Setelah Anda kembali pulang, berapa yang dibawa?
Saya nggak bawa uang banyak, cuma terkumpul Rp12 juta kurang. Karena itu terpotong untuk keperluan adik yang sakit dan menggadai sawah Rp4 jutaan. Lalu beli oleh-oleh untuk orang kampung. Setelah itu saya daftar kuliah di Universitas Tirtayasa, Banten.
Uang Rp12 juta untuk 8 semester kuliah, apakah cukup?
Nggak. Saya setelah itu kerja di Pizza Hut di Bonakarta, Cilegon. Saya melamar, dan langsung diterima. Karena saat itu saya berhasil melayani 12 orang Arab Saudi yang mengunjungi gerai. Mereka nggak bisa Bahasa Inggris. Saya bisa bicara Arab Saudi. Setelah itu saya langsung diterima bekerja, tanpa tes apapun. Sebulan bekerja saya diangkat jadi karyawan tetap.
Sulit kuliah sambil bekerja, terlebih jadwalnya tidak cocok. Akhirnya saya meminta jadwal kerja malam. Karena kuliah pagi. Tadinya nggak dikasih, tapi saya merayu manajer.
Saat itu waktu untuk belajar susah. Kerjanya nyapu, ngepel, beres-beres. Sementara target lulus 3,5 tahun. Makanya saya sudah belajar di toilet. Toiletnya suka saya tuliskan “toilet dalam perbaikan”. Makanya saya suka dipanggil sarjana toilet.
Anda mengambil Fakultas Hukum, sementara saat itu tengah popular dan sangat dibutuhkan sarjana ekonomi. Mengapa?
Saya ini perempuan, kalau saya berumah tangga. Saya harus bisa fleksibel. Bisa jadi advokat atau notaris. Bisa sambil urus anak. Masih bisa bantu keluarga, bantu adik kuliah. Nggak muluk-muluk. Saya tahu diri, saya orang miskin.
Selesai kuliah, saya ambil pendidikan advokat di Peradi pertama kali di tahun 2005. Saya ikut tes yang di Bandung. Dari Banten ada 32 orang yang ikut, tapi yang lulus cuma 3. Termasuk saya dan 2 pejabat PT Krakatau Steel.
Lalu ada penerimaan PNS saat itu, saya ikut dan diterima jadi PNS dosen di Universitas Untirta. Saat itu kampus membutuhkan banyak dosen. Tahun 2011 saya jadi PNS dan meninggalkan advokat.
Saya jadi dosen, dan mendapatkan beasiswa ilmu hukum S2 di Universitas Jayabaya. Sekarang saya tengah menempuh pendidikan doctor hukum di Universitas Pajajaran Bandung. Tahun ini target selesai, karena pendidikan sudah lama sejak 2012. Orang tidak bisa dilarang jadi TKI. Tapi saya ingin katakana jika pendidikan TKI rendah, dia akan terus berpikir jadi TKI.
Sampai mana target pendidikan Anda?
Saya ingin jadi guru besar. Bukan karena sombongan. Karena selama ini orang selalu mendeskriditkan TKI yang dilabel nagatif, kurang pendidikan dan sebagainya. Saya ingin membuktikan TKI bisa sekolah sampai jadi guru besar. Kalau sudah ada contohnya, nggak ada orang yang menghina.
Anda sejak awal minat kuliah dan sadar tak ingin jadi TKI selamanya. Tapi tak banyak TKI berpikir seperti itu. Bagaimana menumbuhkan minat TKI seperti Anda?
Iya, nggak ada TKI yang mau sekolah tinggi. Tapi ini harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Kalau orang berilmu itu, dunia di genggaman kita. Derajatnya akan diinaikkan.
Jangan berpikir, banyak orang yang tidak sekolah sukses. Ada sih, tapi berapa orang? Dibandingkan dia sekolah lalu sukses. Kalau orang yang sekolah, lebih terlihat pendidikan. Tapi memang tidak mudah menumbuhkan niat untuk sekolah. Tapi paling tidak asah kemampuan. Misal khusus bahasa inggris, nanti akan dapat sertifikat. Nah itu yang akan menjadi bukti kemampuan TKI nanti.
Sebagai motivator yang sering diundang oleh balai pelatihan TKI, Anda banyak menemukan calon TKI. Seberapa banyak TKI sadar akan masa depan mereka?
Agak kurang. Jangankan niat. Mereka kebanyakan tidak apa-apa soal aturan. Misal mempunyai rekening untuk gaji. Selama 17 tahun saya sudah tak jadi TKI, kok masih ada aja yah yang kayak begitu. Mereka tidak punya tujuan mengelola gaji selama kerja. Biasanya mereka kirim-kirim saja uang itu ke keluarga. Padahal itu bahaya, uang akan habis di tangan keluarga, pasti itu. Tidak akan bisa ditabung.
Apa yang sudah Anda lakukan untuk membela hak-hak TKI?
Saya konsen ke isu perempuan dan perdagangan manusia di kajian hukum. Saya meneliti tentang itu. Hasilnya tak jauh beda dari data yang dikelurkan berbagai pihak. Kondisi TKI sangat memprihatinkan. Sebab sejak awal kebanyakan mereka tidak mengerti dan tidak sadar hukum. Dokumen banyak dipalsukan, mereka tak punya keahlian, sampai akhirnya terjadi kekerasan. Korbannya? TKI yang kebanyakan perempuan.
Untuk yang sudah tidak jadi TKI, saya dirikan komunitas. Komunitas mantan TKI yang membuat beberapa usaha dan ingin mandiri. Mereka menjual produk tertentu, budidaya rumput laut. Permodalan dibantu SKPD Provinsi Banten. Mereka juga dilatih oleh pemerintah. Kita juga berikan pelatihan paralegal. Agar tahu sisi hukum dan pembelaan saat bermasalah menjadi TKI. Minimal mereka tahu pengurusan dokumen yang benar.
Tapi ini belum berhasil sepenuhnya, kebanyakan mereka maunya instan aja. Ingin dapat uang besar dalam waktu singkat. Sementara TKI itu bisa kirimkan uang jutaan tiap bulan.
Sejauhmana keberhasilan komunitas Anda untuk ‘mencegah’ mantan TKI kembali menjadi TKI?
Kecil, karena kita saingan sama calo. Sudah ada yang niat dagang, tapi nanti ada calo TKI yang bujuk untuk kembali berangkat. Sekarang gaji TKI rata-rata Rp7 juta sebulan. Sementara jika mereka di Indonesia, tidak ada lapangan kerja karena pendidikan rendah. Kalau pun kerja kebanyakan harus menyogok untuk bisa diterima dipabrik misalnya.
Sebenarnya seberapa jauh mereka bisa merencanakan masa depan, tu bisa dipetakan. Saat pembekalan dilihat, mana yang sudah punya planning mana yang tidak. Kalau yang sudah, kemungkinan mereka tidak akan lama menjadi TKI.
Sekarang di desa tempat tinggal saya, banyak orang-orang yang lama jadi TKI, paling 2 sampai 4 tahun. Mereka sadar kalau terus-terusan jadi TKI nggak begitu baik untuk masa depan. Mereka sudah mulai berinvestasi pendidikan, bulan lagi uang. Mereka melihat saya, yang dinilai berhasil dari sisi materi karena sekolah. Mereka juga banyak yang meneruskan sekolah. Tapi tidak begitu banyak sih.
Aktivis buruh migrant banyak yang memberikan saran untuk menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri. Terutama negara Timur Tengah. Anda setuju?
Sepakat, terutama kaum perempuan karena risikonya lebih berat. Ada anggapan perempuan itu tiangnya negara. Kalau mereka goyah, negaranya roboh. Di mana robohnya? Banyak perempuan jadi TKI yang tidak punya planning matang. Misal, saat gadis jadi TKI. Tujuaannya ingin membangun rumah untuk orangtuanya. Mereka harus 6 tahun jadi TKI untuk wujudkan itu.
Artinya 6 tahun kerugiannya, sementara usia terus bertambah. Itu baru rumahnya aja, belum lagi isinya, belum kendaraannya, belum sawahnya. Pas sudah selesai, lalu mau nikah. Cari modal lagi, jadi TKI lagi. Setelah nikah ada keperluan untuk anak, harus jadi TKI lagi. Terus begitu. Siapa yang bisa stop? Harus diri sendiri. Jadi perempuan itu korban yang nyata.
Saya selalu bilang, jadi TKI harus matang. Sebelum jadi TKI, harus jawab dulu apa tujuannya? Berapa lama? Dan bagaimana?
TKI itu orang-orang hebat lho, nggak semua bisa kuat jadi TKI. Nilai-nilai kuat mental dan kemampuan berbahasa semestinya ini sudah menjadi kelebihan otomatis. Mereka bisa membuat sekolah bahasa. Missal sekampung ada mantan TKI asal Arab, bisa buka kurus bahasa. Rumahnya bisa jadi sekolah. Missal bangun PAUD.
Anda dosen. Kalau ada TKI yang ingin merencanakan kuliah dan mencari modal di negeri orang, berapa jumlah uang yang dibutuhkan?
Tergantung berapa kebutuhan kita. Misal, gaji di Taiwan, sekali kontrak sudah cukup. Jadi 2 tahun saja. Tapi jangan salah, kuliah di Taiwan juga bisa, tinggal cari informasi saja. Atau cari beasiswa, kan beasiswa ini tidak harus pintar, karena pemerintah banyak menyediakan. Yang penting jangan muluk-muluk, yang penting pendidikan dulu. Jangan berpikir terlalu jauh ingin kampus yang bagus dan sebagainya. Jangan sampai niat dihabiskan oleh rencana tanpa aksi.
Profil Nurhayati Solapatri
Nurhayati lahir di Serang, Banten 36 tahun silam. Di usia yang masih muda ini dia sudah bergelar master dari Universitas Jayabaya. Saat ini dia adalah kandidat doktor di Universitas Padjajaran. Semua dia tepuh tewat jalur beasiswa. Sebagai aktivis buruh migran, dia sering diundang sebagai motivator calon TKI yang ingin berangkat ke luar negeri. Dia sudah mendapatkan berbagai penghargaan baik dari dalam mau pun luar negeri. Saat ini Nur berprovesi sebagai dosen pegawai negeri sipil (PNS) di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.