Muhammad Nasir: Ijazah Palsu Sudah Mengakar di Sistem Pendidikan

Senin, 01 Juni 2015 | 07:00 WIB
Muhammad Nasir: Ijazah Palsu Sudah Mengakar di Sistem Pendidikan
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sebentar lagi Pilkada serentak di akhir 2015. Sejauhmana peran Dikti dalam mengawasi ijazah calon kepala daerah?

Kalau kami tidak ingin masuk ke sana. Itu mestinya Kemendagri dan KPU. KPU itu harus kerjasama dengan kami. Oleh karena itu nanti kami akan bersurat kepada KPU juga, KPU tolong ijazah para calon itu dicek keabsahannya. Kalau tidak ada dalam pangkalan data, ijazahnya ijazah palsu. Itu bagian dari revolusi mental. Kalau awalnya nggak jujur pasti dia akan korupsi dan seterusnya.

Bayangkan ada anggota dewan, ini real laporan dari masyarakat. Ada aggota dewan mengaku sarjana sosial, S.sos. Orang itu bertanya, bapak S1 yah? Karena tulisan namanya ada S.sos. Kata si bapak itu, nggak saya bukan S1, saya S.sos. Lah iya kan S.sos itu S1. Kata dia, saya bukan SI, sambil nada tinggi. Saya S.sos.

Yang kedua ada pengacara bupati. Pada saat itu diusut ijazah palsu. Pak bupati, bapak pakai ijazah palsu yah. Dia bilang, siapa bilang, saya tidak pernah minta ijazah palsu. Saya selallu minta ijazah asli. hahaha.

Nah itu kan, karena mereka nggak tahu perguruan tinggi kayak apa. Ini terjadi, oleh karena itu informasi yang seperti ini yang lucu- lucu itu muncul.

Saat MEA, persaingan meningkat. Bagaimana perguruan tinggi ini menyiapkan lulusan yang berkualitas? Apa persiapan Dikti?

Oleh karena itu dengan menghadapi MEA, agar lulusan kita ini mempunyai daya saing yang baik, kepercayaan pada lulusan kita ini ada. Maraknya ijazah palsu, bagaimana negara asing percaya pada kita? Ini yang penting. Jangan sampai terjebak memilih biaya murah, cara proses mudah, untuk mendapatkan ijazah, pasti itu jadi masalah. Sekolah nggak ada yang mudah. Sekolah itu susah, belajar.

Anda pernah menyatakan di media jika skripsi S1 itu tidak perlu, Anda serius mengatakan itu?

Nggak, ini media menangkapnya yang salah itu. Maksudnya, skripsi bagi mahasiswa, kementerian telah mengatur itu adalah pilihan. Dan ini semua diserahkan ke universitas masing-masing. Kalau pilihan ada universitas yang memberlakukan boleh buat skripsi atau tidak, kalau boleh, gantinya apa? Bagi saya sebagai menteri saya berikan kewenangan ke PT, mau hapus yah silahkan tidak yah silahkan. Saya ngomongnya gitu. Ini aturan sudah ada, yaitu tentang oprsional, bukan skripsi hal wajib. Yang mewajibkan itu perguruan tinggi. karena perguruan tinggi punya tujuan beda-beda.

Bukannya skripsi untuk melatih daya analisa?

Itulah ada universitas yang memasukkan itu kalau skripsi wajib. Tujuannya meningkatkan analitikal mahasiswa terhadap ilmu pengetahuan. Jadi ada analisa mahasiswa. (Suwarjono)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI