Suara.com - "Ada stigma di masyarakat yang menyebut bahwa tuna netra itu kudet, kurang update," ujar Hannan Abdullah, penyiar Radio Braille Surabaya.
"Untuk mengatasinya, diperlukan radio atau konten berbentuk audio lainnya." Berangkat dari hal itu, Hannan dan beberapa rekannya di sebuah yayasan tuna netra di Surabaya berinisiatif mendirikan Radio Braille Surabaya.
Ini adalah media audio inklusif yang diharapkan dapat menjadi sarana edukasi, advokasi, serta mewadahi kebutuhan penyandang tunanetra serta disabilitas lainnya.
Selain itu, Tutus Setyawan, pemimpin redaksi Radio Braille Surabaya juga menegaskan pentingnya pemberitaan yang memberikan sudut pandang para disabilitas.
"Karena kami yang merasakan sehingga kami bisa membagikan apa yang di pikiran kami ke masyarakat," sebutnya, saat peluncuran Radio Braille Surabaya (RBS) pada awal Desember lalu.
Sebelumnya, para penyiar RBS mendapatkan pendampingan dan pelatihan jurnalistik dari AJI Surabaya. Saat ini, konten RBS baru bisa diakses melalui YouTube, namun diharapkan bisa terus berkembang. Simak video lengkapnya!