Suara.com - PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk resmi memperkenalkan aplikasi baru yang diberi nama Stunting Hub. Ini adalah platform inovatif yang ditujukan untuk menekan angka stunting sekaligus mengurangi tingkat rawan pangan dan gizi di Indonesia.
"Aplikasi ini dapat memudahkan Ibu-Ibu Kader Posyandu dalam pendataan kesehatan seperti mencatat dan mengukur tinggi dan berat badan secara lebih tepat dan akurat," kata Hery Susanto selaku Senior General Manager Social Responsibility Telkom dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (21/3/2025).
Telkom sendiri memiliki program khusus untuk menekan stunting yang berlangsung sejak Oktober hingga Desember 2024 di Posyandu Anggrek, Cijambe, Ujung Berung, Jawa Barat. Dalam pelaksanaannya, BUMN bidang telekomunikasi ini sukses membantu lebih dari 100 balita.
![Telkom memperkenalkan aplikasi baru Stunting Hub untuk menekan angka stunting sekaligus mengurangi tingkat rawan pangan dan gizi di Indonesia. [Dok. Telkom]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/21/20718-telkom-stunting-hub.jpg)
Hery menerangkan, stunting masih menjadi tantangan besar di Indonesia, terutama pada anak-anak di usia emas pertumbuhan. Kurangnya asupan gizi yang cukup dan pola asuh kerap kali menjadi penyebab utama.
Namun di era digital saat ini, ia menilai kalau teknologi dapat menjadi solusi alternatif.
Di tahun 2024 misalnya, Telkom sebagai perusahaan digital terdepan di Indonesia turut berpartisipasi aktif dalam upaya penurunan angka stunting pada anak Indonesia.
"Upaya tersebut dilaksanakan melalui program penanganan stunting berbasis digital dan penyaluran bantuan Paket Makanan Tambahan (PMT)," lanjut dia.
Hery menambahkan kalau ssu stunting juga masih menjadi catatan penting di Indonesia saat ini. Mengutip data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah dengan tingkat prevalensi stunting tinggi dengan angka 21,7% di tahun 2023.
Lebih rinci, diperkirakan terdapat 178.058 anak penderita stunting. Berangkat dari sana, Telkom berinisiatif untuk meluncurkan aplikasi bernama “Stunting Hub”.
Baca Juga: Santuni Anak Yatim, Ketua KWP: Kami Ingin Berkontribusi Nyata
"Sebagai upaya penurunan angka stunting pada anak-anak Indonesia, Telkom telah meluncurkan aplikasi Stunting Hub yang diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memantau tumbuh kembang anak," kata dia.
Selain menghadirkan “Stunting Hub”, Telkom juga memberikan wawasan kepada para orang tua tentang pentingnya pemenuhan gizi seimbang dan pemantauan tumbuh kembang anak.
Melalui kegiatan sosialisasi, masyarakat diharapkan semakin sadar mengenai pentingnya pola asuh dan asupan nutrisi yang baik untuk generasi masa depan.
"Inisiatif ini merupakan salah satu upaya Telkom untuk turut berkontribusi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin ketiga, yaitu meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan,” papar Hery.
Lebih lanjut, dirinya menyebut kalau Telkom terus berupaya untuk terus menghasilkan dampak yang berkelanjutan dan signifikan dalam pengentasan stunting di Indonesia.
"Dengan evaluasi yang dilakukan secara berkala, Telkom berharap aplikasi Stunting Hub dapat menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan yang dapat membantu mengukur pertumbuhan tumbuh kembang anak secara akurat," pungkasnya.
Penyebab Stunting
Ada beberapa penyebab stunting yang terjadi pada anak, mulai dari pola asuh hingga krisis sanitasi. Berikut uraiannya, dikutip dari Yoursay, jejaring Suara.com.
1. Pola Asuh yang Tidak Berbasis Sains
Banyak orang tua masih mengandalkan kebiasaan turun-temurun dalam memberi makan anak, contohnya mengutamakan kuantitas daripada kualitas. Misal, nasi putih dan mie instan dianggap cukup mengenyangkan, padahal minim protein, vitamin, dan mineral.
Kedua yakni MPASI yang tidak tepat. Di beberapa daerah, anak usia 6 bulan diberi bubur nasi tanpa lauk, buah, atau sayur, yang berakibat pada defisiensi zat besi dan zinc (UNICEF, 2021).
Ketiga, kurangnya edukasi tentang ASI eksklusif. Hanya 35 persen bayi di Indonesia yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan (Riskesdas, 2018), padahal ASI adalah fondasi kekebalan dan pertumbuhan otak.
2. Sanitasi Buruk: Biang Kerok Tersembunyi
Sanitasi yang buruk menciptakan siklus penyakit yang menguras energi anak. Data WHO menunjukkan bahwa 50 persen kasus stunting di dunia terkait dengan infeksi berulang akibat air tercemar dan kebiasaan higienis yang buruk.
Di Indonesia, 25 persen penduduk masih buang air besar sembarangan (BABS), dan 40 persen sekolah tidak memiliki toilet layak (BPS, 2022).
Akibatnya, diare kronis. Anak-anak terpapar bakteri E. coli atau parasit Giardia melalui air minum atau makanan terkontaminasi.
Selain itu Cacingan juga menjadi faktor. Infeksi cacing seperti Ascaris lumbricoides mengganggu penyerapan nutrisi di usus.
3. Air Bersih: Masalah Struktural yang Dibiarkan
Akses air bersih masih menjadi privilese di banyak wilayah. Di Nusa Tenggara Timur, misalnya, hanya 30 persen rumah tangga yang memiliki akses air minum aman (Bappenas, 2021).
Air sungai atau sumur tercemar arsenik dan bakteri sering dijadikan sumber minum, memicu radang usus kronis (environmental enteropathy) yang menghambat pertumbuhan.
4. Perilaku Apatis: “Dulu Juga Begini, Kok Sehat!”
Masyarakat sering menolak perubahan karena kebiasaan lama dianggap "sudah terbukti". Contoh mencuci tangan dianggap tidak penting. Hanya 20 persen rumah tangga di Indonesia memiliki sabun dan air mengalir di toilet (UNICEF, 2020).
Selain itu faktor lainnya yakni stigma terhadap makanan bergizi Sayur dan buah dianggap "makanan orang kota", sementara makanan tinggi gula-garam lemak (junk food) dianggap modern.