Suara.com - Yenti Ganarsih begitu cakap dan detil menjelaskan soal kejahatan dan perilaku korupsi di Indonesia. Dia mengatakan korupsi adalah kejahatan besar, sehingga harus dipilih komisioner yang sangat bagus.
Tidak ada pilihan lain, harus dipilih pimpinan KPK yang cakap dan mempunyai kapasitas layak. Dimulai dari penyaringan yang ketat hingga terpilih nantinya. Untuk proses pendaftaran calon pimpinan KPK, sudah dibuka sejak Jumat (9/6/2015) pekan lalu.
Ganarsih terpilih menjadi salah satu Panitia Seleksi Pimpinan KPK. Ia merupakan doktor pertama Indonesia dalam bidang pencucian uang. Gelar doktor itu diraihnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 2003 setelah melakukan studi pustaka di Washington University dengan sedikitnya 500 dokumen. Namun dia tidak didapuk menjadi ketua Pansel. Ahli ekonomi, Destri Damayanti yang menjadi ketua Panselnya.
Menurut Ganarsih, penunjukkan Destri menjadi ketua pansel tidak masalah. Sebab proses seleksi pimpinan KPK kali ini akan sangat berbeda, disaring oleh 9 perempuan dari berbagai latarbelakang.
Mereka adalah Pakar Hukum Tata Negara Enny Urbaningsih, Pakar Hukum Herkristuti Herkrisnowo, Ahli IT dan Manajemen Betty Alisjahbana, Psikolog Sumpra Windarti, Ahli Tata Kelola Pemerintahan Natalia Subagyo, Ahli Hukum Diani Sadyawati, dan Sosiolog Meutia Gani. Hanya Ganarsih sebagai ahli tindak pidana korupsi dan pencucian uang 'tulen'.
Secara tertulis, Panel memberikan 11 syarat untuk capim KPK. Di antaranya berlatarbelakang sarjana hukum, berpengalaman selama 15 tahun di bidangnya, tidak pernah melakukan perbuatan tercela, dan melepaskan jabatan lain setelah menjadi pimpinan KPK. Batas pendaftaran sampai 24 Juni dan akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo tak lama setelah itu. Kemudian diserahkan ke DPR untuk menjalankan tes uji kelayakan dan kepatutan.
Menurut Ganarsih, ada syarat lain yang perlu dimiliki para calon pimpinan KPK. Syarat ini untuk menghindari konflik yang berkali-kali terjadi antara KPK dan Kepolisian.
Berikut wawancara suara.com dengan Gamarsih pekan lalu di ruang kerjanya di Fakultas Hukum Universitas Trisaksi, Jakarta Barat:
Bagaimana awal Anda dipilih menjadi anggota pansel pimpinan KPK?
Pada Rabu (20/5/2015) sore, usai mengajar di Trisakti, saya on the way ke Kejaksaan Agung. Saya mau mengajar 'Tindak Pidana Penuntutan dan Pencucian Uang'. Di sana saya mengajar calon Jaksa yang sedang proses menjadi JPU. Dari situ saya dihubungi staf khusus di Setneg. Dia tanya, "Ibu Yenti bersedia atau tidak jika namanya dicalonkan ke Presiden untuk menjadi Pansel KPK?". Yah saya pikir, ya sudah. Karena sudah lama orang sering meminta mendaftar komisioner KPK, sehingga banyak dorongan.
Bagi saya, isu korupsi sudah menjadi bagian keseharian saya, khususnya saya konsen di pendidikan. Terus dengan pertimbangan lain, "iya deh" saya jawab begitu saja. Malah setelah itu lupa, karena harus mengajar.
Apakah tidak niat untuk menerima tawaran itu?
Saya bukan tidak niat ya, ingin banget nggak juga. Siapa yang nyaring atau apa, saya juga nggak tahu. Tapi kalau saya konsen banget, iya.
Tapi tiba-tiba, mendadak untuk berpikir selama dibujuk, katanya ingin mencari komisioner yang bagus karena latarbelakang kemarin, sejarah kemarin, kita betul-betul cari komisioner yang bagus. Saya pikir-pikir iya. Tapi saya tidak mengharapkan banget. Tidak tahu juga yang dicalonkan berapa.
Kamis (21/5/2015) pagi saya dikasih selamat, padahal saya tidak tahu itu diumumkan. Saya tidak lihat, karena lagi ngajar.
Dari semua nama Pansel KPK adalah perempuan, dan ini disebut sebagai sejarah. Anda merasa terkejut?
Iya memang, kaget. Tapi kan kita nggak bicara gender. Saya tidak heran, biasa saja. Kalau lelaki semua juga tidak apa-apa. Ini kan masalah pemikiran, visi, pandangan bagaimana memberantas korupsi? Jadi saya pikir itu tidak ada relevansinya dengan gender.
Presiden dan yang membantu kan tracking, yang dipilih antara 47 sampai 57 orang. Kata presiden kemarin kita kan yang diterima bahwa penilaiannya sudah 4 bulan lamanya tanpa kita tahu. Tapi saya ditelepon setengah hari sebelumnya, tidak ada 12 jam. Tapi mengagetkan karena nama itu bukan yang beredar selama ini kan.
Dari kesembilan nama ini hanya beberapa orang yang konsen ke Korupsi. Seoptimis apa Pimpinan KPK yang terpilih nanti adalah yang terbaik?
Tidak apa-apa. Pemberantasan korupsi memerlukan berbagai bidang. Karena pemberantasan korupsi bukan hanya orang hukum atau orang korupsi saja. Penegakan hukum juga, pencegahan. Kalau media ingin, diprofiling saja.
Katanya Yenti yang paling 'korupsi'. Terlebih saya ahli pencucian uang satu-satunya di Indonesia. Jadi kenapa heran sama perempuan? Buktinya ahli pencucian uang pertama di Indonesia itu perempuan. Jadi nggak masalah, yang penting bekerja baik.
Pansel sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Untuk pertemuan pertemuan pertama itu, apa yang dibicarakan?
Kita mendapatkan SK di sana, kemudian Pak Presiden memberikan arahan dan visi, keinginan Pak Presiden untuk mengakomodir keinginan masyarakat tentang pemberantasan korupsi. Pak Jokowi langsung menyatakan kepada saya kalau di antara pilihan itu harus ada soal ahli pencucian uang.
Pemikirannya harus ada yang pencucian uang. Ini harus ditangkap bahwa penegakan hukum korupsi harus menggunakan pencucian uang. Karena untuk merampas aset, di antara yang 8 (tersangka korupsi) itu sudah ada.
Malah Pak Jokowi yang bilang harus ada ahli pencucian uang. Karena pencucian uang itu umumnya ada pada korupsi. Dalam penegakan hukum korupsi harus dijerat dengan pencucian uang, supaya hasil korupsi itu bisa cepat kembali ke negara.
Selama ini kan nggak semua, itu yang menjadi daftar pertanyaan. Yang ini nggak, yang itu nggak. Semisal yang kena, Anas Urbaningrum (Anas divonis 8 tahun penjara di kasus korupsi Hambalang senilai Rp 116,8 miliar dan US$ 5,26 juta. Anas didakwa menerima dua kendaraan mewah yang masing-masing seharga Rp670 juta dan Rp735 juta). Lalu Wa Ode Nurhayati (Wa Ode divonis 6 tahun penjara karena dianggap terbukti melakukan dua perbuatan tindak pidana, yakni menerima suap terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dan melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang sebesar Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya).
Selama ini kita fokus korupsi dulu tanpa ada pasal pencucian uang, nah itu tidak tepat. Seharusnya bersamaan.
Memberikan pasal pencucian uang tidak mudah, banyak kasus korupsi yang tidak mempunyai bukti untuk itu. Apa yang harus dilakukan KPK ke depan?
Saya tidak begitu paham kalau tidak ada bukti. Karena kan hasil korupsi yang mengalir itu ke mana. Waktu terjadi korupsi itu ada rumah baru, mobil baru, itu kan pencucian uang.
Saya sering sekali hadir di pengadilan korupsi tentang pencucian uang meski bukan hanya dari KPK. Kepolisian itu sering saling bersamaan dijatuhkan pasal pencucian uang. Jadi ini soal mindset, pola pikir komisionernya. Apa susahnya. Kan ada PPATK, ke mana aliran dananya. Saya sedang memikirkan, apa iya sih hasil analisis PPATK bukan bukti. Kok aneh yah. Dala hukum pidana, surat cinta itu bukti, misal ada pembunuhan.
Analisa PPATK ini sudah dianalisis oleh bank. Sudah ketahuan siapa yang menerima, siapa yang memberi. Makanya PPATK harus dikuatkan, memberikan prestasi lebih jika hasil analisisnya adalah bukti.
Apa jaminan Pansel KPK ini tidak 'masuk angin' menerima titipan orang ke KPK?
Keliatannya kita solid, meski baru beberapa kali pertemuan. Kalau perempuan itu kan menurut saya, nggak mudah dibujuk yang gitu-gitu. Yah tokoh perempuan ini kan banyak. Presiden perempuan ada, perdana menteri perempuan ada. Kemudian menteri perempuan ada. Mungkin saya pikir akan lebih sungkan untuk membujuk perempuan, dan yah Insya Allah kita membentengi diri. Gitu-gitu kan di mana-mana ada.
Semoga kita mendapatkan orang-orang yang terbaik dan banyak yang mendaftar. Semoga apa yang kita lakukan itu lancar. Kan sebulan ada
mamsukan masyarakat setelah diumumkan.
Anda sudah didekati seseorang untuk menyodorkan nama?
Yah nggak, lagian kita akan jemput bola. Yang menyodorkan nama-nama bagus banyak ke saya. Per-SMS, ini nih masukkan nama ini, di Twitter juga banyak, masukan dong ini hakim yang bersih. Tapi sejauh ini banyak yang beredar di masyarakat, dan teman-teman saya mengusulkan nama ke saya misalnya Hakim.
Bahkan teman saya yang juga pegiat anti korupsi, sudah mulai memasuk-masukkan. Tapi siapakah yang akan dijemput, kita kan belum tahu.
KPK tengah diuji konflik dengan polri, anggota KPK ke depan harus seperti apa agar tidak terjadi hal yang sama?
Yah mungkin nggak ada yang bisa diubah. Paling-paling kita cari orang yang berintegritas, kredible, independen, leadership. Emat kreteria itu menjadi penting. Nah dengan 4 ini, kita harap mereka mentaati dan mematuhi undang-undang KPK. Dalam UU KPK jelas fungsi mereka supervisi dan koordinasi.
Nah kan ini yang nggak jalan selama ini. Nah ini mudah-mudahan kita bisa memilih orang-orang yang arogansi sektoralnya tidak dominan. Sehingga bisa kita jaga.
Saya pribadi berpendapat, kita mencegah korupsi itu bukan hanya tugasnya KPK saja untuk penegakan dan pencegahan. Kan kita punya Kepolisian dan Kejaksaan. Kita kuatkan KPK dengan menghormati dan mendorong polisi dan kejaksaan.
Nah itu, bukan kita (Pansel) yang melakukan kan. Kita bisa menjaring orang-orang yang bisa ke arah itu. Makanya, Pansel ini kan terdiri dari Psikolog, Sosiolog, Tata Negara, Hukum dan HAM, IT, ada Manajemen, dan saya korupsi dan pencucian uang.
Mungkin nanti KPK tidak memperlihatkan cara-cara yang 'ini lho saya KPK bisa...'. Ini harus didorong polisi juga bisa, kejaksaan juga bisa. Mestinya saling komunikasi. Tapi faktanya kan kemarin ribut, mungkin sementara masalah-masalah teknis tapi dari pandangan sosiolog dan kejiwaan, penting bahwa kita menetapkan tanpa menyampaikan ego. Misal orang dari sebuah instansi kena, lalu menghakimi seluruh instansi itu buruk. Nah itu harus dijaga. Ingat polisi itu milik Indonesia. Ini harus dipikirkan.
Untuk menegakkan korupsi, semua penegak hukum harus bersatu, karena lawan kita itu koruptornya itu. Akhirnya kehilangan tenaga dan energi untuk menyelesaikan konflik begitu. Padahal seharusnya lebih banyak dari kasusnya. Bukannya untuk menyelesaikan konflik di dalam karena komisionernya bermasalah.
Artinya pemilihan calon pimpinan KPK ini akan lebih ketat?
Saya membayangkan akan lebih sulit, jauh lebih ketat. Kenapa? Kita masuk pada periode di mana baru saja dan sudah berkali-kali ini, dan ini sudah berulang kali. Bibit-Chandra dan Antasari. Tapi belakangan ini kan kita ada terus. Mudah-mudahan saya berharap ada orang bagus-bagus yang mendaftar. Di antara yang bagus-bagus itu lah kita mencari yang terbagus.
Dari kalangan seperti apa menurut Anda yang layak pimpin KPK? Kita pernah dari Kejaksaan, kemarin Samad dari LSM atau lowyer...
