Saya bukan pengacara keluarga. Tapi saat itu (Jumat, 1 Mei 2015) pukul 01.00 saya baru pulang ke rumah, buka sepatu, celana, sepatu, duduk di kursi untuk rebahan. Ada pesan pesan masuk dari Novel, oh ternyata dari istrinya Novel. Isinya Bang Novel baru ditangkap, minta bantuannya. Saya telepon dan istrinya cerita. Ya sudah saya langsung ke Bareskrim.
Saya tunggu sampai jam berapa gitu, ada Budi Waseso lagi wawancara dan setelah selesai saya datangi Budi. Saya dikasih akses datang.
Di tengah jam-jam itu saya banyak telepon pejabat tinggi di kepolisian. Pejabat bintang 3. Saya telepon semua, yang saya rasa perlu saya telepon. Saya telepon menteri juga. Kapolri angkat telepon jam 3 (pagi). Andi Widjajanto telepon balik jam 6-an. Saya kasih Novel suruh cerita. Andi bilang susun laporan ke Presiden yuk apa yang terjadi.
Saya bantu suarakan lewat media sosial, di Change.org. Galang dukungan. Saya tanya Novel, mau seperti apa ini perlawanannya? Tinggi atau berat, atau biasa aja? Fight mas tinggi. Hayok! Lawan. Berarti nggak ada kompromi kita, seluruh cara kita jalankan. Proses hukum kita hadapi dengan strategi hukum. Proses politik dengan cara-cara politik. Dan tentu konsolidasi gerakan.
Apa celah hukum yang menjadi pembelaan status tersangka Novel di Praperadilan nanti bisa dibatalkan?
Kalau celah hukum saya tidak bisa bicara karena ini bagian dari strategi kuasa hukum. Tapi kalau dasar hukumnya standar. Kita ditangkap dan ditahan dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum acara, itu kan tidak adil.
Saat ini polisi sudah menyuntuh ke area politis, seperti berkomentar Presiden Jokowi akan diperiksa (dalam korupsi UPS di DKI Jakarta). Menurut Anda bagaimana?
Iya itu kan karena ada hubungan politik antara pelaku politik dengan orang-orang tertentu dalam kepolisian. Sehingga dia kepercayaan diri dan ada semacam keberanian diri untuk mengambil langkah-langkah sejauh itu. Kan bukan tanpa alasan yang disampaikan bahawa pernyataan seseorang, katakan lah Kabareskrim, bukan kapolri, itu mengambil sikap demikian.
Apa lagi kita tahu dalam pucuk kekuasaan, presiden dan wakil presiden kan terlihat sikap yang terbelah antara Jokowi sebagai Presiden dan Jusuf Kalla sebagai Wapres.
Indikatornya sederhana. Di hari Novel ditangkap, ketika Jokowi mengambil sikap agar Novel tidak ditahan, memerintahkan Kapolri melakukan itu. Jusuf Kalla datang ke Bareskrim Mabes Polri untuk sikap yang berbeda. Dia anggap masalah itu nggak ada, pengkapan itu bukan masalah, bagian dari proses hukum biasa yang harus dilanjutkan.