Yenti Ganarsih: Penyaringan Capim KPK Jauh Lebih Ketat

Senin, 08 Juni 2015 | 07:00 WIB
Yenti Ganarsih: Penyaringan Capim KPK Jauh Lebih Ketat
Yenti Ganarsih. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Yenti Ganarsih begitu cakap dan detil menjelaskan soal kejahatan dan perilaku korupsi di Indonesia. Dia mengatakan korupsi adalah kejahatan besar, sehingga harus dipilih komisioner yang sangat bagus.

Tidak ada pilihan lain, harus dipilih pimpinan KPK yang cakap dan mempunyai kapasitas layak. Dimulai dari penyaringan yang ketat hingga terpilih nantinya. Untuk proses pendaftaran calon pimpinan KPK, sudah dibuka sejak Jumat (9/6/2015) pekan lalu.

Ganarsih terpilih menjadi salah satu Panitia Seleksi Pimpinan KPK. Ia merupakan doktor pertama Indonesia dalam bidang pencucian uang. Gelar doktor itu diraihnya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 2003 setelah melakukan studi pustaka di Washington University dengan sedikitnya 500 dokumen. Namun dia tidak didapuk menjadi ketua Pansel. Ahli ekonomi, Destri Damayanti yang menjadi ketua Panselnya.

Menurut Ganarsih, penunjukkan Destri menjadi ketua pansel tidak masalah. Sebab proses seleksi pimpinan KPK kali ini akan sangat berbeda, disaring oleh 9 perempuan dari berbagai latarbelakang.

Mereka adalah Pakar Hukum Tata Negara Enny Urbaningsih, Pakar Hukum Herkristuti Herkrisnowo, Ahli IT dan Manajemen Betty Alisjahbana, Psikolog Sumpra Windarti, Ahli Tata Kelola Pemerintahan Natalia Subagyo, Ahli Hukum Diani Sadyawati, dan Sosiolog Meutia Gani. Hanya Ganarsih sebagai ahli tindak pidana korupsi dan pencucian uang 'tulen'.

Secara tertulis, Panel memberikan 11 syarat untuk capim KPK. Di antaranya berlatarbelakang sarjana hukum, berpengalaman selama 15 tahun di bidangnya, tidak pernah melakukan perbuatan tercela, dan melepaskan jabatan lain setelah menjadi pimpinan KPK. Batas pendaftaran sampai 24 Juni dan akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo tak lama setelah itu. Kemudian diserahkan ke DPR untuk menjalankan tes uji kelayakan dan kepatutan.

Menurut Ganarsih, ada syarat lain yang perlu dimiliki para calon pimpinan KPK. Syarat ini untuk menghindari konflik yang berkali-kali terjadi antara KPK dan Kepolisian.

Berikut wawancara suara.com dengan Gamarsih pekan lalu di ruang kerjanya di Fakultas Hukum Universitas Trisaksi, Jakarta Barat:

Bagaimana awal Anda dipilih menjadi anggota pansel pimpinan KPK?

Pada Rabu (20/5/2015) sore, usai mengajar di Trisakti, saya on the way ke Kejaksaan Agung. Saya mau mengajar 'Tindak Pidana Penuntutan dan Pencucian Uang'. Di sana saya mengajar calon Jaksa yang sedang proses menjadi JPU. Dari situ saya dihubungi staf khusus di Setneg. Dia tanya, "Ibu Yenti bersedia atau tidak jika namanya dicalonkan ke Presiden untuk menjadi Pansel KPK?". Yah saya pikir, ya sudah. Karena sudah lama orang sering meminta mendaftar komisioner KPK, sehingga banyak dorongan.

Bagi saya, isu korupsi sudah menjadi bagian keseharian saya, khususnya saya konsen di pendidikan. Terus dengan pertimbangan lain, "iya deh" saya jawab begitu saja. Malah setelah itu lupa,  karena harus mengajar.

Apakah tidak niat untuk menerima tawaran itu?

Saya bukan tidak niat ya, ingin banget nggak juga. Siapa yang nyaring atau apa, saya juga nggak tahu. Tapi kalau saya konsen banget, iya.

Tapi tiba-tiba, mendadak untuk berpikir selama dibujuk, katanya ingin mencari komisioner yang bagus karena latarbelakang kemarin, sejarah kemarin, kita betul-betul cari komisioner yang bagus. Saya pikir-pikir iya. Tapi saya tidak mengharapkan banget. Tidak tahu juga yang dicalonkan berapa.

Kamis (21/5/2015) pagi saya dikasih selamat, padahal saya tidak tahu itu diumumkan. Saya tidak lihat, karena lagi ngajar.

Dari semua nama Pansel KPK adalah perempuan, dan ini disebut sebagai sejarah. Anda merasa terkejut?

Iya memang, kaget. Tapi kan kita nggak bicara gender. Saya tidak heran, biasa saja. Kalau lelaki semua juga tidak apa-apa. Ini kan masalah pemikiran, visi, pandangan bagaimana memberantas korupsi? Jadi saya pikir itu tidak ada relevansinya dengan gender.

Presiden dan yang membantu kan tracking, yang dipilih antara 47 sampai 57 orang. Kata presiden kemarin kita kan yang diterima bahwa penilaiannya sudah 4 bulan lamanya tanpa kita tahu. Tapi saya ditelepon setengah hari sebelumnya, tidak ada 12 jam. Tapi mengagetkan karena nama itu bukan yang beredar selama ini kan.

Dari kesembilan nama ini hanya beberapa orang yang konsen ke Korupsi. Seoptimis apa Pimpinan KPK yang terpilih nanti adalah yang terbaik?

Tidak apa-apa. Pemberantasan korupsi memerlukan berbagai bidang. Karena pemberantasan korupsi bukan hanya orang hukum atau orang korupsi saja. Penegakan hukum juga, pencegahan. Kalau media ingin, diprofiling saja.

Katanya Yenti  yang paling 'korupsi'. Terlebih saya ahli pencucian uang satu-satunya di Indonesia. Jadi kenapa heran sama perempuan? Buktinya ahli pencucian uang pertama di Indonesia itu perempuan. Jadi nggak masalah, yang penting bekerja baik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI