Suara.com - "Ketika saya sampai pertama kalinya ke Indonesia, saya punya dua anak. Ketika warga lokal mendorong kembali kapal kami, satu anak saya meninggal dunia di kapal karena kekurangan makanan dan sakit." Yasmin Fatoum tertunduk lesu kala melontarkan ceritanya ketika ditemui BBC News Indonesia di tempat penampungan pengungsi Rohingya di Lhokseumawe, Aceh.
Perempuan berusia 25 tahun itu merupakan salah satu dari 265 pengungsi Rohingya yang kapalnya sempat dua kali ditolak warga saat hendak berlabuh di Tanah Rencong pada pertengahan November lalu.
Yasmin menyebut dia ingin keluar dari kamp pengungsian di Bangladesh karena situasi yang terus memburuk. Hal tersebut diamini lembaga swadaya yang dipimpin oleh pengungsi Rohingya, Youth Congress Rohingya (YCR), yang melaporkan bahwa situasi di kamp-kamp Bangladesh memang sangat buruk. Di Cox's Bazar, kelompok-kelompok kriminal kerap bertikai untuk memperebutkan kekuasaan.
Mereka juga acap kali meminta uang dari para pengungsi. Jika tak mau memberikan uang, nyawa para pengungsi bisa melayang. Sementara, warga Aceh menyatakan menolak karena menilai sikap pengungsi Rohingya yang sudah tiba sebelumnya, kini meresahkan. Lalu, bagaimana masa depan pengungsi Rohingya di Aceh? Simak laporan wartawan BBC News Indonesia Hanna Samosir dan Haryo Wirawan dari Lhokseumawe, Aceh.