Bima Arya: Smart City Akan Bangun Kultur Baru di Bogor

Senin, 27 Juli 2015 | 07:00 WIB
Bima Arya: Smart City Akan Bangun Kultur Baru di Bogor
Wali Kota Bogor, Bima Arya. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Saat ini transportasi berbasis digital tengah marak. Sebut saja Gojek, GrabBike, dan GrabTaxi. Sistem tersebut memudahkan warga kota untuk mengakses transportasi yang layak. Bagaimana Anda menyambut fenomena ini terkait rencana Bogor menjadi smart city?

Memang harus dipaduan dengan road map kita ke depan seperti apa. Kita punya peta digital angkot. Jadi, kalau ingin jalan ke Bogor dan tidak tahu rute angkotnya, nanti diberi tahu di peta digital itu. Aplikasi ini bisa diunduh di ponsel. Pembuatan aplikasi ini dibantu Badan Informasi Geospasial.

Isu lingkungan menjadi yang nomor 1 di Bogor. Maka itu banyak LSM atau NGO lingkungan hidup nasional dan internasioal 'bermukim' di Bogor. Sejauhmana konstribusi mereka?

Bogor ini unik. Banyak orang bogor yang lahir di Bogor, tapi kuliah di luar Bogor, kerja di luar bogor. Mereka masuk Bogor lagi Saat di puncak karier atau pensiun. Jadi yang banyak di Bogor ini sebenarnya orang pendatang dan orang senior.

Kedua, Bogor dijadikan pusat kantor dan markas banyak sekali NGO. Tapi mereka eksisnya di luar. Jadi sumber daya manusia Bogor ini di mana-mana.

Apa prioritas isu lingkungan di Bogor?

Bogor itu kota hijau dan kota taman. Kita mau ubah paradikma kota sejuta angkot menjadi kota sejuta taman. Surabaya saja yang kering kerontang, bisa. Kita punya sejarah kota yang jawara Adipura, kota dalam taman.

Saya berulang kali tekanankan, ini bukan untuk percantik kota. Tapi taman ini lebih dari sekadar dari estetika dan kecantikan. Ini juga tentang karakter lain. Generasi keluaraga yang banyak menghabiskan di luar tertutup daripada terbuka. Semisal mall, banyak sekali.

Kedua, PAD (pendapatan asli daerah). Ini saya pelajari ketika ruang publik lebih banyak, ini meningkatkan nilai ekonomi kota. Kota yang nyaman.

Makanya kemarin saya perintahkan dikaji semua reklame dan bilboard di Kota Bogor. Saya minta di titik tertentu nol-kan saja. Kemudian ada kekhawatiran PAD hilang. Saya bilang, coba saja hitung ketika bilbord itu hilang lebih hijau dan lebih bagus. Justru efek positifnya ke PAD akan lebih banyak. Karena orang akan lebih banyak datang. Dan investasi akan menjadi datang dari mana-mana. Ini sedang dilakukan mengkaji tata ruang itu.

Ketiga, Bogor jadi kawasan potensial menjadi kota pejalankaki atau surga pejalankaki. Orang bogor tahu, kita hanya membutuhkan waktu setengah hari untuk keliling Kota Bogor. Saya sering kalau blusukan jalan ke sana sini. Bisa itu. Kebon Raya saja dikelilingi sampa 25 menit. Nantinya yang menjadi jualan utama Kota Bogor adalah kota pejalankaki.

Tahun ini kita alokasikan Rp6,7 miliar untuk membangun pedestrian baru. Salah satu pedestrian terbesar di Indonesia itu. Mulai dari Tugu Kujang sampai Jala Karupat. Nanti ada parit kita tutup, sampai mentok ke Kebon Raya. Itu akan diperbesar sampai keliling Kebon Raya.

Targetnya nanti kalau yang masuk ke Kota Bogor, mereka parkir kendaraan dan jalan kaki atau naik sepeda keliling Kebon Raya. Kalau mereka betuntung bisa melihat presiden lewat. Ini seperti di White House (Kantor Presiden AS). Kalau Barack Obama lewat.

Saya juga mendengar dari Mensesneg, Pak Jokowi pun membayangkan hal seperti itu. Dia punya spot favorit di Istana Bogor. Nanti warga lewat gitu. Itu tidak ada duanya di kota lain di Indonesia. Hanya Bogor saja.

Dengan banyaknya rencana, bagaimana prediksi sambutan dari masyarakat? Mulai dari persoalan kelas masyarakat sampai data jika Bogor banyak dihuni pendatang?

Bogor mempunyai 3 lapisan masyarakat. Pertama grassroots yang bagi mereka keperluan pertama adalah mata pencarian, lapagan pekerjaan, kehidupan ekonomi, dan kesehatan. Saya menyadari ini ketika kampanye, saya bertemu dengan level bawah ini. Bagi mereka macet ini bukan isu. Bagi mereka 2 jam ke pasar Bogor, yang penting pendapatan dapat rutin, nggak masalah.

Di kelas menengah, isu utama bagi mereka adalah kemacetan, kebersihan dan sampah. Tetapi ada segmen yang paling atas, jumlahnya paling sedikit. Isunya adalah kota wisata, heritage, museum, dan kota cerdas.

Semuanya adalah warga saya. yang penting adalah skala prioritas. Yang utama kebijakan yang kita lunncurkan bisa memecah baik ke tengah dan ke bawah. Sebagai contoh, sekarang ini yang penting bagi kita adalah memecah pusat pertumbuhan dan perkembangan itu ke pinggir.

Sekarang kan di tengah kota semua. Ini bisa menjadi dua mata pisau. Ini bisa menjadi pemecah persoalan masyarakat menengah, sekaligus yang bawah ini terangkat. Sekarang, saya menugaskan khusus dinas tenaga kerja, Desperindag, untuk memastikan perizinan setiap usaha baru hotel restoran itu ada efek menetes ke bawah. Lapangan pekerjaannya.

Investor di bidang apa yang paling banyak di Bogor?

Perumahan, apartemen. Ini karena di Jakarta sudah mulai mahal, jenuh, ke pinggir. Bogor dipilih karena faktor cuaca. Di bagian perizinan itu proposal bagian pengembang luar biasa. Ini harus kita jaga.

Pertanyaan saya kepada pengembang ini, ini berapa persen warga Kota Bogor yang akan menghuni? Jangan sampai warga Bogor dipinggirkan, orang jakarta masuk ke apartemennya. Kemudian mereka kerja di Jakarta, jangan-jangan belanjanya bukan di Bogor. Mereka hanya sumbang kemacetan dan menghabisi tanah.

Setiap hari ada 800 ribu commuter bolak balik dari Bogor dan sekitar ke Jakarta. Sebesar 40 persen atau 300 ribunya dari Kota Bogor. 300 ribu orang ini yang tinggalnya tidak hanya di tengah, tapi di pinggir. Sekarang bagaimana jadinya pemukiman di tengah ini menyasar orang Bogor yang bekerja di Jakarta ini?

Investasi perumahan dan pemukiman berpotensi merusak lingkungan, terutama Bogor yang kebanyakan kawasannya resapan?

Betul, maka itu kita berpatok ke daerah zonasi. Ada yang tidak boleh untuk pemukiman. Lalu ada amdal, komposisi RTH. Kita dorong vertikal atau pembangunan ke atas.

Bagaimana bentuk jaminan Pemprov agar warga Bogor bisa menghuni pemukiman baru di Bogor, bukan malah orang Jakarta yang menghuni?

Kita harus melihat sebagai potensi pemasukan, peningkatan PAD, sejauh semuanya diatur. Artinya bisa kita terapkan insentif dan disinsentif. Boleh bangun di sini. Tapi nanti pajaknya sekian. Saya membayangkan apartemen itu di pinggir saja.

Isu toleransi juga kuat di Bogor, salah satunya persoalan GKI Yasmin. Anda pernah berjanji akan menyelesaikan sengketa rumah ibadah ini. Sudah sejauhmana janji itu Anda tunaikan?

Gereja Yasmin ini menjadi polemik yang seolah tidak berkesudahan karena tingkat pemahaman dan informasi yang diterima berbeda-beda di berbagai kalangan. Saya pernah kedatangan beberapa anak muda yang ikut melakukan aksi ketika Natal GKI Yasmin di jakarta. Mereka mau tahu dan mereka ikut aksi.

Begitu sampai sana, mereka kaget, mana gerejanya? Bayangan mereka ada gereja besar digempok dan nggak boleh masuk. Mereka mau bertemuan saya, saya terima. Mereka kemudian mepunyai pemahaman yang lain.

Tapi saya tidak mau melihat polemik ke belakang. Karena di sini ada perdebatan hukum yang panjang. pemkot mempunyai posisi yang jelas karena buat Pemkot, ini persoalan IMB saja. Nggak ada hubungannya dengan kebebasan beragama. Ada persyaratan IMB yang tidak bisa dipenuhhi. Ada catat prosedur.

Untuk ke depan ini kita berdialog dengan sangat baik, dengan GKI Pengadilan. Mitra saya adalah GKI Pengadilan. Saya bersepakat semua untuk mencari opsi yang terbaik. Tidak usah dan belum tentu di lokasi yang "ini". Lokasi kita sangat terbuka, asal disepakati bersama.

Jadi perkembangannya, membicarakan opsi-opsi dan bermitra dengan GKI Pengadilan. Mitra saja itu. Mereka membutuhkan tempat ibadah baru.

Adalah janji saya, Insya Allah akan saya tunaikan untuk menyelesaikan ini di masa jabatan saya. Entah periode pertama atau periode kedua. Pokoknya di jabatan saya. Tanggungjawab saya untuk memberikan fasilitas ibadah untuk mereka. Kemungkinan besar tempat baru, untuk relokasi. Tempatnya sebetulnya sudah ada, cuma karena komunikasi kurang baik. Sehingga tempat ini ditolak oleh warga sekitar.

Biografi singkat Bima Arya

Bima Arya Sugiarto merupakan pemimpin daerah yang tergolong berusia muda. Dia menjadi Wali Kota Bogor di Usia 41 tahun. Lelaki kelahiran Bogor, 17 Desember 1972 itu lulus kuliah di Universitas Parahyangan dengan mendapat gelar sarjana hubungan internasional.

Tahun 1998 dia mendapatkan gelar Master of Arts, Studi Pembangunan, Monash University Melbourne Australia. Kemudian doktor Ilmu Politik dia dapat dari Australian National University, Canberra Australia tahun 2006. Sampai saat ini politisi PAN itu masih aktif di dunia pendidikan. Dia tercatat sebagai dosen pascasarjana Universitas Paramadina. Bima juga aktif di dunia survei politik dengan menjadi Komisaris Charta Politika Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI