Dalam satu sisi, PimEyes memang bisa digunakan untuk hal-hal positif, misalnya untuk mengidentifikasi penyalahgunaan wajah seseorang tanpa izin. Seorang pengguna memuji situs ini karena membantunya menemukan pihak-pihak yang memakai fotonya untuk akun palsu.
“Ini disturbing, tapi sangat berguna. Saya bisa mengajukan takedown ke situs yang memakai wajah saya tanpa izin,” ujarnya.
Namun, tak sedikit pula yang menyuarakan kekhawatiran mendalam. Sebagian menyebutnya sebagai “mimpi buruk dalam hal keamanan digital” atau “alat impian bagi para stalker.”
Bayangkan jika seseorang yang berniat jahat—baik penguntit, penipu, maupun pelaku kejahatan siber—memanfaatkan situs ini untuk melacak jejak digital seseorang tanpa sepengetahuannya. Hal ini membuka peluang pelanggaran privasi yang sangat serius.
Kondisi ini menjadi tantangan besar dalam dunia digital yang makin terbuka. Setiap unggahan, setiap foto, bahkan komentar yang kita buat di media sosial, bisa meninggalkan jejak yang tak mudah dihapus.
Dengan teknologi seperti pengenalan wajah AI, jejak-jejak ini bisa dirangkai menjadi informasi yang sangat personal dan sensitif.
Sayangnya, belum semua negara memiliki regulasi perlindungan data pribadi yang kuat. Di beberapa tempat, penggunaan teknologi pengenal wajah masih belum diatur secara jelas, termasuk dalam hal penyalahgunaan oleh individu maupun perusahaan.
Situs seperti PimEyes memaksa kita untuk mulai berpikir ulang tentang bagaimana kita memaknai "privasi" di era digital. Apakah kita masih bisa merasa aman ketika wajah kita menjadi kata kunci yang bisa membuka sejarah digital bertahun-tahun lalu?
Pertanyaan ini menjadi penting, apalagi ketika teknologi makin maju dan bisa melampaui batas etika yang belum kita sepakati bersama. Tanpa kontrol dan regulasi yang ketat, kemajuan teknologi bisa berubah dari sekadar alat bantu menjadi alat pengawasan massal yang membahayakan kebebasan individu.
Baca Juga: Samsung Pamer Deretan Fitur Pintar Galaxy AI di HP Seri A, Setangguh Apa?
Masyarakat kini dituntut untuk lebih bijak dalam menjaga jejak digitalnya. Tidak hanya soal apa yang dibagikan, tapi juga tentang bagaimana foto atau data diri kita bisa digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.