jadi kita bahas sama-sama gitu. Masing-masing porsinya apa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI