Kak Seto: Melindungi Anak Perlu Orang Sekampung

Senin, 25 Mei 2015 | 07:00 WIB
Kak Seto: Melindungi Anak Perlu Orang Sekampung
Pemerhati Anak, Seto Mulyadi atau Kak Seto. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aktivis perlindungan anak, Seto Mulyadi tidak aneh ada berita orangtua menelantarkan anaknya, bahkan menyiksanya. Menurut dia, ini sudah terjadi sejak dulu.

Namun Kasus penelantaran anak di Cibubur, Jakarta Timur pekan lalu mengundang perhatian luas. Itu karena diliput media. Sementara, masih ada ribuan anak terlantar di kota besar, di antaranya di Jakarta.

Ke mana negara? Begitu tanya Kak Seto - sapaan akrab Seto Mulyadi - dengan wajah tegang. Terlebih berdasarkan pantauan KPAI, Komnas Anak dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPP-PA), rata-rata pertahun ada 3.000 kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan. Kata dia, jumlahnya akan banyak jika masyarakat berani melapor.

Pencipta 'Si Komo' menyerukan kekerasan kepada anak harus dihentikan. Caranya, masyarakat harus terlibat. Jangan sungkan melaporkan ada orangtua yang berlaku jahat kepada anak-anak.

Bagaimana trik-trik menghindari kekerasan kepada anak di rumah? Dan bagaimana semestinya peran negara untuk mendukung seruan itu.

Berikut petikan wawancara suara.com bersama Kak Seto pekan lalu:

Kekerasan kepada anak dilakukan oleh orangtua sendiri, apakah ini hal luar bisa?

Sebenarnya bukan kasus baru. Komnas Anak banyak mendengar dan laporan banyak kasus seperti itu tidak terungkap ke permukaan. Sering masalah anak-anak ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang 'seksi' dan menarik. Ini fenomena gunung es, yang hanya sebagian kecil lalu jadi berita. Kayak kasus penelantaran anak ini, banyak sekali terjadi. Tapi karena ini belum ada berita apa-apa, tiba-tiba jadi menarik gitu.

Pelakunya kok dikira pelaku kekerasan pada anak di kalangan menengah ke bawah, atau pelaku kekerasan tuh yang kesulitan ekonomi atau golongan yang tidak terdidik. Saya pernah kok melihat profesor yang menempeleng anaknya kok. Ini menyangkut paradigma yang keliru mengenai anak, jadi seolah anak-anak itu dianggap komunitas kelas bawah, jadi korbankan.

Kedua, karena anak ini milik orangtua, sehingga tidak boleh diperlakukan apa saja. Misal ada apa-apa ditugur oleh tetangga, "eh jangan ikut campur tangan, ini masalah privasi saya. Itu hak saja untuk mendidik dengan cara begini". Ini semua sudah tidak berlaku. Memang harus ada gerakan nasional kembali yang dicanangkan oleh presiden, misalnya 'stop kekerasan dan kekerasan pada anak'.

Di era Presiden SBY sudah pernah...

Iya lewat Inpres (Instruksi Presiden), tapi kurang menggelegar. Mungkin pas nanti Hari Anak Nasional, Pak Jokowi mencenangkan kembali. Kalau kita ingin memiliki bangsa yang besar, bangsa itu harus dibangun dari sekarang. Jadi mulai pemimpin-pemimpinnya dari anak. Bukan hanya cerdas, kreatif, ganteng, tapi pemimpin yang hatinya juga bersih.

Tidak Kejam, tidak penuh kekerasan, tidak emosional. Itu bisa tercapai kalau dari kecil anak-anak dihargai hak-haknya. Sekarang kalau kayak begini-begini terus, lihat saja nanti. Kekerasan mudah di mana-mana. Sampai lembaga terhormat saja ada kekerasan, begitu kalah, jungkirkan kursi. Berantem. Karena tanpa sadar beliau-beliu dari kecil ini dididik dengan kekerasan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI