Suara.com - Meraknya penggunaan kripto di era digital seiring pencurian lewat serangan siber.
Beberapa bulan yang lalu menjadi hari yang suram bagi pasar kripto karena mengalami pencurian terbesar dalam sejarahnya.
Para penyerang membawa kabur sekitar 1,5 miliar Dolar AS atau setara dengan Rp 24,78540 triliun dari Bybit, bursa kripto terbesar kedua di dunia.
Para ahli menyebutnya sebagai pencurian terbesar dari apa pun sepanjang masa.
Insiden tersebut menggarisbawahi kelemahan mendasar dalam ekosistem kripto modern, dan menyajikan beberapa pelajaran berharga bagi pengguna reguler.
FBI secara resmi telah menetapkan kelompok Korea Utara dengan nama sandi TraderTraitor sebagai pelaku.
![Cara Menyimpan Kripto Aman. [Pexels]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/22/22942-cara-menyimpan-kripto-aman.jpg)
Dalam lingkaran keamanan informasi, kelompok ini juga dikenal sebagai Lazarus, APT38, atau BlueNoroff.
Gaya khasnya adalah serangan yang terus-menerus, canggih, dan berkelanjutan di bidang aset kripto, yakni dengan meretas pengembang dompet, merampok bursa kripto, mencuri dari pengguna reguler, dan bahkan membuat permainan palsu.
Sebelum serangan Bybit, catatan kelompok tersebut adalah pencurian 540 juta Dolar AS atau senilai Rp8,92 triliun dari blockchain Ronin Networks, yang dibuat untuk gim Axie Infinity.
Baca Juga: Pasca FOMC, Bitcoin Bertahan di Atas 80.000 Dolar AS
Dalam serangan tahun 2022 itu, peretas menginfeksi komputer salah satu pengembang gim tersebut menggunakan tawaran pekerjaan palsu dalam berkas PDF yang terinfeksi.