Tony Prasetiantono: Tak Mudah Ubah Struktur Ekonomi Indonesia

Senin, 28 September 2015 | 07:00 WIB
Tony Prasetiantono: Tak Mudah Ubah Struktur Ekonomi Indonesia
Ekonom Tony Prasetiantono, Senin (27/9/2019). (suara.com/Wita Ayodhyaputri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Apakah paket kebijakan pemerintah sudah baik?

Sudah tepat dan perlu dilanjutkan. Tapi saya khawatir itu hanya kebijakan saja, sementara di level operasional nggak jalan. Misalnya perijinan visa, itu harus jelas missal bebas visa. Tapi saya dengar kebetulan saya sudah dengar bebas visa yang ke Jepang itu sudah cukup efektif karena mulai makin banyak turis, ternyata itu cukup berhasil. Apalagi bagi negara-negara tertentu itu keinginan untuk ke Indonesia itu besar.

Sekarang kebijakan itu perlu mengawal implementasinya. Kalau istilahnya Pak jokowi, saya senang sekali dia menggunakan istilah jangan sampai pembangunan infrastruktur itu hanya sampai di level pemasangan tiang dan pemotongan pita. Setelah itu selesai, maka nya itu beliau sadari betul. Kan kita ekonom sudah diundang dua kali ya dengan beliau, kemarin makan siang 2 minggu yang lalu.

Belum lama Menteri Keuangan yakin pelemahan ekonomi ini berakhir di 2016. Anda sepakat?

Aduh ini susah ya, kalau Pak Menteri Keuangan memang harus begitu, harus memberikan optimisme. Tapi siapa pun nggak bisa meramal dengan baik. Karena tarik ulur antara The Fed dengan negara-negara lain akan terus terjadi. Sampai kapan? Saya juga tidak bisa meramal, saya tidak bisa meramal 2016 akan berakhir.

Kepentingan Eropa ingin euro-nya lemah, yen juga ingin lemah. Karena mereka ingin mendorong ekonominya. Yuan Cina juga nah inilah yang namanya Currence wars atau perang mata uang, semua mata uang dunia ingin mata uangnya lemah supaya ekspornya naik.

Mungkin pertanyaan Anda sekarang, loh kenapa rupiah Indonesia lemah kok malah susah? Jawabannya simple, karena Indonesia tidak punya barang ekspor manufaktur yang kompetitif dan Indonesia punya banyak hutang luar negeri yang harus dibayar kembali dalam waktu singkat. Sehingga kalau dolarnya menguat rupiahnya melemah bayarnya semakin berat.

Kedua kelemahan industri kita adalah sensitif terhadap impor. Banyak orang kaya yang makin kaya justru membeli barang impor. Kalau bisa, ke depannya orang yang semakin kaya bisa membeli produk lokal. Ini yang sedang dibenahi jokowi dengan paket-paket yang diregulasi.

Berarti kemungkinan pelemahan ekonomi ini masih berlangsung lama?

Iya, tapi pemerintah mulai keliatan kerjanya, saya kira akan tetap akan kembali.

Saya punya dua hepotesis, pertama dolar menguat rupiah melemah itu tetap ada. Nggak mungkin batasnya tidak ada, pasti ada batasnya. Pada titik tertentu, orang tetap akan sadar bahwa itu bukan rupiah yang sesungguhnya. Pasti akan ada rebont, cuma saya nggak berani meramal berapa rebont nya.

Barangkali kita nggak akan sampai Rp17.000 perdolar AS. Barangkali Rp15.000. Jadi betul – betul tidak masuk akal. Tapi memang sekarang ini susah untuk mengerem kegiatan spekulasi itu.

Saya kira 2016 belum membaik. Kalau kita bicara teknis ekonomi, saya punya itung – itungan sederhana. Proyeksi terakhir ekonomi Amerika tahun 2016 itu ternyata nggak jadi 3 persen tapi dikoreksi jadi 2,5 persen jadi artinya tahun depan kan tidak terlalu optimis.

China yang harapannya pertumbuhannya itu kalau pun di bawah 7 persen itu masih 6,9 persen ternyata juga nggak terkoreksi jadi 6,5 perse. Bahkan ada yang memproyeksinkan 6,3 per en tahun depan.

Nah jadi kalau tahun depan semuanya terkoreksi apalagi Indonesia, jadi tahun ini Indonesia paling – paling tumbuh 4,8 sampai 4,9 persen. Tahun depan itu menurut saya juga akan sekitar itu.

Bank Indonesia juga mengeluarkan 5 kebijakan makro. Seoptimis apa Anda dengan paket itu?

Kadang – kadang sekarang itu jadi bingung wilayahnya BI atau tidak. Saya sendiri sebetulnya juga nggak begitu hafal. Tapi yang di ekonomi bisa cepat itu biasanya suku bunga. Celakanya suku bunga nggak bisa diapa-apakan sekarang ini. Kalau Bank Indonesia ingin membantu rupiah itu yang harus dilakukan adalah naikkan suku bunga. Sekarang 7,5 BI rate. Itu kalau mau bantu rupiah naikkan 8 persen. Tapi itu tidak dilakukan karena kalau dinaikkan ke 8 persen akan membebani sektor perbankan untuk meberikan ekspansi kredit. Kredit jadi mahal.

BI menahan suku bunga sudah tepat?

Karena tidak ada pilihan, istilah lainnya stuck in the middle. Sampai kapan ini bisa bertahan? Ya nggak bisa, nanti nunggu keadaan. Sektor real itu bagaimana? Confidennya? Bagaimana NPL-nya?

Sampai saat ini bagaimana performa bank di tengah pelemahan rupiah. Sebab ada pendapat, bank syariah paling kuat terhadap dampak. Menurut Anda?

Nggak juga. Saya kan komisaris di Bank Permata, saya juga mengamati perkembangan bank syariah, bank syariah juga menurun, sama saja. Apakah sistem syariah itu akan lebih tahan hadapi krisis? Nggak ada yang bisa jawab, bukan nggak bisa.K arena sistemnya sama sebetulnya, tapiistilahnya saja beda.

Semua bank kena, relatif belum jauh, non performing loan itu data terakhirnya 2,6 persen itu masih di bawah toleransi 5 persen. Tapi kelihatannya tapi kelihatannya akhir tahun itu bakal 3 persen. Saya sudah cermati data hampir semua bank kena pemburukan kolektibilitas. Jadi artinya kemampuan membayar kembalinya makin berat meskipun belum seburuk tahun 98.

Kemarin Hero sudah menutup puluhan outlet. Apapun alasannya ini indikasinya Karena hero itu kan consumer good. Selama ini consumer good kan nggak kena, yang kena kan property, mobil karena itu kan barang – barang yang bisa ditunda pembeliannya. Ketika ada krisis, saya gak jadi beli mobil kan nggak papa. Tapi consumer good kan nggak, mau krisis mau nggak kan Anda tetap minum kopi, minum teh, susu, ngerokok. Saat lebaran terjadi penurunan penjualan consumer good itu tanda-tanda. Karena dari perusahannya dapat gaji ke-13 atau THR, sekarang nggak, itu tanda – tanda. Artinya memang sudah terjadi pelambatan yang sudah cukup signifikan.

Sistem ekonomi Indonesia ini paling beda dengan negara-negara lain. Bukan liberal atau pun bukan sosialis, tapi sistem demokrasi ekonomi. Sistem ini tak ada di negara manapun. Menurut Anda, bagaimana jika sistem ini diganti saja?

Sebenarnya sistem itu sekarang sudah nggak penting. Orang sudah nggak peduli itu terutama setelah china, yang jelas-jelas dari sosialis komunis central plan itu berubah menjadi liberal. Meskipun mereka nggak pernah memberi nama liberal.

Cina itu nggak pernah berfikir saya ini komunis, sosialis atau liberal. Mereka yang penting apa yang mereka lakukan itu bisa member makan rakyat yang 1,3 miliar orang. Ternyata yang membuat Cina hebat itu investasi asing.

Jadi apa yang salah dengan pondasi ekonomi Indonesia?

Kita itu terlalu terbuai pada kelimpah ruahan sumber daya alam. Ternyata sumber daya alam ya pas tahun 2008-2009 kita pesta. Sekarang terkoreksi ketika sumber daya itu bisa diperoleh secara mudah oleh Amerika.

Kita harus mengubah struktur, mengubahnya ya nggak gampang karena itu mengubah kebiasaan kita dari yang duduk manis nunggu orang ngebor dapat. Hasil tambang atau kelapa sawit, sekarang harus berfikir bahwa SDM harus bagus harus kreatif untuk meningkatkan nilai di industri manufaktur.

Hal kekinian apa yang bisa mengangkat Indonesia dari krisis?

Nggak ada!

Biografi singkat

Anthonius Tony Prasetiantono merupakan dosen senior di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Dia juga menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik kampus yang sama sejak tahun 2009. Sebagai praktisi, Tony pernah duduk di posisi penting di dunia perbankan. Di antaranya Komisaris Independen di PT Bank Mandiri, Komisaris Utama pada PT BPR Bhakti Daya Ekonomi, Chief Economist di PT Bank Negara Indonesia, dan anggota Komite Informasi pada Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

Tony meraih gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Master of Science dari University of Pennsylvania, Philadelphia, dan Ph.D dari Australian National University, Canberra, Australia.

(Wita Ayodhyaputri)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI