Suara.com - Eksekusi mati enam terpidana mati pekan lalu langsung menuai protes. Para aktivis ham paling riuh mencerca pelaksanaannya, ada yang meminta penundaan sampai penghapusan dari undang-undang karena dianggap melanggar ham.
Sementara. kementerian Hukum dan Ham merilis kalau hingga kini masih ada 133 orang terpidana hukuman mati yang menunggu giliran dieksekusi, 62 diantaranya tercatat merupakan terpidana kasus narkoba.
Untuk soal ini Wakil Menteri Hukum dan Ham Denny Indrayana berpihak pada penerapan hukuman mati, hanya ada sederet syarat ketat yang mesti dilkukan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi, yang sialnya justru belum dilaksanakan, kendati sudah diputuskan sejak 2007 lalu.
Denny yang kini hanya aktif mengajar di UGM menyebut, eksekusi hukuman mati adalah pilihan alternatif dan tak perlu dilakukan buat orang yang sudah taubat di penjara.
Tapi hukuman ini tak perlu dihapus dan hanya digunakan buat kasus narkoba dan korupsi. Salah satunya, kasus yang mesti didakwa dengan pasal hukuman mati adalah penyelewenangan dana BLBI.
Berikut wawancara suara.com dengan Denny Indrayana.
Kenapa Indonesia masih mempertahankan hukuman mati?
Realitasnya politik legislasi kita masih menyepakati hukuman mati, jadi kalau kita tarik ke apakah ini aspiratif, ini masih debatable. Tapi faktanya orang-orang masih menyetujui hukuman mati kecuali teman-teman yang bergerak di bidang ham ya.
Tentu ini dugaan dan mesti diafirmasi dengan penelitian yang serius lagi. Tapi kalau kita masik ke ideology agama Islam juga mengatur tentang hukuman mati.
Kalau pandangan anda sendiri gimana?