Suara.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Agil Siradj resah saat Islam selalu dihubungkan dengan gerakan radikal. Bahkan Islam dipandang sebagai agama yang keras.
Anggapan itu mencuat saat memasuki Ramadan. Isu aksi sweeping yang dilakukan sekelompok organisasi masyarakat radikal terhadap tempat hiburan, pemaksaan penutupan warung makanan, sampai aksi main tuduh 'kafir' terhadap suatu kelompok yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.
Menurut doktor lulusan filsafat Islam, University of Umm al-Qura itu masyarakat Indonesia sudah salah paham dengan ajaran Islam. Kebanyakan mereka beranggapan jika Islam yang benar adalah yang beraliran 'wahabi'. Padahal menurut Kyai Said, begitu sapaan Said Aqil, Indonesia mempunyai cara pandang Islam secara khusus, yaitu Islam Nusantara.
Pandangan Islam Nusantara ini, menurut Said bisa meredam aksi terorisme di Indonesia. Bahkan Islam Nusantara ini menyebarkan paham toleransi dalam beragama.
Seperti apa Islam Nusantara itu? Bagaimana bisa diterapkan di Indonesia tanpa bertentangan dengan nilai Islam sebenarnya?
Berikut wawancara Suara.com dengan Said Aqil Siradj di Kantor PBNU, Jakarta pekan lalu:
Toleransi sudah menjadi slogan di kalangan NU. Bagaimana NU memandang arti toleransi di bulan puasa?
Mungkin yang terdekat, soal pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim. Dia mengatakan yang puasa harus menghormati yang tidak puasa. Kalau bagi warga NU, no problem. Sejak dulu, ada orang yang tidak berpuasa, kita tidak pernah bertindak keras. Lihat ada orang tidak solat, tidak mengajak dengan kekerasan. Tapi bukan berarti kita tidak mengajak, tetap mengajak. Dengan catatan harus santun.
Tapi menurut saya soal pernyataan itu seharusnya dibalik yah. Yang benar yang tidak berpuasa harus menghormati yang berpuasa. Karena yang tidak berpuasa itu kan melakukan aktivits normal, makan dan minum. Nah yang berpuasa kan tidak menjalankan hal yang normal. Itu bentuk toleransi yang sederhana. Begitu juga warung-warung yang tidak tutup. Boleh saja, tapi jangan terlalu bebas.
Kita harus toleran, kita hormati non muslim yang makan dan minum. Tapi untuk yang muslim tidak berpuasa, harus kita ajak. Tapi dengan santun, jangan gunakan kekerasan.
Islam agama yang harus didakwahkan atau disosialisasikan, itu perintah Allah. Misal kita mengajak orang masuk Islam, tapi dengan santun. Lewat diskusi yang bernilai dan bermatabat. Termasuk organisasi Islam juga harus mendakwahkan, menyiarkan, menghidupkan, meramaikan. Semisal membuat pengajian
Yang tidak boleh adalah menggunakan kekerasan atas nama agama. Termasuk sweeping. Jangan kan itu, memaksa orang suruh salat dengan menakut-nakuti saja tidak boleh. Tapi dengan pendekatan yang santun.
Toleransi yang Anda maksud ini termasuk di kebijakan DKI Jakarta yang tidak melarang panti pijat untuk tutup?
Kalau yang namanya hiburan dan sebatas hiburan, itu boleh-boleh saja. Tapi yang namanya prostitusi di bulan puasa, bahkan bukan di bulan puasa itu yah nggak boleh. Kalau sekadar hiburan, orang nyanyi. Karaoke itu boleh. Tapi kalau sudah mengarah ke perzinahan itu yang tidak boleh.
Kalau cafe atau diskotik tetap buka?
Boleh lah, kan semua orang tahu sebatas apa. Sebatas melihat orang nyanyi, boleh dong. Tapi kalau yang sudah mendekati perzinahan, yah itu nggak boleh lah.
Tahun ini penetapan puasa oleh NU dan Muhammadiyah bersamaan? Apakah ini menjadi hal yang spesial?
Tidak, ini kebetulan saja. Juga bukan masalah direkayasa atau disengaja. NU dan Muhammadiyah tetap beda cara pandang menentukan awal Ramadan. Kebetulan kali ini bersamaan karena NU tidak berhasil melihat bulan. Makanya puasanya keesokan hari atau digenapkan.
Tapi yang harus diingat dan garisbawahi, NU sudah ada kemajuan dalam menentukan awal Ramadan, Syawal atau juga Djulhijah. Semisal kalau ada orang berani sumpah melihat hilal kurang dari perhitungan 2 derajat, itu harus ditolak. Karena NU pun percaya dengan hisab yang diterapkan Muhammadiyah. NU pun tidak fanatik kalau ada orang yang berpegang teguh pada bersumpah melihat bulan, tapi kurang dari 2 derajat. Harus 3 derajat.
Pemerintah akan terus mengupayakan agar ada kesamaan cara dalam metode penetapan awal Ramadan. Anda sudah membicarakan ini dengan Menag?
Sudah, tapi masih belum ketemu caranya. Pak menteri mengajak NU dan Muhammadiyah ada pendekatan penetapan meski mtode berbeda. Supaya masing-masing tidak fanatik dengan caranya. NU sudah moderat, sudah seperti itu. Itu sejak tahun lalu.
Di Indonesia ini unik, satu negara puasanya bisa berbeda. Kalau di luar negeri seperti di timur tengah sering terjadi perbedaan itu. Tapi antar negara.
Selain Indonesia, apakah ada negara lain dalam penetapan Ramadan selalu beda?
Nggak ada, bisa saya pastikan itu. Semua negara itu sama menentukan Syawal dan Ramadan. Tapi kemungkinan beda negara, ya ada saja. Misal Yaman dengan Arab Saudi, atau juga dengan Mesir. Nah di Indonesia ini satu presiden, menteri agama-nya sama, tapi berbeda jadwal puasa.
Perlukah dibuat Undang-Undang agar penentuan Ramadan bisa sama?
Susah yah. Karena ini soal prinsip.
Saat ini isu radikalisme mencuat. Bahkan sesama muslim mudah sekali menuding sesat. Yang masih hangat, ancaman yang dilontarkan ke komunitas Ahmadiyah beberapa hari menjelang puasa. Bagaimana seharusnya kita menyikapi hal seperti itu?
Bahwa Ahmadiyah itu aliran Islam yang ditolak oleh seluruh dunia Islam, iya itu benar. Tidak ada satu negara yang mempunyai muslim yang anggap Ahmadiyah itu Islam. Tapi kita berhadapan dengan Ahmadiyah itu harus dengan pendekatan dakwah, mengajak ke jalan yang benar.
Kita harus mengajak dengan santun, dialog, dan diskusi. Mereka mempunyai keyakinan, keyakinan mereka itu menyimpang. Tapi untuk mengajak jangan mengancam "ayo masuk Islam atau saya bunuh". Nggak boleh itu. Bahkan Alquran melarang itu.
Ya kita pun menolak Ahmadiyah, tapi harus tetap kita ajak. Al kisah dulu ada nama orang namanya Al Hasyim di Madinah. Dia musyrik. Dia mempunyai dua anak yang sering melancong ke Romawi. Kedua anaknya itu Kristen Katolik karena sering berpergian ke sana.
Saat itu ada Nabi Muhammad di Madinah, Al Hasyim masuk Islam. Ketika kedua anaknya pulang, dia juga pulang ke rumahnya. Di rumahnya itu dia memaksa kedua anaknya itu masuk Islam. Jika mereka tidak mau, mereka akan dibunuh.
Nah saat itu turunlah ayat Alquran yang menyebutkan "tidak ada kekerasan dalam agama". Itu ayah yang sedang mengancam anaknya, apalagi ancam yang lain. Ini tergantung, bagaimana membuat manusia menjadi makhluk yang toleran.
Bagaimana caranya?
NU mempunyai sekolah-sekolah untuk meneruskan pendidikan santri. Sebab santri-santri yang sudah keluar dari pesantren mempunyai kekurangan bisa berpikir secara universal dan visi Indonesia.
Mereka keluar dari pesantren tentu banyak mempunyai ilmu. Seperti hafal Alquran, dan sebagainya. Tapi begitu keluar untuk apa itu semua? Apa yang harus mereka bangun? Bagaimana mereka bisa berdiri di tengah masyarakat yang seperti saat ini. Globalisasi.
Indonesia mempunyai tantangan. Tantangan 'kiri' dan 'kanan. Sebelah kiri ini ada liberal, sekuler dan paham bebas dari agama, dari nilai. Sementara yang sebelah kanan ada paham ekstrimis. Yang paling nyata, Islam di Indonesia seolah-olah digambarkan dengan wahabi. Dahulu wahabi hanya ada di Arab Saudi, saat ini ada di Indonesia.
Apa ancaman wahabi ini untuk Indonesia?
Iya tentu mengancam. Dia mengajarkan yang tidak ada dalam zaman Rasulullah itu harus dilarang. Semisal Perayaan Maulid Nabi, Isra Mijraj, Halal Bihalal, ritual kirim doa untuk orang tua, Yasinan, Haul, ziarah kubur. Itu semua dianggap musyrik dan merusak.
Sementara di Indonesia sejak dulu sudah seperti itu. Sudah tenang menjalankan ritual lokal. Ziarah kubur yang sudah ada sejak Ramadan dulu, lalu dilarang. Ini budaya, harus dipertahankan. Tapi oleh Wahabi, dianggap musyrik.
Paham itu bisa menimbulkan teror. Meski Wahabi dalam doktrinya tidak menghalalkan teror. Tapi disentuh sedikit saja bisa jadi teroris mereka. Teroris lokal yang saat ini ada berdasarkan doktrin Wahabi. Yang mengebom di Masjid Cirebon, itu pesanan Wahabi semua. Pengeboman Gereja Kepunton, Solo, Jawa Tengah (2011), itu juga pesanan.
Padahal pesantren tidak mengajarkan membuat bom. Tapi jika terus diajarkan, orang-orang yang melakukan hal-hal lyang tidak ada di zaman Nabi Muhammad bisa dianggap musyrik. Jika itu timbul di benak mereka, orang itu boleh dibunuh dong.
Misal yang ziarah kubur itu musrik, bisa dibunuh dong orang yang lagi ziarah.
Seolah-olah pemerintah mendiamkan keberadaan Wahabi?
Maka itu di sisi kanan ada liberal. Liberal itu kan terbuka, kiri, kanan, Eropa, Amerika, dan agen-agennya bisa masuk. Bahkan Syiah juga boleh masuk. Coba di balik, Indonesia mau buat Madrasah di Arab Saudi, sampai mati nggak akan bisa. Tapi kalau untuk Arab Saudi buka apapun, sangat mudah di sini.
Lalu apa yang harus diperbuat untuk menangkal paham itu?
Perkuat pandangan Islam Nusantara. Ini sudah sering saya bicarakan ke Presiden lalu, Pak SBY. Mengokohkan Islam Nusantara yang santun tidak menghapus budaya Indonesia, dan tidak memusuhi tradisi lokal Indonesia. Kecuali dalam tradisi itu bertentangan dengan Islam. Misal dalam satu acara itu ada seks bebas.
Nusantara Islam ini berkembang melalui jaringan para ulama Ahlussunah wal Jamaah. Mereka mendalami ilmunya, sekaligus terlibat dalam kehidupan masyarakat di lingkungan masing-masing. Islam Nusantara adalah solusi untuk peradaban. Islam Nusantara, di mana Islam bisa menyatu dengan sosial masyarakat yang sudah ada. Islam Nusantara ini menjadi wajah Indonesia.
Dalam Islam Nusantara, budaya tradisional jangan diberangus. Misal pas panen ada ritual Dewi Sri. Kalau diisi dengan doa, kan nggak apa-apa. Dasarnya Islam juga menyerap nilai-nilai dari luar. Misal kubah, itu diserap dari budaya Romawi, menara masjid itu kan artinya "tempatnya api". Itu diserap dari persia.
Puasa kali ini kita ditantang oleh arus globalisasi yang mempengaruhi nilai budaya kita. Puasa ini mudah-mudahan bisa menjadikan kita sebagai muslim Indonesa, bukan muslim arab.
Muslim Indonesia itu muslim taat beribadah dan tidak memusuhi budaya dan tidak anti tradisi. Justru menggabungkan antara agama dengan kultur.
Kalau Islam di Indonesia ditransfer semua dari Arab, bahaya. Bahkan mereka (wahabi) ingin mentransfer konflik di Timur Tengah dipindahkan ke sini. Mereka tidak peduli negaranya hancur apa nggak, yang penting Islam.
kalau kita kan nggak. Islamnya kita dakwahkan, NKRI kita jaga, pancasila kita pertahankan. Islam kita amalkan. Keselamatan NKRI itu prinsipp juga.
Biorgrafi:
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A. atau Said Aqil Siradj lahir di Cirebon, Jawa Barat 3 Juli, 61 tahun silam. Dia menjabat sebagai Ketua Umum (Tanfidziyah) Pengurus Besar Nahdlatul sejak 2010. Jabatannya akan berakhir Agustus 2015. Menikah dengan Nur Hayati Abdul Qodir, Said di berikan 4 orang anak. Mereka adalah Muhammad Said Aqil, Nisrin Said Aqil, Rihab Said Aqil, dan Aqil Said Aqil.
Di kalangan NU, Said termasuk yang peduli pendidikan. Dia menyelesaikan studi S1 di Universitas King Abdul Aziz jurusan Ushuluddin dan Dakwah. Dia lulus tahun 1982. Sementara pascasarjana Said ditempuh di Universitas Umm al-Qura jurusan Perbandingan Agama dan lulus tahun 1987. Terakhir pendidikan doktor Said di tempuh di universitas yang sama dengan jurusan berbeda, filsafat Islam. Dia lulus tahun 1994 silam.
Said merupakan putra kedua dari 5 bersaudara. Ayahnya Aqil Siradj. Said dikenal dengan pemikiran terbuka soal Islam. Bahkan dia sempat menjadi sosok kontriversi karena dituding membela kaum Syiah. Selain itu, Said pula yang menyatakan muslim diperbolehkan mengucapkan selamat Natal kepada Nasrani.