Suara.com - Karir Nusron Wahid sebagai politisi rupanya harus berakhir sejak dia ditunjuk sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).
Politisi muda, yang belakangan dipecat dari Golkar oleh Aburizal Bakrie karena mendukung Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam ajang Pilpres 2014, karirnya belum lagi tamat gara-gara pos baru membenahi masalah TKI.
Untuk lelaki kelahiran kudus 12 Oktober 1971 ini, BNP2TKI memang pos yang jarang disentuh. Pengalaman sebagai Anggota DPR pada periode 2009-2014 lalu, lebih banyak mengurusi soal investasi, perdagangan dan perindustrian.
Tapi dalam wawancara khusus bersama suara.com, Nusron punya segudang cara untuk memangkas sejumlah masalah TKI, terutama soal pungutan liar di bandara yang kerap menakutkan TKI.
Tak tangung-tanggung dia bahkan berjanji memangkasnya dalam setahun. Berikut wawancara bersama Nusron Wahid:
Apa yang hendak anda lakukan di BNP2TKI?
Kita ingin melakukan reformasi struktural dalam pelayanan TKI kita. Kita lihat bahwa, TKI begitu keluar dari rumah sudah langsung mengalami marjinalisasi dan penindasan, Salah satunya adalah penindasan dari suaminya untuk izin kerja.
Karena dia mengalami itu, maka yang harus diakukan adalah peranan negara harus kita dalam memberkan perlindungan. Dalam melakukan regulasi yang pro terhadap buruh migran itu sendiri.
Marjinalisasi ini apakah hanya dari domestik atau ketika akan mengurus izin?
Ada 19 titik marjinalisasi dan model pungutan fee yang ada dalam peta. Dan ini seperti benang kusut yang sudah terjadi puluhan tahun. Sudah terstruktur dan ada kebijakan struktural.
Tinggal kita membuat model terbaru dan direplika di tempat lain.
Seperti apa dan ini bakal usaha gigih tampaknya?
Sangat besar. Ini membutuhkan komitmen dan keberpihakan. Setiap ada masalah kita harus berpihak pada TKI.
Contoh kalau ada TKI Ilegal. Tidak mungkkin tidak ada supply kalau tidak ada demand. Kalau ada oknum berarti ada sistem yang salah. Kita harus ubah itu.
Ada peran PJKTI kah yang ikut nimbrung?
Semuanya berperan. Majikannya ngejar butuh orang, agensi juga ngejar, PPTKIS juga ngejar, oknum BNP2TKI juga ngejar, imigrasi juga ada, preman juga ada. Macam macam.
Di tempat manapun ada orang baik dan orang jahat.
Khusus di domain anda, BNP2TKI. Bagaimana cara mendeteksinya?
Saya tidak usah mendeteksi. Saya buatkan sistem baru dimana orang tidak bisa berbuat jahat. Kan kejahatan itu ada kejahatan masa lampau yang akan dilanjutkan dan kejahatan baru.
Terhadap kejahatan masa lampau, saya tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah terjadi. Saya hanya bisa berbuat dua hal, agar kejahatan masa lampau itu tidak terulang, atau muncul kejahatan baru.
Karena itu saya perlu sistem proteksi dan sistem pengawasan internal dan model bisnis pengawasan yang lebih baru.
Seperti apa?
Saya belum berani mengatakan karena saya baru di sini. Tapi kira-kira saya ingin memperkuat good governant-nya dulu. Ingin memperkuat pengawasan dan mitigasi yang ada. Itu dulu rencana yang mesti dijalankan.
Dari rangkaian titik penempatan TKI. Mana yang paling rentan?
Semuanya rentan. Ada 19 titik yang paling rentan. Akan diperbaiki dengan sistem terbaru. Secara holistik. Tidak bisa satu dibenahi yang lain tidak.
Dan itu melibatkan orang BNP2TKI?
Itu juga melibatkan stake holder. Stake holder TKI itu banyak. Pertama BNP2TKI, kedua Menaker, ketiga adalah imigrasi, nomor empat Angkasa Pura, ada Menlu, nomor enam ada calo desa, selanjutnya PPTKIS, nomor delapan ada agensi.
Dan itu semua terjadi akibat apa? Akibat dua hal. Pendidikan yang rendah dan informasi kurang.
Kalau calon pendidikan TKI kita itu tinggi dan semua informasi di disclosed secara tranparan dan akuntabel, saya kira tidak akan terjadi kesalahan sistemik seperti ini.
Kira-kira perlu berapa lama membenahi soal penempatan dan perlindungan TKI ini?
Perubahan tidak bisa dibatasi waktu. Karena ini perubahan culture dan struktural. Kalau perubahan case by case, saya bisa kasih waktu.
Contoh, case terhadap struktur biaya dari Taiwan misalnya, saya bisa janji dalam satu bulan selesai. Sebagaimana saya janji di depan presiden.
Tapi kalau soal masalah pungli di bandara misalnya, saya harus mengatakan butuh waktu mungkin enam bulan, mungkin setahun. Karena itu melibatkan banyak orang dan culture. Dan banyak instansi.
Kalau persoalannya di KTKLN misalnya, maksimal tiga bulan kelar. Jadi sebetulnya bisa diatasi.
Janji setahun kelar?
Bisalah setahun.
Itu termasuk bagian dari revolusi mental di BNP2TKI?
Saya tidak hanya mengatakan reformasi mental, tapi juga struktural. Perubahan struktur dan culture birokrasi dan culture buruh migran kita.
Saya mempunyai prinsip satu di atas masalah kusut ini. Tidak ada yang baru di bawah terik matahari, dan tidak ada yang sulit yang kita atasi di muka bumi.
Ini semua problem klasik dan bukan problem baru. Ini cuma soal kemauan saja. Ini soal masalah tekad saja. Dan saya butuh bantuan dari semua pihak.
Migrant Care beberapa waktu lalu sempat merilis, dalam seminggu ada 400 sampai 500 orang TKI yang diperas. Setelah mendeteksi bersama KPK ada 10 rangkaian pungli di bandara. Anda sendiri melihatnya bagaimana?
Hm, masalahnya mungkin bisa lebih tidak hanya 10 saja. Dan yang paling penting itu perlakuannya.
Kan saya baru bicara pungli dulu. Pungli harus hilang dalam satu tahun. Tapi yang paling penting, perubahan struktural tidak bisa dibayangkan dengan waktu. Bisa cepat bisa lambat.
Karena perubahan struktural juga mindset masyarakat terhadap TKI itu juga perlu berubah. Dan parameter keberhasilan saya itu juga, manakala bisa mengubah pandangan masyarakat pandangan orang terahdap TKI.
TKI hari ini dipandang lemah dan marjinal, dan jadi objek oleh orang. Padahal dia pulang menbawa uang.
Sebaliknya kalau wisatawan, dia datang ke Indonesia justru dipermudah dan dipandang sebagai sesuatu yang wah.
Padahal kalau wisatawan kita yang keluar negeri spending devisa di sana, yang teman TKI itu justru membawa duit ke sini. Harusnya lebih mulia TKI ketimbang mereka yang pergi ke luar negeri.
Semestinya mereka mendapat perlakuan khusus. Tapi saat ini belum karena ini soal mindset masyarakat kita.
Rencana untuk menghapus TKI informal apakah membantu masalah carut marut soal TKI?
Membantu mengatasi, karena itu bagian dari masalah pendidikan tadi. Karena saya katakan tadi, salah satu masalahnya memang pendidikan TKI.
Kalau TKI yang non formal, saya pikir sudah cukup. (Laban Laisila/ Doddy Rosadi)