Suara.com - Apakah benar manusia prasejarah dulu benar-benar tinggal di gua? Ketika membayangkan manusia purba, banyak dari kita langsung memvisualisasikan sosok manusia gua yang hidup di ruang gelap berbatu, mungkin terbungkus kulit binatang, seperti dalam gambaran budaya pop ala Fred Flintstone.
Namun, benarkah nenek moyang kita benar-benar menghabiskan sebagian besar hidupnya di gua? Jawabannya ternyata lebih kompleks dari yang kita kira.
Berikut ini dirangkum Suara.com dari iflscience, penjelasan atas kehidupan manusia prasejarah apakah tinggal di gua atau tidak.
Mengapa Gua Bukan Tempat Tinggal Ideal
Baca Juga: Apakah Neanderthal dan Homo Sapiens Spesies yang Sama?
Meskipun gua sering diasosiasikan dengan manusia purba, tempat ini bukanlah lokasi ideal untuk tinggal dalam waktu lama. Gua bersifat dingin, gelap, sempit, dan memiliki sirkulasi udara buruk.
Selain itu, pada zaman prasejarah, banyak gua dihuni oleh predator seperti beruang gua, singa gua, dan hyena gua, yang menjadikannya tempat berbahaya bagi manusia.
Kendala lain adalah keberadaan gua yang terbatas dan sering kali berada di lokasi yang tidak strategis. Manusia purba adalah pemburu-pengumpul nomaden yang bergerak mengikuti musim dan sumber daya seperti air dan tempat berburu. Mengandalkan gua sebagai tempat tinggal tetap sangat tidak praktis bagi gaya hidup mereka yang dinamis.
Selain itu, bukti arkeologis menunjukkan bahwa gua lebih sering digunakan untuk tujuan tertentu, seperti ritual atau penyimpanan barang, dibandingkan sebagai tempat tinggal permanen. Misalnya, jejak perapian atau sisa makanan manusia purba di gua relatif jarang ditemukan.
Tempat Tinggal Sebenarnya Manusia Purba
Baca Juga: Penemuan Homo Juluensis, Manusia Purba Berkepala Besar Terbaru
Sebagian besar manusia purba tinggal di perkemahan sementara atau tempat perlindungan batu di ruang terbuka, dekat sumber daya utama seperti air dan makanan.
Perkemahan ini biasanya terletak di tepi danau, sungai, atau pantai, meskipun padang rumput dan hutan juga dimanfaatkan sesuai kebutuhan.
Contoh menarik adalah situs prasejarah di Schöningen, Jerman, yang diperkirakan berusia 300.000 tahun. Situs ini, yang dulunya merupakan perkemahan berburu di tepi danau, tetap terpelihara dengan baik berkat endapan alami. Di sini ditemukan tombak kayu, tulang hewan, dan bukti aktivitas manusia purba lainnya.
Tempat tinggal sementara manusia purba kemungkinan besar berupa gubuk sederhana yang terbuat dari kayu dan dilapisi kulit binatang. Struktur ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan mobilitas mereka sebagai pemburu-pengumpul.
Mengapa Gua Mendominasi Imajinasi Kita?
Meski manusia purba jarang tinggal di gua, mereka sering mengunjungi tempat ini untuk berbagai keperluan. Seni kuno di dinding gua, seperti di Lascaux, Prancis, menunjukkan bahwa gua digunakan untuk ritual, pemakaman, hingga produksi lem.
Beberapa gua bahkan ditemukan menyimpan tengkorak manusia purba, meskipun alasan di balik ini masih menjadi misteri.
Fakta bahwa banyak penemuan arkeologis paling spektakuler ditemukan di gua turut memperkuat mitos manusia gua. Gua, dengan kondisi yang melindungi sisa-sisa kehidupan purba, menjadi arsip alami yang luar biasa dibandingkan perkemahan terbuka yang lebih mudah tererosi oleh waktu.
Meski sering diasosiasikan dengan manusia gua, nenek moyang kita ternyata lebih sering hidup di ruang terbuka dengan perkemahan sementara yang fleksibel dan strategis.
Gua memang memiliki peran penting dalam kehidupan mereka, tetapi lebih sebagai tempat perlindungan sesaat atau lokasi untuk ritual dan penyimpanan barang. Jadi, gambaran manusia gua yang mendominasi imajinasi kita lebih merupakan bias arkeologis daripada kenyataan sejarah.
Kontributor : Pasha Aiga Wilkins