Kami kan berlatarbelakang hukum, ekonomi dan beberapa. Paling tidak dia di mana pun dia punya visi anti korupsi. Nantikan ada pengalaman kerjanya, bagaimana visi misi dengan korupsi, pencegahan korupsi dari mana.
Bagaimana tantangan pemberantasan korupsi ke depan?
Tantangannya berat. Tapi dengan profesionalitas yang tinggi kalau ada korupsi dan langsung dikaitkan dengan pencucian uang. Langsung, bukan nanti dulu. Saya yakin bisa cepat turun indeks korupsi. Dari nilai 100, kita masih di 34. Jadi kita di bawah kan. Tahun lalu 32, tapi kita jadi di bawah Filipina. Tapi nampaknya, kita naik di 34. Tapi bukan kita yang naik, tapi negara lain yang turun.
Mengapa bisa seperti itu, KPK yang lemah atau modus korupsi yang berkembang?
Ini kita bukan hanya KPK, Polisi, Jaksa, tapi kita melihat sistem. Sistemnya itu yang terbangun selama ini. Ini kan potensi korupsinya tinggi. Makanya pemerintah berusaha untuk membagun sistem anti korupsi. Sudah ada inpres, bagaimana strategi nasionalnya. Jadi membangun sistem birokrasi, manajemen, shingga budaya korupsi bukan sesutu yang tidak aneh. Itu aneh. Itu adalah memalukan, itu yang harus kita bangun.
Sekkarang orang dengan penampilan yang wah dan mewah, dia tidak peduli orang lain curiga. Bahwa orang itu harus malu, jangankan jadi tersangka, jadi saksi aja malu. Ini yang harus dibangun. Keluarga harus menolak hasil korupsi, harus menanyakan tiba-tiba kok dapat uag besar sekali. Nggak usah bangga berpenampilan mewah, tapi sumbernya tidak jelas (korupsi). Lebih baik kita menunjukan biar saja sederhana yang penting bersih.
Ini terbalik dengan situasi saat ini, tersangka korupsi membela diri di praperadilan. Pendapat Anda?
Itu kan harus dievaluasi. Dalam artian mencari orang-orang tidak melakukan itu. Pasti KPK evaluasi sekarang, karena kok bisa gitu. Saya pribadi berpendapat, meski pun MK sudah memutuskan objek praperadilan penetapan tersangka termasuk objek praperadilan, saya pribadi di pusat kajian hukum pidana mempertanyakan benar nggak sih. Okay itu putusan, tapi sebagai akademisi kami mengkritisi. Itu melanggar UU KUHAP dong. Pasal 77 tidak ada.
Yang saya heran adalah hakim di bawahnya tidak mengikuti, kenapa MK meloloskan? Saya tetap menghormati putusan, tapi boleh dong di dinilai. MK itu hanya menyatakan apakah ini bertentangan dengan konstitusi atau tidak, tapi apa yang dilakukan MK. MK malah membuat norma. MK nggak bisa begitu. Kalau kurang bukti dalam menetapkan tersangka, yah itu kan harus diulang. Bukan diberhentikan dong.
Dari kekalahan di praperadilan, di mana letak yang harus dievaluasi KPK?
Penyisiknya, dari kekalahan itu dia sediri yang tahu. Apa sih sebetulnya. Mana bukti yang tidak ada. Nah dari Pansel, kita mencari yang memahami betul, karena dia pimpinan. Makanya pemahaman hukum acara pidana harus ada. Tentang calon itu, harus menunjukkan harus tahu.
TNI direncanakan masuk KPK, meski jadi Sekjen. Menurut Anda itu perlu?
Saya belum terlalu mendalami, apa maksudnya. Tapi harus dilihat kepentingannya apa. Harus dipikirkan, urgen-nya apa. Semoga alasannya bukan seakan-akan perlu ada pengawasan karena KPK tengah konflik. Tapi perlu dipikirkan ulang. Tugas TNI itu lebih tinggi dari penegakan hukum dong, dia menjaga keamanan negara. Keseluruhan.
Pansel KPK ini memilih calon pimpinan KPK, tentu ini tugas berat dan berisiko. Sudah ada yang mengancam Anda setelah masuk pansel? Atau Anda butuh pengawal?
Ya nggak lah, jangan sampai. Kita menghindari dari pengaruh-pengaruh luar dan ada titipan saja. Kita harus berpikir secara jernih.