Suara.com - Kelompok perempuan di Pulau Rempang makin lantang menyuarakan perlawanan terhadap rencana relokasi imbas proyek Rempang Eco-City. “Bertahan harga mati,” kata seorang perempuan yang dituakan di Kampung Pasir Merah, Pulau Rempang.
Suara perempuan muncul seiring peristiwa bentrokan antara warga dengan aparat gabungan pada 7 dan 11 September lalu, ketika puluhan pria ditangkap.
Kemunculan kaum ibu ini disebut sebagai mekanisme pertahanan “sewajarnya”, saat anak-anak mereka dihadapkan ketakutan pada penggusuran dan janji-janji yang tak pasti.
BBC News Indonesia menemui sejumlah perempuan yang berpengaruh di Pulau Rempang, mendengarkan suara mereka saling menguatkan di tengah hilir mudik petugas BP Batam yang “banyak cakap merayu” agar penduduk mau direlokasi.