Suara.com - Hari Minggu (16/11/2014), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengangkat ekonom Faisal Basri sebagai Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas. Faisal diberi waktu selama enam bulan untuk memperbaiki tata kelola migas nasional, termasuk mafia migas yang selama ini keberadannya antara ada dan tiada.
Faisal mengaku timnya tidak bekerja dari nol. Sudah banyak data yang dibuat oleh akademisi dan juga UKP4 tentang cara-cara yang harus dilakukan untuk mengelola migas. Karena itu, Faisal optimistis Komite ini bisa menuntaskan pekerjaannya kurang dari 6 bulan.
Di sebuah café di salah satu mal di Jakarta Selatan, pekan lalu, Faisal bercerita kepada suara.com secara panjang lebar tentang masalah yang dihadapi industri migas nasional termasuk mafia migas. “Tugas saya bukan menangkap mafia migas tetapi komite ini akan membuat ruang gerak mafia migas semakin terbatas,” tegasnya.
Kapan anda pertama kali menerima tawaran untuk menjadi Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas?
Dari ucapan Mas Dirman (Menteri ESDM-red) jadi Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas itu Minggu (16/11/2014) pagi. Tapi Sabtu malam, saya dan Mas Dirman serta Mas Amien Sunaryadi (baru dilantik sebagai Kepala SKK Migas-red) ke Yogyakarta bertemu dengan Buya (Syafii Maarif, mantan Ketum Muhammadiyah-red). Buya kami anggap sebagai orang yang masih lurus dan tidak memihak siapa-siapa dan berani melawan arus. Agenda ke Yogyakarta itu setahu saya ketemu Buya. Waktu di depan Buya, Mas Dirman tiba-tiba cerita soal migas dan dia bilang,” Mas Faisal ini yang nantinya akan menjadi Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas.” Saya dalam posisi tidak menolak, bukan terpaksa.
Apa yang terbayang di pikiran anda ketika menerima tugas ini, apa yang akan anda lakukan pertama-tama?
Tugasnya kan ada empat, intinya sebetulnya adalah memperkokoh atau menyusun kerangka institusi (rules of the game) dari hulu sampai hilir migas yang memungkinkan migas ini menjadi sehat tidak sekadar sebagai sektor energi tetapi industrialisasi penopang pembangunan nasional. Karena sekarang sumber daya migas ini terkesan lebih banyak ‘kutukannya.’ Kenapa saya katakan itu, karena produksi minyak turun terus dari 1,6 juta barel per hari pada 1981 sekarang Januari-September rata-rata per harinya 792 ribu barel per hari. Sebaliknya konsumsi naik dari 390 ribu barel per hari pada tahun 1980 menjadi 1,6 juta barel per hari. Sehingga kalau anda kurangi antara konsumsi dengan produksi selisihnya 741 ribu barel per hari. Katakan kekurangannya 700 ribu barel per hari, kalau mekanisme trading tidak beres yang memungkinkan para pemburu rente alias mafia migas itu bisa untung tidak patut 5 dolar saja kali 700 ribu barel itu kan sudah 3,5 juta dolar Amerika atau sekitar Rp42 miliar per hari. Jumlah sebesar itu bisa menjadi ancaman buat negara demokrasi kita. Kelompok-kelompok ini sempat hampir menang. (Faisal tidak mau merinci yang dimaksud kelompok-kelompok yang hampir menang itu-red).
Bagaimana cara yang akan anda lakukan agar kelompok-kelompok itu tidak bisa meraih kemenangan?
Saya tidak akan menangkap mereka karena saya tidak punya otoritas untuk menangkap dan bukan membejek-bejek mereka karena secara hukum mereka bisa melakukan itu karena mereka ikut mempengaruhi hukum yang seperti ini. Misalnya, kenapa pasal di UU Migas mengamanatkan BP Migas itu tidak boleh melakukan trading jadi trading harus diserahkan kepada pihak ketiga. Jadi kelompok-kelompok itu punya ruang untuk mempengaruhi isi UU dan juga kebijakan. Karena definisi mafia dari tim transisi adalah kelompok orang yang bertindak sebagai pemburu rente karena punya kedekatan dengan penguasa. Tim ini akan membatasi ruang gerak para pemburu rente.
Dengan empat tugas yang diberikan kepada anda, dari mana anda akan memulai pekerjaan ini?
Dari hulu sampai hilir mulainya serentak karena nanti ada tim hulu dan tim hilir, ada juga tim tengah yang menangani masalah pipa-pipa gas. Lalu dibedakan lagi hulu minyak dengan hulu gas, serta hilir minyak dan hilir gas. Jadi semua jalannya sama-sama. Dari segi output akan dibagi dua yaitu yang sifatnya tidak perlu pergantian UU seperti mengganti Dirjen Migas dan mengangkat Pak Amien sebagai Kepala SKK Migas. Kemudian hal-hal yang bersifat jangka panjang yakni perbaikan UU Migas itu juga cakupan dari tim ini yang memastika bahwa UU ini rohnya adalah konstitusi dan tidak membuka peluang munculnya para pemburu rente.
Apa sebenarnya masalah yang sudah diidentifikasi terkait tata kelola migas nasional?
Salah satunya adalah tidak ada market alias pasar. Jadi fungsi dari tim ini antara lain adalah menciptakan pasar (market creating). Coba anda bayangkan selama ini yang mengadakan minyak kan Petral, badan usaha yang didirikan di Hongkong kemudian punya anak perusahaan antara lain yang di Singapura. Harusnya kita nanya kok gitu kerangka eksistennya? Yang kedua, bagaimana proses kerjanya Petral? Peserta tender peserta impor minyak siapa saja, cara masuknya bagaimana, proses pembentukan harganya bagaimana. Selama ini hal seperti itu tidak ada, jadi there is no market at all. Gelap, kalau tidak ada pasar maka harga bisa direkayasa dan sebagainya.
Produksi minyak mentah tidak pernah bisa lagi menembus angka 1 juta barel per hari, apa rekomendasi anda agar produksi minyak mentah bisa kembali meningkat?
Makin jarang ditemukan kawasan dengan cadangan minyak baru di kawasan Barat. Bisa dikatakan prospeknya hampir hilang di Barat dan sisanya di Timur. Di Timur pun kalau untuk minyak tidak terlalu banyak. Tren ke depannya seperti itu. Jadi, yang bisa dilakukan sekarang adalah mengoptimalkan potensi-potensi yang ada. Kita punya 3,6 miliar barel cadangan minyak yang kalau tidak ditemukan cadangan baru maka akan habis. Tetapi kita kan punya 3,7 miliar cadangan potensial. Idealnya 100 yang kita ambil harus punya 100 yang baru lagi. Istilahnya, ladang yang sudah kita temukan 30 tahun yang lalu kan sudah kita kuras dan ladang yang sudah dikuras itu sudah 89 persen jadi yang ada tinggal 11 persen. Pertanyaannya kenapa yang 3,7 miliar barel cadangan minyak potensial itu tidak jadi proven reserves? Kan perlu eksplorasi , dilihat hambatan eksplotasi itu apa saja. Ternyata ada banyak ketentuan yang tidak bersahabat, misalnya belum apa-apa sudah bayar pajak. Misalnya saya eksplorasi di 10 sumur dan dapatnya hanya satu tetapi tetap harus bayar pajak untuk eksplorasi 10 sumur.
Insentif seperti apa yang bisa diberikan kepada investor yang tertarik untuk membangun kilang minyak di Indonesia?
Kalau tidak ada insentif maka profit margin-nya sekitar 4-5 persen, ini kan jangka panjang dengan modal besar jadi dibutuhkan kepastian. Kalau saya bangun jalan tol dibangun dapat profit margin 15-20 persen kalau cuma 4 persen maka investor lebih memilih bangun jalan tol daripada bangun kilang minyak. Mungkin investor tidak akan minta 15 persen tetapi sekitar 12 persen. Dari 4 persen ke 12 persen itu kan fiskal jadi nanti diwujudkan dalam bentuk tax holiday yaitu pembebasan pajak seperti PPN untuk peralatan atau pajak tidak dibayar di muka. Mustahil negara akan rugi kalau memberikan tax holiday.
Anda yakin bisa menuntaskan reformasi tata kelola migas dalam waktu enam bulan?
Kajian seputar tata kelola migas sudah banyak yang saya terima. Ada yang dari UKP4 dan ada juga yang dari akademisi. Jadi, tim ini tidak bekerja dari nol. Jadi kerja tim ini tidak perlu lama-lama. (Doddy/Suwarjono)
Mafia Migas ‘Makan’ Uang Negara Rp42 M per Hari
Doddy Rosadi Suara.Com
Senin, 24 November 2014 | 10:00 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Bobby Berkelakar Jadi Menantu Mulyono, Ingat Lagi Kata Mendiang Faisal Basri
29 September 2024 | 21:04 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
wawancara | 14:44 WIB
wawancara | 14:42 WIB
wawancara | 12:22 WIB
wawancara | 15:10 WIB
wawancara | 08:00 WIB
wawancara | 10:52 WIB
wawancara | 20:19 WIB
wawancara | 15:06 WIB