Firmanzah: Ekonomi Melambat, Waspada Gelombang PHK

Senin, 03 Agustus 2015 | 07:00 WIB
Firmanzah: Ekonomi Melambat, Waspada Gelombang PHK
Firmanzah. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jumat (31/7/2015) pekan lalu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup makin terpuruk di kisaran Rp13.535/USD sampai Rp13.539/USD. Rupiah terus turun dalam beberapa bulan terakhir.

Situasi ini, dinilai Analis Ekonomi yang juga Rektor Universitas Paramadina Jakarta, Firmanzah sudah bahaya. Sebab jika tidak ditanggulangi, akan berdampak langsung kepada rakyat Indonesia.

Dia menyebutkan dampak ekstrimnya, akan terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja atau (PHK). Ini karena daya beli masyarakat turun dan membuat perusahaan mengurangi produksi.

"Jika sektor padat karya tidak dijaga akan terjadi gelombang PHK," kata mantan Staf Khusus Bidang Perekonomian era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Firmanzah melihat pemerintah harus bergerak cepat. Dia mengkritisi sikap pemerintah yang 'santai' menanggapi perlambatan ekonomi ini. Sementara pengusaha membutuhkan kepastikan kebijakan. Termasuk keputusan mengganti beberapa menteri-menteri Kabinet Kerja Jokowi.

Apa saja dampak perlambatan ekonomi Indonesia saat ini? Dan apa yang harus dilakukan pemerintah?

Berikut analis lengkap Firmanzah saat diwawancarai suara.com pekan lalu di ruang rektorat Universitas Paramadina Jakarta:

Saat ini ekonomi Indonesia tengah melambat. Rupiah anjlok sampai Rp13.500. Mengapa ini bisa terjadi?

Ada 2 faktor yang menyebabkan ini semua. Faktor luar negeri dan dalam negeri. Faktor luar negeri, ada dua aspek yang harus dicermati terkait dengan Indonesia. Pertama kita masih menghadapi ketidakpastian, kapan bank sentral Amerika Serikat menaikan suku bunga. Itu berpengaruh ke pasar keuangan dan pasar saham Indonesia. Dalam hal ini nilai tukar rupiah. Kalau pasar saham, kemarin IHSG sempat ditutup terendah sejak Maret 2014.

Faktor kedua, karena perlambatan ekonomi Tiongkok. Perlambatan ini berdampak pada turunnya permintaan komoditas ekspor Indonesia. Baik itu batubara, nikel, tembaga, dan gas. Selain itu harga komoditas itu juga turun. Di sektor perkebunan CPO (kepala sawit), karet, dan cokelat juga tercatat turun. Ini berdampak pada penerimaan kinerja ekspor.

Ekspor Indonesia sampai kuartal I 2015 turun sampai 11,67 persen atau sekitar 39,12 miliar dolar AS. Yang paling besar Migas sampai 27,58 persen atau 5,7 miliar dolar AS.

Selain itu menurunnya daya beli masyarakat. Konsumsi domestik yang ditopang oleh daya beli itu berkontribusi sebesar 56 sampai 58 persen terhadap PBD (produk domestik bruto) nasional. Di sektor ini yang drop.

Kenapa? Buktinya di kuartal pertama realisasi penjualan motor, mobil, semen, ritel, dan properti di kuartal I turun semua. Khusus penjulan motor anjlok sampai 21,46 persen. Sehingga mesin utama kita untuk menggerakkan ekonomi nasional itu melambat, yaitu konsumsi domestik. Ini faktor yang cukup besar berkontribusi terhadap pelambatan ekonomi kita.

Dari sisi lain, belanja pemerintah masih terhambat pencairan anggaran, terutama untuk belanja infrastruktur di kuartal pertama dan kedua. Di kuartal kedua, juga tidak banyak perubahan yang berarti dari sisi belanja infrastruktur pemerintah. Mungkin nanti bisa kita rasakan di kuartal III atau IV belanja infrastruktur. Namun seberapa besar eskalasinya, masih kita lihat nanti.

Lainnya, investasi, ini yang memang perlu menjadi salah satu hal yang bisa didorong. Karena kontribusinya cukup besar untuk PBD, 31 sampai 32 persen. Kalau data di BKPM, komitmen invetasi itu meningkat. Besarnya sampai Rp56,74 trilin dari Oktober 2014 sampai Juni 2015. Itu meningkat 134,8 persen.

Tapi kalau lihat di lapangan, mulai dari komitmen sampai realisasi itu harus dipercepat pengerjaannya proyeknya.

