Yenti Ganarsih: Penyaringan Capim KPK Jauh Lebih Ketat

Senin, 08 Juni 2015 | 07:00 WIB
Yenti Ganarsih: Penyaringan Capim KPK Jauh Lebih Ketat
Yenti Ganarsih. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Artinya pemilihan calon pimpinan KPK ini akan lebih ketat?

Saya membayangkan akan lebih sulit, jauh lebih ketat. Kenapa? Kita masuk pada periode di mana baru saja dan sudah berkali-kali ini, dan ini sudah berulang kali. Bibit-Chandra dan Antasari. Tapi belakangan ini kan kita ada terus. Mudah-mudahan saya berharap ada orang bagus-bagus yang mendaftar. Di antara yang bagus-bagus itu lah kita mencari yang terbagus.

Dari kalangan seperti apa menurut Anda yang layak pimpin KPK? Kita pernah dari Kejaksaan, kemarin Samad dari LSM atau lowyer...

Kami kan berlatarbelakang hukum, ekonomi dan beberapa. Paling tidak dia di mana pun dia punya visi anti korupsi. Nantikan ada pengalaman kerjanya, bagaimana visi misi dengan korupsi, pencegahan korupsi dari mana.

Bagaimana tantangan pemberantasan korupsi ke depan?

Tantangannya berat. Tapi dengan profesionalitas yang tinggi kalau ada korupsi dan langsung dikaitkan dengan pencucian uang. Langsung, bukan nanti dulu. Saya yakin bisa cepat turun indeks korupsi. Dari nilai 100, kita masih di 34. Jadi kita di bawah kan. Tahun lalu 32, tapi kita jadi di bawah Filipina. Tapi nampaknya, kita naik di 34. Tapi bukan kita yang naik, tapi negara lain yang turun.

Mengapa bisa seperti itu, KPK yang lemah atau modus korupsi yang berkembang?

Ini kita bukan hanya KPK, Polisi, Jaksa, tapi kita melihat sistem. Sistemnya itu yang terbangun selama ini. Ini kan potensi korupsinya tinggi. Makanya pemerintah berusaha untuk membagun sistem anti korupsi. Sudah ada inpres, bagaimana strategi nasionalnya. Jadi membangun sistem birokrasi, manajemen, shingga budaya korupsi bukan sesutu yang tidak aneh. Itu aneh. Itu adalah memalukan, itu yang harus kita bangun.

Sekkarang orang dengan penampilan yang wah dan mewah, dia tidak peduli orang lain curiga. Bahwa orang itu harus malu, jangankan jadi tersangka, jadi saksi aja malu. Ini yang harus dibangun. Keluarga harus menolak hasil korupsi, harus menanyakan tiba-tiba kok dapat uag besar sekali. Nggak usah bangga berpenampilan mewah, tapi sumbernya tidak jelas (korupsi). Lebih baik kita menunjukan biar saja sederhana yang penting bersih.

Ini terbalik dengan situasi saat ini, tersangka korupsi membela diri di praperadilan. Pendapat Anda?

Itu kan harus dievaluasi. Dalam artian mencari orang-orang tidak melakukan itu. Pasti KPK evaluasi sekarang, karena kok bisa gitu. Saya pribadi berpendapat, meski pun MK sudah memutuskan objek praperadilan penetapan tersangka termasuk objek praperadilan, saya pribadi di pusat kajian hukum pidana mempertanyakan benar nggak sih. Okay itu putusan, tapi sebagai akademisi kami mengkritisi. Itu melanggar UU KUHAP dong. Pasal 77 tidak ada.

Yang saya heran adalah hakim di bawahnya tidak mengikuti, kenapa MK meloloskan? Saya tetap menghormati putusan, tapi boleh dong di dinilai. MK itu hanya menyatakan apakah ini bertentangan dengan konstitusi atau tidak, tapi apa yang dilakukan MK. MK malah membuat norma. MK nggak bisa begitu. Kalau kurang bukti dalam menetapkan tersangka, yah itu kan harus diulang. Bukan diberhentikan dong.

Dari kekalahan di praperadilan, di mana letak yang harus dievaluasi KPK?

Penyisiknya, dari kekalahan itu dia sediri yang tahu. Apa sih sebetulnya. Mana bukti yang tidak ada. Nah dari Pansel, kita mencari yang memahami betul, karena dia pimpinan. Makanya pemahaman hukum acara pidana harus ada. Tentang calon itu, harus menunjukkan harus tahu.

TNI direncanakan masuk KPK, meski jadi Sekjen. Menurut Anda itu perlu?

Saya belum terlalu mendalami, apa  maksudnya. Tapi harus dilihat kepentingannya apa. Harus dipikirkan, urgen-nya apa. Semoga alasannya bukan seakan-akan perlu ada pengawasan karena KPK tengah konflik. Tapi perlu dipikirkan ulang. Tugas TNI itu lebih tinggi dari penegakan hukum dong, dia menjaga keamanan negara. Keseluruhan.

Pansel KPK ini memilih calon pimpinan KPK, tentu ini tugas berat dan berisiko. Sudah ada yang mengancam Anda setelah masuk pansel? Atau Anda butuh pengawal?

Ya nggak lah, jangan sampai. Kita menghindari dari pengaruh-pengaruh luar dan ada titipan saja. Kita harus berpikir secara jernih.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI