Tony Prasetiantono: Tak Mudah Ubah Struktur Ekonomi Indonesia

Senin, 28 September 2015 | 07:00 WIB
Tony Prasetiantono: Tak Mudah Ubah Struktur Ekonomi Indonesia
Ekonom Tony Prasetiantono, Senin (27/9/2019). (suara.com/Wita Ayodhyaputri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masuk dalam titik terendah sepanjang 4 tahun terakhir. Jumat (25/9/2015) pekan lalu rupiah anjlok sampai Rp14.675 perdolar AS.

Dalam sebuah riset Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri, sejak pertengahan 2011, Rupiah sudah tergerus sampai 42,14 persen terhadap dolar. Ini akibat pelemahan ekonomi global.

Sebagai negara yang miskin produk ekspor, Indonesia memang paling merasakan pelemahan ekonomi ini. Terlebih diprediksi pelemahan ekonomi ini belum ada ujungnya.

Sementara dampak nyata pelemahan ekonomi di Indonesia adalah banyaknya pemutusan hubungan kerja. Pengusaha sudah mengurangi jam kerja para karyawan hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena penjualan produknya menyepi.

Data banyaknya buruh yang diPHK sudah banyak dilansir di media. Di Bekasi, Jawa Barat sudah ada 120.000 buruh yang diPHK. Lainnya, data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebutkan ada 36.000 buruh diPHK. Di Jombang, Jawa Timur sudah ada 1.520 buruh diPHK. Sementara, data resmi Kementerian Tenaga Kerja mencatat hanya 26 ribu buruh yang diPHK karena pelambatan ekonomi.

Ekonom dari Universitas Gajah Mada, Tony Prasetiantono melihat dampak pelemahan ekonomi ini akan semakin nyata dan signifikan. Sayangnya, kata dia, ini diprediksi akan terus berlanjut sampai 2016 mendatang. Meski Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro optimis pelemahan ekonomi ini berakhir tahun depan.

"Kalau Pak Menteri Keuangan memang harus begitu, harus memberikan optimisme," kata Komisaris Independen Bank Permata itu.

Tony pun melihat banyaknya paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sudah cukup baik. Dia yakin itu bisa mengangkat perekonomian. Tapi itu akan berlangsung lama. Sebab paket kebijakan ekonomi yang langsung diumumkan Presiden Joko Widodo itu adalah kebijakan jangka panjang.

Hanya saja, Tony memberikan catatan terhadap paket-paket kebijakan yang ditelurkan Pemerintahan Jokowi. Jika tidak, pelemahan terus berlanjut dan semakin parah.

Apa sebenarnya yang menyebabkan pelemahan ekonomi di Indonesia? Separah apa pelemahan ekonomi saat ini? Apa solusi untuk keluar dari anjloknya ekonomi negara yang sekali mengklaim kaya raya ini?

Berikut wawancara suara.com dengan Tony akhir pekan lalu di Kampus UGM, Yogyakarta dalam suasana santai:

Sampai saat ini the Fed masih menunda menaikkan suku bunga. Sementara IHSG dan rupiah terus anjlok hampir Rp15.000 perdolar AS. Bagaimana Anda membaca kondisi ini?

Jadi sekarang ini yang terjadi adalah liquiditas di seluruh dunia. Liquiditas itu uang, dana terlalu banyak. Kenapa terlalu banyak? Karena ketika krisis tahun 2008 Amerika mencetak uang banyak sampai 4,2 triliun dolar. Itu jumlah yang sangat besar. Anda ingat Juli 2011 nilai tukar rupiah terhadap dolar Rp8.600. Itu puncak rupiah menguat atau sebaliknya puncak dolar melemah.

Nah ekonomi amerika lama-lama jadi baik karena dolar melemah kemudian, nah kalau dolar murah ekonomi Amerika membaik kenapa? Karena ongkos produksi jadi murah. Dengan dolar yang makin murah dan produksi membaik, akibatnya employment tercipta, tercipta lapangan pekerjaan. Nah itu terjadi terus sampai sekarang, ekonomi Amerika membaik.

Dampak dari ekonomi Amerika membaik adalah pemerintah Amerika menghentikan cetak uang karena dianggap kebijakan itu sudah sukses. Lalu Amerika berinisiatif untuk menarik kembali uang itu caranya adalah dengan berencana menaikkan suku bunga, The Fed. Itu karena amerika merasa kebijakannya sudah cukup sukses, sekarang waktunya untuk mengoreksi.

Suku bunga mau dinaikkan karena suku bunga sekarang itu rendah sekali di Amerika, 0,25 persen. Mau dinaikkan menjadi 0,5 persen supaya uang itu nggak mengalir ke sana kemari. Akibatnya terjadi aktivitas spekulasi, orang itu membuat, orang-orang kaya itu memperlakukan dolar likuiditas itu sebagai barang spekulasi, itu bahaya. Tapi belum sempat amerika mengoreksi itu sekarang sudah terjadi.

Jadi kalau menurut saya sekarang ini dolar sudah liar ke sana kemari. Orang kaya sudah miliki dolar, ang celaka kita. Sekarang ini menurut saya, dulu yang mencari dolar itu pengusaha, mau bayar utang, importer. Nah sekarang tidak, orang biasa juga mau beli dolar karena melihat dolar adalah alat untuk investasi. Alat untuk menyelamatkan kekayaan.

Jadi kita ini sudah masuk pada wilayah itu tanpa bisa kita control. Jadi sebenarnya yang salah itu Amerika sebetulnya. Tapi juga ekonom juga tidak mengingatkan waktu itu, karena nggak sadar yang sudah dilakukan itu nanti dampaknya apa. Kita tahunya ya kuantatitatif fishing. Kuantitatif fishing adalah cetak uang, nanti dolar melemah Amerika ekonomi membaik.

Jadi Amerika juga bingung, jadi mau panggil pulang dolar itu dikendalikan. Akibatnya sekarang dolar itu terlalu kuat. Amerika juga nggak suka, hanya kenaikan suku bunga itu belum terjadi, ditunda – tunda terus. Karena kalau sampai itu dinaikkan suku bunganya dolarnya semakin kuat lagi.

Nah yang terkena masalah sekarang ini kita. Yang paling parah sekarang itu ada Indonesia, Brazil dan Malaysia. Masing – masing negara itu punya masalah sendiri. Indonesia terkena dampak karena struktur ekonominya jelek. Lebih banyak ke arah primary product. Eksport kita kebanyakan bangsanya batubara, kelapa sawit, dan timah yang harganya jatuh semua. Kenapa harganya jatuh? Karena harga minyak jatuh dan suplay berlebihan.

Pemerintahan Joko Widodo sudah mengeluarkan 2 kali kebijakan ekonomi. Seberapa jauh kebijakan itu berpengaruh ke perbaikan ekonomi?

Jokowi tidak salah. ‘Obat’ itu sudah untuk jangka panjang. Karena yang jangka pendek itu nggak ada. Karena kita sakitnya struktural. Ini ibaratnya, Anda sakit kanker minta obat yang seminggu sembuh, obat kanker itu semuanya memerlukan waktu.

Obat yang jangka pendek untuk perbaiki ekonomi itu hampir nggak ada. Kecuali kalau kita negara besar, punya cadangan devisa yang besar 300 miliar dolar AS. Tapi kan cadangan devisa kita malah tinggal 100 miliar dolar AS.

Memang sekarang ini kita harus berusaha meyakinkan investor untuk datang ke Indonesia. Tapi semuanya itu perlu waktu. Termasuk kemarin Pak Jokowi pergi ke Timur Tengah, dengan harapan mereka menaruh dana ke Indonesia. Tapi mana? Dan tidak ada pengalaman kita Timur Tengah itu kirim uang banyak ke Indonesia, itu nggak ada. Ya maaf itu agak sia – sia.

Jadi kita membanyangkan punya banyak kesamaan, kita kirim haji banyak, umroh banyak, muslim terbesar di dunia, terus mereka kirim uang. Ternyata nggak seperti itu, mereka juga punya problem harga minyak dari 100 dolar AS perbarrel ke 40 dolar AS perbarrel. Indonesia maunya dalam jangka pendek tiba – tiba ada modal datang brek, terus rupiah menguat.

Dulu kan pasar melihatnya cadangan devisa naik, duitnya dari mana? Nggak bisa, satu – satunya yang bisa membuat rupiah menguat, kalau kita bisa surplus perdagangannya membesar. Itu nggak mungkin dalam waktu pendek. Tiba-tiba ekspornya naik terus impornya turun terus, surplusnya meningkat. Itu kan nggak bisa. Jadi menurut saya ya memang solusinya pelan-pelan.

Sementara solusi yang di paket-paket kebijakan ekonomi itu sifatnya memperbaiki struktur ekonomi. Perbaikan struktur itu perlu waktu. Investor masuk perlu waktu, nggak seketika masuk banyak, terus kita menguat itu nggak bisa.

Tapi apa jangka pendek yang bisa memperbaiki ekonomi ini?

Tidak ada. Saya sudah 2 kali ketemu Pak Jokowi dan berdiskusi. Saya tidak menganggap solusi saya itu manjur dalam jangka pendek. Kalau dulu itu solusinya bagaimana cadangan devisa secepatmnya diisi. Caranya bisa dengan berutang. Bisa dengan IMF datang. Sekarang itu pasar lebih cerdas. Sekarang itu apa saja sudah bisa jadi gosip atau rumor. Misalnya amerika mau menaikkan suku bunga, baru mau saja dolar sudah menguat. Jadi sekarang semuanya serba ditabrak karena pengetahuan investor sudah sangat canggih dengan teknologi. Semua serba real time.

Apakah paket kebijakan pemerintah sudah baik?

Sudah tepat dan perlu dilanjutkan. Tapi saya khawatir itu hanya kebijakan saja, sementara di level operasional nggak jalan. Misalnya perijinan visa, itu harus jelas missal bebas visa. Tapi saya dengar kebetulan saya sudah dengar bebas visa yang ke Jepang itu sudah cukup efektif karena mulai makin banyak turis, ternyata itu cukup berhasil. Apalagi bagi negara-negara tertentu itu keinginan untuk ke Indonesia itu besar.

Sekarang kebijakan itu perlu mengawal implementasinya. Kalau istilahnya Pak jokowi, saya senang sekali dia menggunakan istilah jangan sampai pembangunan infrastruktur itu hanya sampai di level pemasangan tiang dan pemotongan pita. Setelah itu selesai, maka nya itu beliau sadari betul. Kan kita ekonom sudah diundang dua kali ya dengan beliau, kemarin makan siang 2 minggu yang lalu.

Belum lama Menteri Keuangan yakin pelemahan ekonomi ini berakhir di 2016. Anda sepakat?

Aduh ini susah ya, kalau Pak Menteri Keuangan memang harus begitu, harus memberikan optimisme. Tapi siapa pun nggak bisa meramal dengan baik. Karena tarik ulur antara The Fed dengan negara-negara lain akan terus terjadi. Sampai kapan? Saya juga tidak bisa meramal, saya tidak bisa meramal 2016 akan berakhir.

Kepentingan Eropa ingin euro-nya lemah, yen juga ingin lemah. Karena mereka ingin mendorong ekonominya. Yuan Cina juga nah inilah yang namanya Currence wars atau perang mata uang, semua mata uang dunia ingin mata uangnya lemah supaya ekspornya naik.

Mungkin pertanyaan Anda sekarang, loh kenapa rupiah Indonesia lemah kok malah susah? Jawabannya simple, karena Indonesia tidak punya barang ekspor manufaktur yang kompetitif dan Indonesia punya banyak hutang luar negeri yang harus dibayar kembali dalam waktu singkat. Sehingga kalau dolarnya menguat rupiahnya melemah bayarnya semakin berat.

Kedua kelemahan industri kita adalah sensitif terhadap impor. Banyak orang kaya yang makin kaya justru membeli barang impor. Kalau bisa, ke depannya orang yang semakin kaya bisa membeli produk lokal. Ini yang sedang dibenahi jokowi dengan paket-paket yang diregulasi.

Berarti kemungkinan pelemahan ekonomi ini masih berlangsung lama?

Iya, tapi pemerintah mulai keliatan kerjanya, saya kira akan tetap akan kembali.

Saya punya dua hepotesis, pertama dolar menguat rupiah melemah itu tetap ada. Nggak mungkin batasnya tidak ada, pasti ada batasnya. Pada titik tertentu, orang tetap akan sadar bahwa itu bukan rupiah yang sesungguhnya. Pasti akan ada rebont, cuma saya nggak berani meramal berapa rebont nya.

Barangkali kita nggak akan sampai Rp17.000 perdolar AS. Barangkali Rp15.000. Jadi betul – betul tidak masuk akal. Tapi memang sekarang ini susah untuk mengerem kegiatan spekulasi itu.

Saya kira 2016 belum membaik. Kalau kita bicara teknis ekonomi, saya punya itung – itungan sederhana. Proyeksi terakhir ekonomi Amerika tahun 2016 itu ternyata nggak jadi 3 persen tapi dikoreksi jadi 2,5 persen jadi artinya tahun depan kan tidak terlalu optimis.

China yang harapannya pertumbuhannya itu kalau pun di bawah 7 persen itu masih 6,9 persen ternyata juga nggak terkoreksi jadi 6,5 perse. Bahkan ada yang memproyeksinkan 6,3 per en tahun depan.

Nah jadi kalau tahun depan semuanya terkoreksi apalagi Indonesia, jadi tahun ini Indonesia paling – paling tumbuh 4,8 sampai 4,9 persen. Tahun depan itu menurut saya juga akan sekitar itu.

Bank Indonesia juga mengeluarkan 5 kebijakan makro. Seoptimis apa Anda dengan paket itu?

Kadang – kadang sekarang itu jadi bingung wilayahnya BI atau tidak. Saya sendiri sebetulnya juga nggak begitu hafal. Tapi yang di ekonomi bisa cepat itu biasanya suku bunga. Celakanya suku bunga nggak bisa diapa-apakan sekarang ini. Kalau Bank Indonesia ingin membantu rupiah itu yang harus dilakukan adalah naikkan suku bunga. Sekarang 7,5 BI rate. Itu kalau mau bantu rupiah naikkan 8 persen. Tapi itu tidak dilakukan karena kalau dinaikkan ke 8 persen akan membebani sektor perbankan untuk meberikan ekspansi kredit. Kredit jadi mahal.

BI menahan suku bunga sudah tepat?

Karena tidak ada pilihan, istilah lainnya stuck in the middle. Sampai kapan ini bisa bertahan? Ya nggak bisa, nanti nunggu keadaan. Sektor real itu bagaimana? Confidennya? Bagaimana NPL-nya?

Sampai saat ini bagaimana performa bank di tengah pelemahan rupiah. Sebab ada pendapat, bank syariah paling kuat terhadap dampak. Menurut Anda?

Nggak juga. Saya kan komisaris di Bank Permata, saya juga mengamati perkembangan bank syariah, bank syariah juga menurun, sama saja. Apakah sistem syariah itu akan lebih tahan hadapi krisis? Nggak ada yang bisa jawab, bukan nggak bisa.K arena sistemnya sama sebetulnya, tapiistilahnya saja beda.

Semua bank kena, relatif belum jauh, non performing loan itu data terakhirnya 2,6 persen itu masih di bawah toleransi 5 persen. Tapi kelihatannya tapi kelihatannya akhir tahun itu bakal 3 persen. Saya sudah cermati data hampir semua bank kena pemburukan kolektibilitas. Jadi artinya kemampuan membayar kembalinya makin berat meskipun belum seburuk tahun 98.

Kemarin Hero sudah menutup puluhan outlet. Apapun alasannya ini indikasinya Karena hero itu kan consumer good. Selama ini consumer good kan nggak kena, yang kena kan property, mobil karena itu kan barang – barang yang bisa ditunda pembeliannya. Ketika ada krisis, saya gak jadi beli mobil kan nggak papa. Tapi consumer good kan nggak, mau krisis mau nggak kan Anda tetap minum kopi, minum teh, susu, ngerokok. Saat lebaran terjadi penurunan penjualan consumer good itu tanda-tanda. Karena dari perusahannya dapat gaji ke-13 atau THR, sekarang nggak, itu tanda – tanda. Artinya memang sudah terjadi pelambatan yang sudah cukup signifikan.

Sistem ekonomi Indonesia ini paling beda dengan negara-negara lain. Bukan liberal atau pun bukan sosialis, tapi sistem demokrasi ekonomi. Sistem ini tak ada di negara manapun. Menurut Anda, bagaimana jika sistem ini diganti saja?

Sebenarnya sistem itu sekarang sudah nggak penting. Orang sudah nggak peduli itu terutama setelah china, yang jelas-jelas dari sosialis komunis central plan itu berubah menjadi liberal. Meskipun mereka nggak pernah memberi nama liberal.

Cina itu nggak pernah berfikir saya ini komunis, sosialis atau liberal. Mereka yang penting apa yang mereka lakukan itu bisa member makan rakyat yang 1,3 miliar orang. Ternyata yang membuat Cina hebat itu investasi asing.

Jadi apa yang salah dengan pondasi ekonomi Indonesia?

Kita itu terlalu terbuai pada kelimpah ruahan sumber daya alam. Ternyata sumber daya alam ya pas tahun 2008-2009 kita pesta. Sekarang terkoreksi ketika sumber daya itu bisa diperoleh secara mudah oleh Amerika.

Kita harus mengubah struktur, mengubahnya ya nggak gampang karena itu mengubah kebiasaan kita dari yang duduk manis nunggu orang ngebor dapat. Hasil tambang atau kelapa sawit, sekarang harus berfikir bahwa SDM harus bagus harus kreatif untuk meningkatkan nilai di industri manufaktur.

Hal kekinian apa yang bisa mengangkat Indonesia dari krisis?

Nggak ada!

Biografi singkat

Anthonius Tony Prasetiantono merupakan dosen senior di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Dia juga menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik kampus yang sama sejak tahun 2009. Sebagai praktisi, Tony pernah duduk di posisi penting di dunia perbankan. Di antaranya Komisaris Independen di PT Bank Mandiri, Komisaris Utama pada PT BPR Bhakti Daya Ekonomi, Chief Economist di PT Bank Negara Indonesia, dan anggota Komite Informasi pada Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

Tony meraih gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Master of Science dari University of Pennsylvania, Philadelphia, dan Ph.D dari Australian National University, Canberra, Australia.

(Wita Ayodhyaputri)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI