Kaharuddin Djenod: Bangun Poros Maritim dari Laut, Bukan Darat

Senin, 31 Agustus 2015 | 07:00 WIB
Kaharuddin Djenod: Bangun Poros Maritim dari Laut, Bukan Darat
Kaharuddin Djenod. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Perusahaan Anda sudah 10 tahun berjalan, bagaimana perkembangannya?

Sampai saat ini saya mempunyai ada 60 orang desainer. Pekerjaan masih didominasi pekerjaan dari Jepang. Sementara pekerjaan dari dalam negeri naik turun. Fluktuatif itu karena kondisi perekonomian Indonesia dan bisnis perkapalan yang masih kecil.

Bagaimana pandangan Anda soal industri perkapalan di Indonesia saat ini?

Kita masih banyak kekurangan. Pertama, peraturan pemerintah yang tidak berpihak kepada industri galangan kapal. Salah satunya soal pajak. Kalau kita membeli kapal jadi dari luar negeri tidak dikenakan pajak atau bebas bea masuk. Tapi ketika kita membangun kapal di galangan dalam negeri, dan ketika kita membeli suku cadang dari luar negeri atau dalam negeri, kita kena pajak. Banyak pajak. Dari situ aja kita sudah tidak bisa bersaing dengan galangan luar. Jadi harga kapal yang dibuat di Indonesia itu 15 persen lebih mahal.

Karena seperti itu akhirnya perusahaan pelayaran kapal banyak membeli kapal dari luar. Jadi di Indonesia ada 200 galangan kapal, itu boleh dikatakan 90 persen lebih hidup dari matenance kapal. Yang membangun kapal baru, kebanyakan dari proyek-proyek pemerintah.

Baik dari AL, Dephub, Pertamina, Basarnas. Secara pasar hanya terbatas. Pasar swasta itu hanya membangun kapal-kapal kecil saja. Kalau saya sebut hanya membangun kapal generik. Ibarat kata, itu kapal standar dan murah. Tanker-tanker, orang banyak memesan dari Malaysia.

Makanya banyak dilema di Indonesia, ketika di negara lain melihat industi kelautan itu industri prioritas. Maka menjadi perangkat hukum melindungi industri galangan kapal, di Indonesia? Tidak.

kita masih melihat industri maritim itu masih sama kayak industri-industri daratan.

Apa yang membuat pengembangan industri ini harus diperlakukan berbeda?

Bayangkan di industri kapal melibatkan 800 ribu pekerja. Berapa ratus perusahaan pendukung? Kedua efek dari kemandirian teknologi kita. Kalau galangan kapal kita bisa berdayakan, maka namanya galangan kapal itu untuk membangun teknologi dengan infrastruktur besar, itu sudah keahliannya.

Sejak awal kampanye, 'poros maritim' digaungkan oleh Presiden Joko Widodo. Apakah Anda optimis Indonesia bakal jadi poros maritim dunia?

Dengan dicanangkan poros maritim kita, itu sudah menjadi kemajuan besar. Meski baru rencana. Paling tidak di sini mulai mengubah mindset kita yang tadinya diarahkan bahwa kita negara agrariis. Padahal kita negera maritim.

Kedua, untuk merealisasikan untuk menjadi satu poros maritim dunia. Secara natural itu memerlukan waktu lama, 25 tahun ke depan. Termasuk bangun infrastruktur. Saya tidak terlalu mengharapkan dalam masa jabatan 5 tahun ini Pak Jokowi bisa menyelesaikan sekian banyak, itu harapan terlalu tinggi. Jangan berharap terlalu banyak dengan itu.

Apa solusi paling cepat untuk menuju ke 'poros maritim'?

Dalam 1 tahun pemerintahan Jokowi, akhirnya fokusnya tidak lagi ke sana. Ada lagi muncul konsentrasi program lagi, jadi tidak lagi fokus jadi negara maritim. Kalau pun ada gerakan ke arah sana, itu gerakan parsial. Kalau mau membangun harus dari SDM, teknologi, dan infrastruktur. Tiga ini saja yang justru yang digembor-gemborkan akan dibangun itu justru di infrastrukturnya.

Tapi infrastruktur yang dibangun bukan untuk kemanndirian kita. Uangnya dari utang. Seharusnya membangun dari galangan kapal, ini justru membangun pelabuhan dulu. Itu diambil dari utang semua.

Langkah-langkah yang diambil ini mengkhawatirkan, kita mengeluarkan cost pada elemen yang belum perlu. Kita masih mengoptimalkan yang ada justru pada kapal. Kapal-kapan yang sudah ada sekarang ini kalau ingin perawatan rutin harus antre 2-3 bulan di galangan kapal. Galangan kapal kita belum mencukupi. Itu dari sisi kemampuan galangan kapal menerima sekian banyak kapal itu.

Yang diawali dari poros maritim ini, membuat infrastruktur yang menuju pada kemandirian. Yaitu galangan kapal, bagaimana kita kebutuhan kapal yang banyak itu harus mandiri. Sementara pelabuhan, cukup mengembangkan yang sudah ada dan menambahkan titik yang belum ada. Kalau sekrang itu gede-gedean. Penempatan prioritas ini yang belum tepat.

Anda ingin membuat kapal selam?

Itu sebenarnya satu desakan atau tantangan, ada beberapa target yang ingin saya sampaikan. Kalau itu disebut sebagai tantangan, saya menantang, tak masalah lah. Target saya, bagaimana bisa membuat kemandirian infrastruktur di galangan kapal. Makanya perlu ada percepatan.

Kalau kita mulai dari galangan kapal dan bisa membuat kapal, bagus lah. Tapi harus ada percepatan kemampuan agar percaya diri kita itu ada. Sehingga kita harus memproduksi 1 produk yang membuat kita menjadi percaya diri dan menjadi negara yang kuat.

Kapal selam itu adalah produk alutsista yang menunjukkan level ketinggian suatu negara. Dari sisi
jumlah sparepart, jumlah dari kapal selam itu paling kompleks. Negara luar pun itu tetap akan
melihat bagaimana kekuatan pertahanan melihatnya produk simbol, produk apa saja yang akan dibuat.
Ini seperti Korea Utara, mereka bisa membuat kapal induk yang kecil-kecil.

Menujukkan Pertahanan nasional bukan karena jumlah alutsista yang kita miliki, karena semua beli dari negara lain. Makanya yang harus dipercepat, menghasilkan 1 produk, yaitu kapal selam. Kalau bisa bangun ini, Indonesia dianggap 'mengerikan'.

Kapal ini akan dibuat sepanjang 30 meter. Karena sebagian besar lautan kita adalah lautan dangkal. Ukuran ini paling pas. Ketika sudah bangun yang 30 meter, maka bisa membangun yang lebih besar. Desainnya sudah saya buat sejak 4 tahun lalu. Desain itu sulit dibuat. Sulit semuanya.

Pembuatan kapal selam ini membutuhkan dana Rp200 miliar.

Profil Kaharuddin

Dr Kaharuddin Djenod M Eng merupakan pakar arsitektur perkapalan Dia pernah meraih penghargaan 'Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award' tahun 2011 karena prestasinya membangun perusahaan desain perkapalan pertama di Indonesia. Dia adalah CEO Terafulk Megantara Design.

Rata-rata order desain kapal Terafulk ini mencapai 25-30 unit per tahun yang pesanannya berasal dari beberapa galangan terkemuka di Jepang seperti Shin Kurushima Dockyard, Mitsubishi Kobe Heavy Industry dan Sasebo Shipyard.

Selain Terafulk, Kahar juga mendirikan anak perusahaan Terafulk Global Biz pada 2007 yang bergerak di bidang Shipbrokerage dan general trading. Dia juga mendirikan PT Terafulk Multimedia yang bergerak di industri multimedia.

Beberapa perusahaan yang dia dirikan di antaranya Tunas Terafulk Lines, PT Terafulk Hydrocraft Indonesia. Omzet usahanya mencapai ratusan miliar sampai triliunan. Sehingga Indonesia-Jepang bukanlah jarak jauh. Dia bisa sebulan dua kali bolak bali Indonesia-Jepang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI