Di tragedi Mina, Anda sempat diminta bantuan untuk membuka akses informasi identifikasi jenazah. Mengapa begitu sulit mendapatkan informasi itu di sana?
Karena jumlahnya banyak sekali dan meraka konsentrasi mengumpulkan para jenazah dan sidik jari. Mereka tidak ingin dulu ada campur tangan. Karena fokus. Tapi keluarga warga Indonesia di sini pada cemas, karena dari kloter pada hiilang.
Sebanyak 129 korban itu yang awalnya aksesnya memang sangat tertutup. Tapi kita masuk ke Muhaisnah, tempat pemusatan para jenazah. Kita dekati ke forensik periksa jenazah. Kita bukakan akses untuk percepatan identifikasi DVI Polri. Akhirnya sampai dengan 16 Oktober, semua jenazah jemaah asal Indonesia bisa diidentifikasi. Negara lain masih belum selesai.
Anda negosiator WNI yang terhukum mati, dari mana ilmu itu Anda dapatkan?
Menjadi diplomat di Arab Saudi itu berbeda dengan di negara maju, seperti Singapura. Di sini kita harus berdiplomasi SKSA, “sok kenal sok akrab”. Itu lebih efektif daripada jalur diplomatik resmi. Tapi kita sering sampaikan surat diplomatik, tapi itu text time. Kadang teknis di lapangan tidak sesuai.
Soal ilmu negosiasi itu didapat dari insting saja atau lahir dengan sendirinya. Tujuannya saya ingin membantu para WNI dan TKI. Sehingga jenis diplomasi yang saya jalankan ini harus ada ‘sentuhan’ khusus. Saya terus membina relasi dengan siapa saja. Jika sudah dibina, relasi itu tidak akan sayah lepas. Caranya minimal 2 minggu sekali saya “say hello”.
Sehingga suatu saat saya butuh dia, dia tahu. Hubungan dekat dengan siapapun sangat penting di Arab Saudi. Sebab ajaran agama mayoritas di sana mengajarkan itu. Sehingga terbentuk budaya sendiri.
Indonesia sempat mengirimkan beberapa tokoh yang dianggap dekat dengan Arab Saudi. Sejauh apa ketokohan bisa membantu proses lobi kepada keluarga korban atua majikan?
Kalau orang datang bernegosiasi, dalam kaitannya untuk mendapatkan maaf. Kaluarga sudah tahu itu, mereka akan menjauh. Ibaratnya, “mana mau si ayah menjual anaknya degan memberikan maaf untuk mendapatkan uang kompensasi?”
Karena kabilah-kabilahh atau suku di Saudi memegang keistimwaan dan gengsi. Mereka menjaga agar sukunya terhormat. Missal ada suku yang dibayar 1 juta real atau Rp 3,8 miliar, kabilah yang lain akan bilang “cuma segitu saja harga suku kalian”. Nah ketika kami datang, kan selama ini yang kami pegang tokoh-tokoh adatnya, sukunya.
Orang ini masuk sebagai yang membantu untuk meminta maaf. Kalau saya masuk sebagai teman dan keluarga, tidak ada urusan dengan hukum.
Misal Tuti Tursilawati yang melakukan pembunuhan tahun 1999. Tuti, TKI asal Dusun Manis, RT 01/01, Desa Cikeusik, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Dia tengah menunggu putusan pengadilan di Toif, Arab Saudi. Tuti didakwa membunuh majikannya Suud Malhaq Al Utibi.
Kategori hirabah, artinya meski dimaafkan. Tapi dia harus diseksekusi. Karena pembuhan dianggap berencana, ada perampokan dan secara kejam.
Saya setiap datang ke anak-anaknya, ada yang namanya Abdullah. Mereka bilang, “ngapain kamu membela pembunuh. Kamu bagian dari criminal.”
Saya bilang, “ana ke sini untuk berbela sungkwa dan simpati ente kehilangan orangtua. Hukum nggak ada urusan dengan saya. Kalau saya diposisi ente mungkin lebih parah. Ente masih sabar dan masih mau terima ane datang. Mungkin ge akan usir lu. Tapi ente, Masya Allah. Ente masih menerima kedatangan saya dan staf KJRI. Ente masih mau menghormati hukum dan dibiarkan kasus itu ditangan di pengadilan. Ini saya hanya berbelasungkawa dan silahturahmi dan memberikan pesan tidak semua orang Indonesia seperti itu. Bayak yang yang masih baik.”
Dari situ saya menjadi teman, setiap saya ke Toif, diundang makan sama dia. Tapi belum dikasih pemaafkan. Ini sudah 6 tahun saya pendekatan. Saya sudah dekat, tapi belum dikasih maaf. Kalau dikasih maaf juga, kategori kasusnya hirabah, nggak bisa dimaafkan dan harus dieksekusi. Sekarang kita lagi banding melalui pengacara kita. Posisi kasusnya lagi dipelajari.
Bagimana pengaruh Presiden dalam melobi pemaafan itu? Sebab belum lama Presiden Jokowi melobi pegampunan untuk beberapa TKI yang terancam hukuman mati.
Itulah yang kurang dipahami publik. Bahwa hukum yang berlaku di Saudi adalah hukum Islam. Pembunuhan tidak akan dimaafkan kecuali oleh keluarga korban. Dan raja tidak bisa intervensi masalah itu. Itu hukum privat. Raja hanya masuk ke hak umum. Misal ke pengurangan masa tahanan. Tapi kalau untuk masuk ke wilayah keluarga, mereka tidak bisa.
Raja hanya bisa mengulur waktu masa eksekusi untuk kita diberi kesempatan mencari pemaafan. Kedua, pemerintah Arab, dewan pencari pemaafan yang melibatkan tokoh dan ulama besar. Mereka ini tanpa diminta dan tanpa digaji melakukan pendekatan dengan keluarga korban. Hanya itu saja, kalau intervensi tidak ada.
Meski ada utusan khusus yang terkadang dikirimkan khusus melobi?
Tidak akan pengaruh. Mungkin bisa, sebatas raja memberikan surat kepada keluarga korban secara pribadi, “tolong dimaafkan”. Atau raja datang sendiri ke rumah keluarga korban, mungkin ada satu gengsi tersendiri dan satu kehormatan, akhirnya dimaafkan.
Arena mungkin raja bilang, “yang meninggal tidak akan kembali dan yang sudah yah sudah”. Mungkin akan dimaafkan. Tapi yang absolute dan memaafkan hanya ahli waris korban.
Kita memahami dan mengerti bahwa dalam kasus pembunuhan dalam hukum di Arab Saudi masuk dalam wilayah khas atau khusus. Namun Pemerintah Indonesia terus berupaya semaksimal mungkin untuk dapat membebaskan para WNI yang terancam hukuman mati dengan melakukan diplomasi secara all out dan maksimal. Baik dari level presiden dan menteri luar negeri. Sehingga kami di Perwakilan secara berkesinambungan terus mendapat arahan dari pemerintah pusat. Presiden Indonesia beberapa kali menyampaikan surat kepada Raja Arab Saudi, termasuk Presiden Jokowi pada kesempatan yang lalu. Hal tersebut guna mendorong Raja Arab Saudi untuk memberikan perhatian khusus kepada WNI yang terancam hukuman mati. Intinya semua usaha terus dilakukan di berbagai level demi menyelematkan WNI dari ancaman hukuman mati.
Mempermudah dilapangan juga. Presiden juga mendorong pihak keluarga untuk memaafkan melalui dewan pemaafan kerajaan. Jokowi mendorong raja untuk memperhatikan WNI yang terancam hukuman mati. Dan raja mendorong lembaga yang dibentuk, dewan pemaafan. Namun keputusannya tetap di keluarga korban. Tapi presiden Jokowi di level tertinggi melakukan lobi-lobi untuk mendapatkan perhatian khusus dan serius kepada WNI yang terancam hukuman mati.
Apakah semua staf diplomat di Saudi mempunyai keahlian negosiasi?
Banyak. Tapi masing-masing punya style. Negosiasi ini juga masuk dalam standar prosedur. Tapi selalu berkreasi, karena keadaan di lapangan selalu berubah.
Sampai saat ini sudah berapa TKI yang sudah berhasil Anda bebaskan dari hukuman mati melalui negosiasi?
Saya baru 6. Ini ada 2 yang saya tengah dekati. Satu namanya Eti binti Toyib dari Majalengka. Kasusnya tahun 2001. Dia dituduh meracuni majikannya. Dia kasusnya tergolong qisos, ada peluang untuk dimaafkan.
Saya pernah ketemu dengan keluarga korban, sukunya Al-Ghamdi. Dalam waktu dekat kita akan ketemu dengan keluarganya. Semoga keluarga bisa menerima ini.
Pernahkah Anda terbayangkan, sosok yang Anda bela ini adalah tertuduh melakukan pembunuhan. Apakah patut Anda bela?
Saya begini bukan membela kriminal. Saya seperti itu untuk memberikn pembelaan. Munkgin karena mereka khiaf melakukan kejahatan. Saya mendamaikan orang yang berselisih. Saya berharap mereka bisa menyadari kesalahannya setelah bebas. Memanfaatkan kehidupan kedua dengan sebaik-sebaiknya.
Kemampuan khusus apa yang harus dimiliki negosiator?
Menjadi negosiator harus siap kapan saja dihubungi dan diajak ketemuan untuk keperluan tugas. Bahkan banyak LSM yang telepon saya untuk meminta urus jenazah. Saya pernah pukul 03.00 pagi dihubungi. Saya tidak bisa menolak, harus dibantu. Sebab mereka tidak mempunai kekuatan diplomatik. Saya punya kekuatan diplomatik itu.
Apa yang Anda kerjakan ini tidak mengenal waktu. Bagaimana untuk penghasilan Anda di sana?
Alhamdulillah dari sisi kesejahteraan cukup. Diberikan gaji, anak bisa sekolah. Saya bisa keluar negeri, hidup difasilitasi, tugas difasilitasi, ini lebih dari cukup. Anak saya ada 2. Anak pertama baru masuk Play Grup di Saudi dan satu lagi berusia 1 tahun 2 bulan. Sekarang posisi saya sebagai pelaksana fungsi konsulat III.
Biografi singkat Fadhly A. Bachmid
Sebagai diplomat, Fadhly A. Bachmid bisa menguasai 3 bahasa asing. Di antaranya Urdu (Pakistan), Inggris dan Arab. Dia bergabung di Kementerian Luar Negeri sejak 2009 dan mulai bertugas sebagai diplomat di luar negeri pada 2012.
Fadhly merupakan diplomat khusus untuk melakukan negosiasi dengan keluarga korban kejahatan yang dituduhkan ke tenaga kerja Indonesia dan warga negara Indonesia. Dia negosiator handal dengan spesialisasi isu Timur Tengah. Lelaki lulusan Hubungan Internasional di International Islamic University, Pakistan itu saat ini tinggal bersama istri dan dua anaknya di Jeddah.