Apa dampak langung pelambatan ekonomi ini ke masyarakat?

Pertama, dari sisi ketenagakerjaan. Kalau pelambatan ini terus terjadi maka tidak menutup kemungkinan target penciptaan lapangan kerja bisa terganggu. Karena pabrik banyak yang mengurangi produksinya. Alih-alih ekspansi membuat pabrik baru. Tapi mempertahankan pabrik yang lama saja sudah susah.

Selain itu akan terjadi pengurangan jam kerja. Pengurangan jam kerja ini sudah muncul di beberapa tempat. Perusahaan mempertahankan agar tidak terjadi PHK. Tapi kalau pengurangan jam kerja tidak bisa menutup biaya produksi, terpaksa perusahaan harus melakukan PHK.

Tapi sebelum melakukan PHK pun, pertumbuhan penciptaan lapangan kerja kan tidak menambah kan. Jika jumlah lapangan pekerjaan tidak tumbuh secara signifikan, pendapatan masyarakat juga tidak akan tumbuh. Karena orang-orang tidak mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Yang tadinya dia bisa jadi karyawan, tapi terjadi perlambatan ekonomi.

Sehingga perusahaannya tidak melakukan pengangkatan status menjadi karyawan, maka dia tidak dapat gaji. Jadi daya beli masyarakat juga berkurang. Karena dari potensi daya beli masyarakat pun berkurang. Kemudian, aktivitas produksi bisa melambat dari sisi perusahaan juga. Karena daya beli masyarakat terbatas. Perusahaan ini mengurangi produksinya juga.

Sebenarnya situasi industri media paling kelihatan terkena dampak. Karena perusahaan swasta memotong pengeluaran. Pemotongan itu dilakukan di bagian marketing atau belanja iklan. Ini bisa dilihat saat bulan Ramadan atau puasa kemarin. Saya perhatikan jumlah sponsor dalam acara sahur. Berapa jumlah iklan saat kuis di sana? Paling hanya satu saja. Iklan kopi. Bandingkan tahun lalu. Banyak
iklan yang masuk, bahkan sampai motor.

Nah ini menunjukkan swasta ingin melihat kepastian pertumbuhan ekonomi yang tengah melambat ini. Perusahaan menahan diri untuk membelanjakan modalnya, terutama belanja iklan. Ini terjadi di semua media. Sehingga pemasukan akan berkurang.

Apakah pelemahan ekonomi saat ini sudah terbilang buruk?

Tahun 2008, sebenarnya ekonomi kita terkena dampak dari krisis global dari pasar uang dan pasar modal. Di 2009 perekonomian Indonesia hanya tumbuh 4,5 persen. Tapi yang harus diperhatikan adalah fundamental ekonomi harus kita jaga. Market confidence harus kita jaga, consumer confidence harus kita jaga.

Sehingga saat itu di tahun 2010, ekonomi kita bisa tumbuh 6,5 persen. Sehingga bisa reborn. Nah ini yang harus dilakukan pemerintah sekarang. Memang mungkin sekarang kondisinya hampir mirip di tahun 2008-2009. Ketika kita mengantisipasi dari dampak krisis global.

Lalu apakah ini mendekati krisis saat 1998? Tidak. Saat 1998 itu krisis multidimensi, seperti sosial, politik, ekonomi, dan kepercayaan. Kalau saat ini ekonomi kita sudah lebih kuat.

Di media, pemerintah Joko Widodo melalu menteri perekonomian membawa situasi ini lebih santai. Tidak menampakkan kepanikan dan tidak ada langkah khusus. Padahal nilai tukar rupiah paling rendah dalam 17 tahun terakhir. Seperti apa Anda membaca sikap pemerintah ini?

Memamng pelemahan rupiah ini harus dicermati karena pelaku pasar membutuhkan kepastian, apalagi yang forward transaction. Jadi pemerintah tidak boleh mmenganggap remeh kondisi sekarang. Justru pemerintah harus hadir memengawasi dan mengawal, serta membuat pelemahan rupiah ini tidak terjadi secara tajam.

Itu harus disampaikan ke publik. Itu yang dibutuhkan oleh market. Kalau pun pemerintah sudah ada aksi, bertemu dengan Gubernur BI, tapi market perlu aksi lebih. Market perlu ada gestur. Misalnya Presiden Jokowi mengadakan rapat kabinet terbatas terkait kondisi ekonomi saat ini.

Perlu dicatat, pelemahan ekonomi ini akan menjadi makin buruk karena Indonesia menghadapi el nino atau kekeringan. Ini menjadi satu faktor lagi. Jadi kita masih menghadapi persoalan nilai tukar mata uang, penurunan daya beli masyarakat, sekarang tambah satu yaitu el nino sampai November.

Ini akan berdampak cukup dalam dan langsung. Memperburuk kondisi ekonomi kita, seperti pangan, kesejahteraan petani, daya beli petani. pecegahan itu perlu segera. Misal menghitung eskalasi dan memitigasi perlambatan kondisi ekonomi kita.

Di luar kita masih menghadapi komoditas yang melambat. Kita masih menghadapi ketidakpastian bank sentral Amerika menaikan suku bunga. Di dalam negeri yang terjadi kenaikkan betubi-tubi BBM, tarif dasar listrik, gas, LPG, daya beli masyarakat turun, dan kita harus berhadapan dengan berhadapan el nino dan kekeringan.

Pelemahan ekonomi sudah terjadi, apa langkah jangka pendek yang harus dilakukan segera oleh pemerintah?

Solusi yang diambil ini harus konperhensif, inter-kementerian dan lembaga. Kita sudah ada forum komunikasi stabiltas sistem keuangan. Forum itu berkoordinasi dengan BI, LPS, dan OJK untuk mencermati kondisi pasar modal dan pasar uang. Kemudian dari sisi fiskal, perlu ada stimulus fiskal tambahan. Terutama untuk sektor perusahaan padat karya. Agar tak terjadi pemburukan yang tadinya mengurangi jam kerja sampai terjadi PHK.

Maka pemerintah harus mengeluarkan kebijakan baru dari sisi fiskal ke perusahaan seperti ini. Terutama padat karya, semisal tekstil, garmen dan elektronik. Salah satunya memberikan keringan pajak atau juga tax holiday. Lainnya, el nino ini harus diantisipati, terutama memitigasi sawah-sawah yang sudah tidak produktif. Petani harus dibantu.

Indonesia melirik Cina untuk melakukan peminjaman uang untuk bangun infrastruktur. Sementara ekonomi Cina melambat dan ini berpengaruh ke Indonesia. Haruskah ada langkah khusus dari Indonesia untuk mengantisipasi ini?

Saya kira sah saja jika Tiongkok mengambil leadership untuk membuat bank infrastruktur. Karena ide pembangunan bank infrastruktur sudah dibicarakan Presiden Xi Jimping tahun 2013 ketika pertemuan APEC di Bali. Terkahir Bank Dunia menyambut baik. Karena bank dunia tidak bisa mengcover pembangunan infrastruktur di Asia.

Saya rasa tidak ada masalah. Cuma apakah kehadiran bank infrastruktur Asia yang dimotorti Tiongkok dan india ini terperngruh keterlambatan ekonomi di Tiongkok, saya rasa tidak. Karena sistemnya ada stor. Tidak mungkin kalau sudah distor ditarik kembali. Sehingga tidak ada yang harus diantisipasti dari Indonesia.

Apakah dampak langsung pelemahan ekonomi Cina ke Indonesia?

Paling terasa ekspor Indonesia ke sana menurun. Sebab Cina sebagai mitra dagang utama Indonesia saat ini.

Bank Indonesia mengumumkan posisi utang luar negeri Indonesia sampai akhir April 2015 tercatat 299,8 miliar dolar AS. Total utang naik sampai Rp21 triliun, atau total semua Rp2.864,25 triliun. Apakah jumlah ini sudah masuk zona bahaya?

Tidak juga sih, karena porsi utang terhadap PDB kita masih terjaga. Sekitar 25 sampai 26 persen. Apakah ini akan menimbulkan nasib seperti Yunani yang gagal bayar utang, tidak.

Tapi yang harus diantisipasi utang dalam bentuk valas. Sebab utang itu terbagi 2, utang yang dilakukan goverment dan swasta. Utang swasta itu dibagi dua lagi, utang yang dilakukan BUMN dan koorporasi. Utang pemerintah itu jauh lebih terkontrol dibandingkan era orde baru. Karena sebelunya kita memiliki Dirjen Pengelolaan Utang Negera. Sekarang utang dikelola Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko di bawah Menterian Keuangan. 

Sekarang ini utang yang ingin dilakukan pemerintah harus dikonsultasikan oleh DPR. BUMN juga memiliki mekanisme seperti itu. Misalnya ketika Bank Mandiri, BRI, atau PLN ingin pinjam uang, itu harus ada mekanisme ke Kementerian BUMN dan Menko Prekonomian.

Pelambatan ekonomi ini juga menimbulkan dorongan untuk mengganti sejumlah menteri perekonomian. Banyak analis juga yang menilai jika beberapa menteri tidak kompeten di bidangnya. Semisal Menko Perekonomian Sofyan Djallil, Menteri PPN/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago dan Menperin Saleh Husin. Apakah dengan resuffle kabinet akan mengubah keadaan?

Resuffle itu hal prerogatif presiden, dia memiliki pertimbangan tertentu, apakah menterinya berkinerja baik atau tidak. Tapi sekerang market sangat menunggu itu. Di beberapa banyak negara, ketika akan ada perbaikan dan perubahan, salah satu instrumennya resuffle kabinet.

Menteri mana yang harus diganti?

Saya tidak tahu. Tapi kalau pun ada resuffle, itu harus segera dilakukan. Kalau pun tidak ada, segera diumumkan.

Soal anggapan banyak menteri yang tak berkompeten, Anda setuju?

Saya tidak perlu sebut menterinya, tapi kalau resuffle disebut untuk meningkatkan optimisme market untuk perubahan yang lebih baik, saat ini iya.

Salah satu yang disebut perlu diganti adalah Menko Perekonomian. Jika Menko Perekonomian harus diganti, apa yang perlu diperbaiki dari kerja Menko Perekomian?

Menko itu sifatnya koordinatif, dia harus punya leadership, punya perspektif. Karena dia ini Menko Perekonomian, harus berkomunikasi secara baik. Bisa memiliki kemampuan bargaining position, mencari solusi bersama. Karena bisa jadi apa yang diinginkan Kementerian Keuangan akan berbeda dengan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian.

Saat ini, bagaimana kinerja Menko Perekonomian menurut Anda?

Perlu ditingkatkan.

Presiden Joko Widodo mengatakan siklus ekonomi sedang beralih dari konsumsi ke produksi dan dari konsumsi ke investasi. Itu lah yang menyebabkan pelambatan ekonomi. Anda melihat hal yang sama?

Sebenarnya kita bisa mengubah siklus peralihan dari konsumsi ke investasi tanpa membahayakan konsumsi. Karena itu juga dilakukan pada tahun 2011 dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau MP3Ei. MP3EI menggerser orientasi dari demand site ke suplay site, tapi tanpa membahayakan sisi konsumsi.

Tapi usaha itu akan lama dan memakan waktu...

Kalau infrastruktur kita percepat, 3-4 tahun baru kita rasakan.

Artinya pelambatan ekonomi ini masih panjang?

Makanya saat ini perlu ada rumusan kebijakan. Infrastruktur dan produksi kita kuatkan, tanpa ganggu konsumsi. Tapi ini semua tergantu menterinya. Pemerintah harus segera, tanggap, cepat karena el nino. Agar eskalasi pelambatan tidak terlalu lebih dalam. Kita berharap 2016 bisa reborn. Tapi kalau tanpa ada tanggapan serius dan komperhensif, akan lebih panjang lagi. Jika sektor padat karya tidak dijaga akan terjadi gelombang PHK. Ini akan semakin melambat.

Profil Firmanzah

Firmanzah lahir di Surabaya 39 tahun silam. Saat ini Prof. Firmanzah, Ph. D mempimpin Universitas Paramadina sebegai rektor. Dia menggantikan Anis Baswedan yang ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Fiz, begitu sapaan akrabnya merupakan ekonom muda yang kariernya melesat di kampus. Di usia 32 tahun, dia sudah ditunjuk sebagai Dekan Fakultas Ekonomi. Saat itu Fiz adalah dekan termuda yang pernah dimiliki Universitas Indonesia. Karier Fiz melesat saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjunjuknya sebagai Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi. Dia terlibat dalam pengambilan keputusan saat Indonesia terdampak krisis global di 2008 dan 2009, sehingga Indonesia bisa keluar dari bahaya krisis.

Fiz lulus S1 Ekonomi Manajemen di Universitas Indonesia. Dia juga mengambil S2 di kampus yang sama, dan lulus di tahujn 2000. Sembari menjadi analis pasar, Firmanzah juga mengambil gelar M.Phil of Organisation and Management Strategic di University of Lille. Di tahun yang sama, Fiz juga menjalani studinya pada tingkat doktoral dalam bidang manajemen internasional dan strategis di Universitas Pau and Pays De l’Adour.

Sebagai ekonom, Fiz juga aktif di forum-forum internasional. Sebut saja di University of Nanchang Cina, University of Pau et Payas de l’Adour Perancis, dan Amos Tuck Business School Amerika Serikat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI