Muhammad Nasir: Ijazah Palsu Sudah Mengakar di Sistem Pendidikan

Senin, 01 Juni 2015 | 07:00 WIB
Muhammad Nasir: Ijazah Palsu Sudah Mengakar di Sistem Pendidikan
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir geram dengan maraknya ijazah palsu. Menurut dia, pemalsuan ijazah adalah kejahatan besar. Bahkan bisa merusak masa depan Indonesia.

Berbaju batik klasik dengan corak warna merah, mantan Rektor Universitas Diponegoro itu menerima wawancara Suara.com di kantornya, Gedung D, Komplek Kementerian Pendidikan, Jumat lalu, (29/05/2015).  Di awali perbincangan ringan seputar kisah lucu seputar pengalaman sejumlah pejabat yang mendapat ijazah palsu, dari anggota Dewan hingga pejabat daerah.

Ia heran dengan sebagian pejabat yang bangga menyandang ijazah palsu. Peraih gelar doktor dari Universitas Sains Malaysia ini menegaskan akan memberantas kejahatan ijazah palsu. Kata dia, ijazah palsu isu lama, namun penanganan selama ini tidak serius hingga mengakar di sistem pendidikan Indonesia.

Dalam kurun waktu singkat, Menristek-dikti menemukan 18 perguruan tinggi yang diduga mengeluarkan ijazah palsu. Mereka ada di wilayah Jabodetabek, Medan hingga Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Bahkan ada seorang rektor universitas di Kupang mengaku memperoleh gelar doktor (S3) dari Berkeley University di Jakarta. Namun Berkeley University di Jakarta ini kampus abal-abal.  "Saya akan terus kejar mereka. Saya laporkan ke polisi. Hukum mereka yang terbukti memalsukan jazah," kata dia.

Bagaimana strategi Muhammad Nasir dalam memberantas ijazah palsu di Indonesia? Lalu bagaimana tindakan Kemenristek-dikti untuk mengawasi calon kepala daerah yang menggunakan ijazah palsu pada Pemilukada serentak 2015 ini? Berikut wawancara dengan Menristek-dikti.

Ijazah palsu isu lama, kenapa baru sekarang dibongkar?

Saya sengaja membongkar ini karena sudah keterlaluan. Sudah lama, tapi tidak ada tindakan. Dan ternyata respon masyarakat meledak.

Awal kasus ini ada pengaduan dari masyarakat, karena semakin marak jual beli ijazah. Penjualan ijazah dilakukan oleh mereka yang tidak punya lembaga. Ternyata perguruan tinggi yang mempunyai lembaga resmi melakukan transaksi jual beli ijazah juga. Kalau yang di luar (lembaga pendidikan tinggi resmi) itu lebih banyak lagi. Seperti di internet itu Anda tingga pilih  mau ijazah mana akan dicetakkan. Tapi itu bukan ranah saya.

Di ranah kami, ada jual beli ijazah yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi. Demikian pula ada perguruan tinggi yang tidak dapat izin tapi beroperasi. Nah ini kewajiban saya untuk melacaknya.

Setelah pengaduan itu, kami masuk ke dalam database Dikti, yaitu Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT). Dari data di Dikti,  ternyata perguruan tinggi yang mempunyai masalah yang harus diselesaikan itu banyak. Jumlah ratusan.

Dari data itu saya scanning secara acak. Dari data itu saya temukan banyak masalah. Setelah saya acak,  saya temukan belasan. Kami coba telisik lebih dalam, dari data internal. Kami juga terjun ke lapangan. Tadinya mau saya panggil, tapi nggak akan terungkap  masalah kalau hanya dipanggil.

Setelah saya cek langsung lapangan, ternyata masalah ini cukup berat. Ini tidak cukup sebulan dua bulan. Dan ini sudah bertahun-tahun sampai puluhan tahun (terjadi ijazah palsu). Ternyata mereka yang menggunakan ijazah palsu pun happy. Karena tidak ada masalah. Kami curigai ini adalah transaksi jual beli. Pada saat sidak, kami bentuk tim audit akademik.

Senin saya sidak ke universitas di Bekasi, saya interogasi satu persatu. Bagi saya ini langkah awal saya masuk ke pintu mafia ijazah palsu. Tim awal kami turunkan, mereka tak berkutik saat disidak. Setelah itu saya membuat pernyataan bersama Kapolri. Kasus Berkeley University di Jakarta saya laporkan ke polisi karena sudah jelas-jelas salah. Jebret!

Saya kemudian memberikan ultimaltum, barang siapa yang memegang ijazah palsu, tidak mengikuti proses pembelajaran yang benar, segera lapor ke Menteri Nasir. Kalau tidak lapor, kami akan proses hukum. Dalam beberapa hari ada yang melapor yang memperoleh ijazah dengan membeli. Yang sudah saya terima ada satu laporan masyarakat. 

Setelah terbongkar, ke depan kami akan gelar perkara. Temuan ini akan saya umumkan minggu depan. Setelah itu saya akan putuskan tutup atau tidak perguruan tinggi tersebut. Tapi dengan lihat data-data itu, potensi lembaga ini tidak benar. Setelah itu kami bergerilya, berkoordinasi dengan polisi untuk mengawasi perguruan tinggi yang ada di Indonesia.  Akhirnya muncul temuan kasus serupa di Medan, rektornya sudah ditangkap, baliho dirobohkan. Respon masyarakat sangat positif.

Saya sudah kompetitif plus kita akan rendah kalau jual beli ijazah dibiarkan. Akhirnya trust terhadap perguruan tinggi di Indonesia tidak ada. Atau turun paling tidak. Yang seharusnya kita mempunyai kemampuan untuk bermain (di tingkat internasional). Tapi karena direcokin dengan ijazah palsu, mengakibatkan kompetisi kita menjadi tidak kompetitif.

Saya akan cari, kupas, buru terus masalah ini. Jakarta, di luar Jakarta, di luar Jawa, kita cari terus. Nanti kita umumkan lalu tutup, umumkan lalu tutup. Satu persatu universitas. Saya ingin mengedukasi kepada masyarakat melatih kejujuran. Bagi saya revolusi mental dilakukan dari kejujuran.  Kalau tidak bahaya.

Strategi apa yang dilakukan untuk menjalankan itu semua?

Di pangkalan data pendidikan tinggi mungkin harus ada perbaikan biar lebih detil. Ke depan seluruh daftar mahasiswa Indonesia harus dicatat di pangkalan data pendidikan tinggi. Kami sudah ada itu, seluruh indonesia. Perguruan tinggi yang akan mencatatkan mahasiswanya, itu harus melalui proses yang benar.

Begitu masuk (kuliah), pindahan, dia ikut proses kapan lulus. Database ini diperbaiki dan saya minta kunci database itu harus dikunci namanya, NIM, tempat tanggal lahir, foto copy ijazah dicapture, dan fotonya. Jadi tidak bisa diubah, harus menempel pada datanya.  Kelemahan saat ini, kalau nama ini tidak dikunci, bisa diganti seenaknya. Ini akan kita awasi terus. Izin akan saya lepas, pengawasan akan saya ketatkan. Kalau nggak pendidikan kita berat. Sekarang kita tengah meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan perguruan tinggi kita. Ini strategi yang tengah kami jalankan.

Yang ketiga, strateginya adalah kalau sudah jalan semua, saya minta lakukan sidang ke perguruan tinggi dengan menyiapkan database dalam pangkalan data. Kemudian dibandingkan dengan data di perguruan tinggi. Ini supaya mereka care, hati-hati. Dalam satu semester, cukup satu kali pendataan sudah cukup. Ini termonitor betul. Kita harapkan dalam 1 tahun ini selesai.

Jadi Kalau you (pengguna ijazah palsu) akan melapor, akan kami rehabilitasi. Kalau tidak lapor, akan ke polisi.

Jadi proses di Dikti ini lebih mempermalukan dan memberikan saksi sosial kepada pemegang ijazah palsu dan universitas mengeluarkan ijazah palsu?

Iya, sangat memalukan itu. Kalau dikriminalisasi, mereka akan mikir juga. Karena UU-nya (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) mengatakan begitu. Akan didenda sekian miliar untuk lembaga, kalau perseorangan Rp 500 juta. orang mikir cari uang Rp 500 juta nggak gampang, berat.

Selama ini kriminalisasi pemegang ijazah palsu dan pembuat ijazah palsu sudah ada?

Belum, ini pertama kali mengkriminalisasikan terhadap pemegang ijazah palsu dan penyelenggara. Nanti dosen yang terlibat  akan kami laporkan ke polisi.

Lalu pemalsuan ijazah sudah lama, siapa backing di belakangnya?

Saya tidak tahu, saya nggak mau tahu, tidak mau mengurusi backing-nya. Ini sudah sekian lama, menjamur dan mengakar sudah.

Bahkan kadang mereka mendatangkan orang asing untuk meningkatkan citra universitas abal-abalnya

Betul itu, nggak tanggung-tanggung. Karena dia saking untuk meyakinkan pada orang. Berapa mendatangkan bule itu? Paling Rp50 juta. Tapi proses pembelajarannya nggak tahu. Target saya dalam satu tahun ini akan saya monitor minggu perminggu, bulan perbulan. Supaya mereka jera.

Masalah ini sudah lama, apa titik masalahnya? Banyak yang minta atau banyak yang menawaran ijazah palsu?

Kalau kita perhatikan, itu karena ada suply dan demand. Terutama permintaan. Orang meminta, kalau tidak ada penawaran, meski harga akan tinggi. Kalau permintaan dan penawaran imbang, bisa berkembang subur. Yang sekarang terjadi itu permintaan tinggi, penawaran juga tinggi. Kalau ini terjadi, ini bahaya.

Ada problem yang menggunakan ijazah palsu ini pejabat tinggi, menurut pandangan Anda?

Iya kemarin baru geger di DPR, itu bagi saya, orang itu paling tidak punya moral ditanamkan di situ. Saya amati, Minggu depan saya rapat di DPR, bakal ditanya. Tapi bagi saya sepajang saya dalam koridor yang benar, saya jalani terus. Saya kejar sampai titik akar terakhir.

Anda lama di perguruan tinggi, sebenarnya apa kategori ijazah palsu itu? Misal, ada yang daftar kuliah lalu tidak pernah masuk, dan 4 tahun kemudian mendapatkan ijazah? Itu termasuk ijazah palsu?

Ini proses pembelajaran itu yang akan saya lacak. Contoh dia dapat ijazah dari universitas apa? Jurusan apa? Kita cari. Okay kamu lulus, tapi bagaimana perkuliahan. Pastikan dosen kasih nilai. Siapa yang mengajar? Bagaimana absensi kuliahnya? Nanti ini akan saya lacak sampai akar. Sampai ditemukan dosennya. Kalau dia tidak pernah kuliah, ujian, dapat nilai, ini sama dengan transaksi jual beli. Melegalkan proses pembelajaran yang tidak benar. Kalau lihat pidananya ini penipuan.

Apakah ciri-ciri universitas yang berpotensi mengeluarkan ijazah palsu?

Lihat di pangkalan data. Umpanya universitas apa? Program studi apa? Status apa? Kalau statusnya non-aktif itu tandanya masalah itu. Jangan masuk ke sana kalau gitu. Mungkin rasionya tidak imbang. Buka di website https://forlap.dikti.go.id/. Semua publik bisa mengakses. Pilih universitas yang aktif dan sehat. Bisa cek nomor ijazah juga.

Di mana paling banyak ada universitas abal-abal? Jakarta?

Mestinya kalau kita lihat di kota besar. Di Ibukota itu yan sembarangan pasti lengkap. Kecurangan paling lengkap. Daerah itu kan mengikuti. Tapi Jakarta jelas paling banyak. Kalau ada yang aneh-aneh, foto dan kirimkan ke saya. Saya akan lacak itu. Nanti saya bentuk tim.

Sebentar lagi Pilkada serentak di akhir 2015. Sejauhmana peran Dikti dalam mengawasi ijazah calon kepala daerah?

Kalau kami tidak ingin masuk ke sana. Itu mestinya Kemendagri dan KPU. KPU itu harus kerjasama dengan kami. Oleh karena itu nanti kami akan bersurat kepada KPU juga, KPU tolong ijazah para calon itu dicek keabsahannya. Kalau tidak ada dalam pangkalan data, ijazahnya ijazah palsu. Itu bagian dari revolusi mental. Kalau awalnya nggak jujur pasti dia akan korupsi dan seterusnya.

Bayangkan ada anggota dewan, ini real laporan dari masyarakat. Ada aggota dewan mengaku sarjana sosial, S.sos. Orang itu bertanya, bapak S1 yah? Karena tulisan namanya ada S.sos. Kata si bapak itu, nggak saya bukan S1, saya S.sos. Lah iya kan S.sos itu S1. Kata dia, saya bukan SI, sambil nada tinggi. Saya S.sos.

Yang kedua ada pengacara bupati. Pada saat itu diusut ijazah palsu. Pak bupati, bapak pakai ijazah palsu yah. Dia bilang, siapa bilang, saya tidak pernah minta ijazah palsu. Saya selallu minta ijazah asli. hahaha.

Nah itu kan, karena mereka nggak tahu perguruan tinggi kayak apa. Ini terjadi, oleh karena itu informasi yang seperti ini yang lucu- lucu itu muncul.

Saat MEA, persaingan meningkat. Bagaimana perguruan tinggi ini menyiapkan lulusan yang berkualitas? Apa persiapan Dikti?

Oleh karena itu dengan menghadapi MEA, agar lulusan kita ini mempunyai daya saing yang baik, kepercayaan pada lulusan kita ini ada. Maraknya ijazah palsu, bagaimana negara asing percaya pada kita? Ini yang penting. Jangan sampai terjebak memilih biaya murah, cara proses mudah, untuk mendapatkan ijazah, pasti itu jadi masalah. Sekolah nggak ada yang mudah. Sekolah itu susah, belajar.

Anda pernah menyatakan di media jika skripsi S1 itu tidak perlu, Anda serius mengatakan itu?

Nggak, ini media menangkapnya yang salah itu. Maksudnya, skripsi bagi mahasiswa, kementerian telah mengatur itu adalah pilihan. Dan ini semua diserahkan ke universitas masing-masing. Kalau pilihan ada universitas yang memberlakukan boleh buat skripsi atau tidak, kalau boleh, gantinya apa? Bagi saya sebagai menteri saya berikan kewenangan ke PT, mau hapus yah silahkan tidak yah silahkan. Saya ngomongnya gitu. Ini aturan sudah ada, yaitu tentang oprsional, bukan skripsi hal wajib. Yang mewajibkan itu perguruan tinggi. karena perguruan tinggi punya tujuan beda-beda.

Bukannya skripsi untuk melatih daya analisa?

Itulah ada universitas yang memasukkan itu kalau skripsi wajib. Tujuannya meningkatkan analitikal mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan. Jadi ada analisa mahasiswa. (Suwarjono)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI