Suara.com - Batasan usia dalam lowongan pekerjaan bersifat diskriminatif dan sudah menjadi persoalan kronis menahun yang dibiarkan pemerintah hingga berimbas pada tingginya angka pengangguran di Indonesia, menurut pakar hukum perburuhan.
Karena itulah Leonardo Olefins Hamonangan, pemuda berusia 23 tahun, mengajukan permohonan uji materil Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut dia, ketentuan dalam pasal tersebut membuat pemberi kerja semena-mena dalam menentukan syarat-syarat rekrutmen sehingga bisa menghambat anak-anak muda sepertinya mendapat pekerjaan.
Sebut saja persyaratan usia maksimal 25 tahun, berpenampilan menarik, bahkan ada yang menentukan gender dan agama tertentu. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, mengatakan ada beberapa alasan mengapa perusahaan membuat batasan usia, gender, pendidikan, atau pengalaman kerja ketika membuka lowongan pekerjaan.
Utamanya, kata Bob, demi menekan ongkos rekrutmen. Namun, pakar hukum ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, tak sepakat dengan pendapat tersebut. Menurutnya, upah menjadi alasan utama ada batasan usia dalam lowongan pekerjaan karena mereka yang baru lulus kuliah dan belum punya pengalaman kerja biasanya menerima jika diberi upah murah.