Suara.com - Alaska mengalami dampak pemanasan global yang semakin nyata, dengan hilangnya salju secara signifikan sebagaimana terungkap dalam gambar satelit terbaru dari NASA. Data tersebut menunjukkan bahwa wilayah yang biasanya tertutup salju kini berubah menjadi hamparan tanah kosong yang luas.
Gambar-gambar yang diambil oleh instrumen Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Terra dan Aqua milik NASA memperlihatkan kondisi di Bristol Bay Borough, selatan Alaska.
Biasanya, di Anchorage, yang terletak di timur laut, rata-rata kedalaman salju pada bulan Januari mencapai 13 inci (33 cm) dalam periode 1998 hingga tahun ini.
Namun, pada tahun ini, stasiun cuaca di Anchorage dan berbagai wilayah lain di Alaska hampir tidak melaporkan adanya salju di daratan. Pemandangan yang tersisa kini hanyalah tanah kosong yang terlihat jelas dari luar angkasa.
Baca Juga: Pesawat Hilang di Alaska Ditemukan: 3 Tewas, 7 Terjebak
Menurut laporan NASA Earth Observatory, suhu di Alaska sejak Desember 2024 tercatat 5 hingga 10 derajat Fahrenheit (3 hingga 6 derajat Celsius) di atas normal, berdasarkan data dari NOAA.
Beberapa daerah bahkan mengalami anomali yang lebih besar. Suhu yang lebih hangat ini menyebabkan salju dan es yang ada mencair lebih cepat, sementara curah hujan yang baru justru turun dalam bentuk air, bukan salju.
Pemanasan Arktik yang Meningkat Drastis
Wilayah Arktik, termasuk Alaska, mengalami pemanasan hingga empat kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global. Di Anchorage, suhu rata-rata pada Januari lalu mencapai 29,3°F (-1,5°C), yang berarti 13°F (7,2°C) lebih tinggi dari rata-rata. Bahkan, suhu ini lebih hangat dibandingkan dengan lebih dari tiga lusin negara bagian lain di Amerika Serikat.
Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan kondisi ini:
Baca Juga: Pesawat Berpenumpang 10 Orang Hilang di Alaska, Pencarian Dramatis Berlangsung
1. Anomali Cuaca di Samudra Pasifik Utara
Gelombang panas laut di kawasan Amerika Utara yang terjadi pada musim dingin ini diperparah oleh punggungan tekanan tinggi yang bertahan di atas Alaska.
2. Perubahan Iklim yang Mengikis Es Laut
Es laut di kawasan Arktik yang biasanya berfungsi sebagai perisai reflektif untuk memantulkan sinar matahari ke luar angkasa semakin menipis. Fenomena ini, yang dikenal sebagai efek albedo, kini bekerja secara terbalik, di mana lautan yang lebih gelap akibat mencairnya es justru menyerap lebih banyak panas matahari.
Dampak Jangka Panjang
Perubahan ini menyebabkan wilayah Arktik berubah dari yang sebelumnya berfungsi sebagai "kulkas dunia" menjadi "pemanas dunia". Dampaknya, lapisan salju musiman di Alaska semakin menipis. Model iklim memprediksi bahwa pada pertengahan abad ini, pengurangan drastis lapisan salju ini akan:
- Mengancam keberlangsungan gletser di wilayah tersebut.
- Memicu badai yang lebih kuat.
- Meningkatkan curah hujan.
Pada akhir Januari, hilangnya tekanan tinggi sempat menyebabkan angin Arktik kembali berembus, menurunkan suhu hingga di bawah nol di berbagai wilayah Alaska.
Namun, prakiraan cuaca menunjukkan bahwa kondisi ini tidak akan bertahan lama. Suhu yang lebih hangat dari rata-rata diperkirakan akan kembali ke Alaska pada pertengahan Februari.