Lain lagi dengan Malaysia jaringan grosir tunggalnya, telah mencapai lebih dari 80 persen cakupan populasi dalam waktu hanya tiga tahun.
Negara ini tengah mengupayakan jaringan kedua untuk memicu persaingan dan mempercepat adopsi 5G.
Malaysia juga baru saja mengumumkan tingkat penetrasi yang mendekati 55 persen.
Sementara operator-operator utama di Thailand telah meluncurkan tiga kelas spektrum dan terus berinovasi, dengan sebagian besar memperkenalkan API jaringan.
Termasuk konektivitas tingkat lanjut, yang menjadikannya sebagai negara menerima perhatian dalam segi inovasi.
“Indonesia juga dapat melampau pasar lain dalam hal adopsi pelanggan. Harga perangkat kini jauh lebih rendah dibandingkan ketika negara-negara lain memulai perjalanan adopsi mereka," kata kata Varun Arora, Managing Partner Kearney untuk Asia Tenggara.
![Riset: Indonesia Dapat Skor Terendah Adopsi 5G. [Kearney]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/27/32231-riset-indonesia-dapat-skor-terendah-adopsi-5g.jpg)
Menurutnya, konsumsi data per pelanggan di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan pasar yang sejenis, misalnya, GB/pelanggan di Indonesia saat ini 40 persen lebih rendah daripada di Thailand.
Dengan dukungan 5G, dia menambahkan, konsumsi data per pelanggan bisa meningkat dari 13 Gb/pelanggan saat ini menjadi 42 Gb/pelanggan pada 2030, lebih dari tiga kali lipat.
Menurutnya, jika kita menggabungkan peningkatan adopsi yang lebih tinggi dengan ketersediaan spektrum berkualitas, Total Cost of Ownership (TCO) dari jaringan 5G mungkin lebih baik daripada jaringan 4G.
Baca Juga: Realme Siap Kenalkan HP 5G Murah Terbaru di Indonesia, Siap Tandingi Samsung Galaxy A06?
"Hal ini juga menjadi penting karena sebagian besar operator global menghadapi tantangan untuk mendapatkan imbal hasil yang baik dari investasi mereka dalam spektrum 5G," pungkas dia.