Djarot S. Wisnubroto: Indonesia Sulit "Go Nuklir" karena Politik

Senin, 15 Juni 2015 | 07:00 WIB
Djarot S. Wisnubroto: Indonesia Sulit "Go Nuklir" karena Politik
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Apa bedanya generasi 2 dan 3 plus itu?

Biasanya dari sisi keselamatannya dan bagaimana ketika menghadapi keadaan bencana. Jadi tanpa manusia, reaktor itu akan bergerak secara alamiah menghentikan dirinya sendiri. Kedua, limbah radio aktifnya dikurangi. Jadi produksi bahan bakar seefisien mungkin, semakslimal mungkin. Jadi bahan bakarnya minim. Dua itu yang ditekankan. Energi yang dihasilkan lebih besar yang di Fukushima.

Namun memang ada tren akhir-akhir ini untuk daerah yang tidak butuh listrik besar, maka diciptakan PLTN kecil. Reaktor riset di serpong itu sebagai master atau contoh kelak bisa dimplemetasikan di banyak daerah yang tidak membutuhkan banyak listrik.

Berapa rumah yang listriknya bisa dihidupi oleh sebuah reaktor nuklir?

Reaktor yang besar sangat cocok untuk industri. Dia butuh pasokan stabil dan besar.

Menristek mengatakan sudah banyak yang ingin berinvestasi, benar?

Banyak. Misalnya Tiongkok, Rusia, Perancis, Korea Selatan, dan Jepang.

Negara mana yang paling bagus mengelola nuklir?

Saya tidak bisa bilang, karena ini terkait open bidding. Namun semuanya punya ciri khas kalau membangun PLTN melibatkan negara masing-masing itu besar. Jadi di Rusia dan Tiongkok, pemerintahnya mengendalikan. Itu menjadi jaminan mutu mereka. Jadi bukan sekadar perusahaan ecek-ecek, karena ini kaitan dengan nuklir.

Apakah Indonesia bisa mandiri untuk membangun atau juga memelihara PLTN nantinya?

Sebenarnya teman-teman mempunyai ide sejak jaman dulu bagaimana bisa membuat reaktor nuklir. Misal reaktor Kartini di Jogja. Itu 70 persen buatan Indonesia. Sebagaian teras reaktor itu dari Bandung, lainnya bisa kita buat sendiri.

PLTN di Taiwan tengah bingung untuk membuang limbah nuklirnya. Jika di Indonesia, ke mana nanti limbah nuklir itu mau dibuang?

Kalau saya bisa memahami situasi rumit di Taiwan dan Singapura jika kelak punya PLTN. Karena dia pulau kecil, mau ditaro di mana limbahnya? Karena bahan radio aktif itu akan ada sepanjang hidup.

Kalau Singapura, dia pasti merayu-rayu kita supaya Indonesia mau menerima limbahnya. Karena kita mempunyai banyak pulau. Kalau bagi Indonesia, limbahnya mau ditaro di mana, nggak masalah. Ada 13 ribu pulau. Tapi jangan bayangkan limbahnya kayak TPA Bantargebang. Limbah nuklir di Serpong itu bersih, 28 tahun reaktor itu ada limbahnya cuma sepertiga kali lapangan badminton. Bahkan itu limbah dari seluruh Indonesia.

Jika Indonesia sudah mempunyai 5 PLTN, bagaimana ketersediaan SDM atau ahli nuklirnya?

Pegawai BATAN jumlhnya 2.880 orang. Yang lulus S3 ada 100 orang, S2 300 orang, serta S1 dan D4 ada 100 orang. Batan juga mempunyai Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. Tiap tahun meluluskan 90 orang D4. Dan itu sangat dibutuhkan di dunia swasta karena sangat terampil. Di samping kita di UGM ada program studi teknik nuklir, ITB ada jurusan fisika yang membuat simulasi reaktor. Di UI juga ada. Jadi nggak pernah habis dan Indonesia tidak kekurangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI