Suara.com - Peluncuran Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Pelindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PP TKPAPSE), atau disebut sebagai kebijakan Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital (TUNAS) diapresiasi sebagai inisiatif positif tuk melindungi anak di ruang digital.
Meski demikian kebijakan yang disusun oleh Komdigi itu dinilai ICT Watch dirancang secara terburu-buru dan minim partisipasi publik.
"ICT Watch sebagai organisasi masyarakat sipil memiliki 3 catatan kritis atas dirilisnya kebijakan TUNAS tersebut, berdasarkan pengalaman dan pemahaman kami, serta masukan dari sejumlah mitra," terang ICT Watch dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (29/3/2025).
Catatan kritis pertama, terang organisasi itu, penyusunan kebijakan tersebut terkesan terburu-buru.
"Perkembangan terakhir yang kami pahami, juga berdasarkan masukan dari sejumlah pihak, proses penyusunan TUNAS sangat terkesan terburu-buru seakan mengejar tenggat waktu tertentu," jelas ICT Watch.
Menurut ICT Watch, memastikan keselamatan dan keamanan anak adalah memang hal yang mendesak dan perlu disegerakan, namun ketika dilakukan secara terburu-buru tentu saja berisiko menghilangkan esensi utama keselamatan dan keamanan anak itu sendiri.
Catatan kedua, pelibatan partisipasi publik belum bermakna, setara dan inklusif. Walaupun telah ada itikad baik dari pemerintah untuk mengundang sejumlah pihak dalam beberapa pertemuan pembahasan, namun prosesnya dinilai belum menjunjung asas kebermaknaan, kesetaraan dan inklusivitas.
"Pelibatan organisasi masyarakat sipil, anak, dan pemangku kepentingan lainnya cenderung sekedar tokenisme. Padahal jika pelibatan ini dilakukan dengan sepatutnya, hal yang diatur dapat lebih tepat menjawab kondisi dan tantangan anak di internet. Kami menekankan, bahwa tanpa pelibatan yang bermakna, setara dan inklusif, regulasi yang terbentuk hanyalah regulasi sepihak saja yang terkesan top down," jelas organisasi tersebut.
Terakhir, proses pembahasan minim transparansi dan akuntabilitas. Saat proses pembahasan berjalan, informasi terkait perkembangan RPP, draf final, maupun catatan proses tidak tersedia untuk publik.
Baca Juga: Meutya Hafid Pamer Capaian Jabat Komdigi 5 Bulan: Blokir 6 Juta Konten Judi Online
"Ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi sebagaimana dijamin oleh UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
dan UU No 12 Tahun 2011 (dan perubahannya) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," beber ICT Watch.