Aleksius Jemadu: Hasil Konferensi Asia-Afrika Sulit Terwujud

Senin, 27 April 2015 | 07:00 WIB
Aleksius Jemadu: Hasil Konferensi Asia-Afrika Sulit Terwujud
Pengamat Hubungan Internasional, Aleksius Jemadu. (Pebriansyah Ariefana/Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 berakhir pada Kamis (23/5/2015). Dari konferensi tersebut, terdapat tiga dokumen yang dihasilkan.

Ketiga dokumen itu adalah pesan Bandung 2015, deklarasi penguatan kemitraan strategis Asia dan Afrika dan deklarasi kemerdekaan Palestina. Semua dokumen tersebut diharapkan bisa diwujudkan.

Pesan Bandung berisi rencana kerjasama mulai dari isu demokrasi, HAM, sampai reformasi PBB. Kedua soal kerjasama kerjasama kemitraan strategis yang salah satunya adalah sektor ekonomi. Kerjasama itu diharapkan bisa menjembatani kesenjangan pembangunan antara Asia dan Afrika. Sedangkan yang terakhir, negara peserta KAA sepakat mendorong kemerdekaan Palestina.

Pengamat Hubungan Internasional yang juga Guru Besar Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu berpandangan kritis soal implementasi usai  KAA. Sebab sudah 6 kali peringatan KAA digelar, Indonesia tidak terlalu mempunyai aksi konkret dalam menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam konferensi tersebut.

Dalam kerjasama ekonomi, misalnya, Indonesia masih bergantung kepada negara-negara maju. Sementara itu, negara Asia-Afrika pun belum bisa lepas dari dominasi kekuatan barat. Sehingga kemerdekaan Palestina bisa jadi sulit terwujud.

Berikut wawancara suara.com dengan Aleksius Jemadu pekan lalu di ruang kerjanya di Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Banten:

Sejauhmana Indonesia bisa mengimplementasikan 3 dokumen yang dihasilkan dalam KAA ke-60 tahun?

Pemerintah mengangkat isu di Asia-Afrika ini karena sebenarnya semata-mata karena prestige saja. Di masa lalu Indonesia pernah memimpin di antara negara-negara berkembang. Pemerintah sekarang tidak ingin kehilangan kesan itu. Tapi pada akhirnya isu ini harus dikaitkan dengan kepentingan rakyat kita.

Jangan dibuat terlalu elitis. Apa kaitannya dengan ekonomi kita? Rakyat yang nyata. Itu titik lemah kita. Karena apa yang dilakukan oleh Cina, India, Afrika. Mereka langsung mengambil tindakan  konkret,  baik dari aktor swasta atau pun  pemerintahnya. Kita itu bisa menang di prestige dan historis. Tapi langkah konkret untuk masuk ke pasar Afrika kita masih kalah. Kalah sekali. Di negara ASEAN saja kita masih ketinggalan, Malaysia dan Thailand. Jadi bagaimana tindak lanjutnya?

KKA ini sudah dilaksanakan berulang kali, terakhir tahun 2005 di era SBY. Anda melihat ada kemajuan dari tindak lanjut yang dilakukan Indonesia?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI