Suara.com - Puluhan orang dengan pakaian serba hitam berdiri tak mengucap sepatah kata di depan Istana Negara, pada Kamis (18/01). Sudah 17 tahun aksi serupa berlangsung setiap Kamis demi menuntut penyelesaian kasus-kasus seperti Tragedi Semanggi, Trisakti, Tragedi Mei 1998, Peristiwa Tanjung Priok, dan Peristiwa Talangsari. Namun, kasus-kasus ini tidak kunjung usai.
Upaya-upaya para pegiat di media sosial – seperti memunculkan tagar #AsalBukanPrabowo yang menolak Prabowo Subianto sebagai presiden karena rekam jejak tindakannya terhadap HAM – juga tidak berhasil membuat isu HAM menjadi arus utama. Alih-alih kampanye-kampanye jenaka seperti ‘gemoy’ seperti yang dilakukan tim kampanye Prabowo-Gibran Rakabuming Raka atau ‘Aniesbubble’ dari pihak Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar lebih mendapatkan respons warganet.
Suciwati, aktivis HAM yang juga istri Munir Said Thalib - seorang aktivis HAM yang tewas dibunuh pada 2004 dan hingga kini masih belum terungkap - mengakui bahwa Aksi Kamisan kelihatannya jalan di tempat. Dia bahkan menyebut isu HAM "mengalami kemunduran yang luar biasa" dengan keberadaan “penjahat HAM” yang masih menjabat.