Teknologi 3D: Masa Depan Bedah Mulut yang Semakin Dekat

Muhammad Yunus Suara.Com
Rabu, 15 Januari 2025 | 18:08 WIB
Teknologi 3D: Masa Depan Bedah Mulut yang Semakin Dekat
Ilustrasi ChatGPT teknologi 3D memberikan solusi untuk pencitraan kompleks wajah dan mulut, memungkinkan diagnosis yang lebih akurat dan perencanaan prosedur yang matang [Suara.com/Muhammad Yunus]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dalam dunia kedokteran modern, teknologi 3D telah membuka babak baru dalam penanganan kasus-kasus kompleks, termasuk di bidang bedah mulut dan maksilofasial.

Prof Lilies Dwi Sulistyani, Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI), menyoroti bagaimana teknologi ini mampu membawa perubahan besar dalam diagnosis hingga pelaksanaan operasi.

Mengapa Teknologi 3D Begitu Penting?

Teknologi 3D menghadirkan solusi atas keterbatasan pencitraan 2D yang sering kali kurang mampu menggambarkan struktur kompleks wajah dan mulut.

Baca Juga: Cobra Dental Innovation Day Dorong Perkembangan Dunia Kedokteran Gigi Indonesia

Dengan pencitraan 3D, dokter dapat melihat detail anatomi pasien dari berbagai sudut, memungkinkan diagnosis yang lebih akurat dan perencanaan prosedur yang lebih matang.

"Teknologi seperti Cone Beam Computed Tomography (CBCT) memungkinkan visualisasi struktur kompleks kepala dan rahang dengan detail yang luar biasa, namun tetap memberikan dosis radiasi yang lebih rendah dibandingkan CT scan konvensional," jelas Prof Lilies, Rabu 15 Januari 2025.

Selain itu, pencetakan 3D memungkinkan dokter untuk membuat model fisik anatomi pasien secara presisi. Model ini sangat membantu dalam memahami kondisi unik pasien dan merancang prosedur operasi dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Revolusi di Bidang Bedah Mulut

Dalam rekonstruksi rahang, misalnya, teknologi 3D memungkinkan pembuatan implan titanium khusus yang dirancang sesuai kebutuhan pasien.

Baca Juga: 70 Persen Alat Kesehatan di Indonesia Masih Impor, IDEC Digelar Untuk Dukung Kemandirian Farmasi dan Kedokteran Gigi

Proses ini tidak hanya meningkatkan keberhasilan operasi tetapi juga mempercepat pemulihan pasien.

Perangkat lunak perencanaan berbasis 3D bahkan memungkinkan simulasi prosedur operasi sebelum dilakukan, mengurangi risiko kesalahan dan meningkatkan efisiensi.

Tantangan di Indonesia

Meskipun manfaat teknologi 3D sangat menjanjikan, penerapannya di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Infrastruktur kesehatan yang belum merata, biaya tinggi, serta prioritas pada kebutuhan dasar seperti alat bedah konvensional dan obat-obatan menjadi kendala utama.

"Untuk memaksimalkan potensi teknologi 3D, kita memerlukan integrasi teknologi ini ke dalam pendidikan kedokteran gigi," kata Prof Lilies. Ia menambahkan bahwa pengajaran dan pelatihan teknologi 3D di universitas perlu ditingkatkan agar tenaga medis siap menggunakan teknologi ini di masa depan.

Peran Kolaborasi dan Pemerintah

Menurut Prof Lilies, kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan penyedia teknologi sangat penting. Selain itu, pemerintah juga diharapkan bekerja sama dengan sektor swasta untuk memperluas akses teknologi 3D, misalnya melalui subsidi atau hibah untuk rumah sakit di daerah terpencil.

"Dengan langkah-langkah strategis ini, kita dapat menjadikan teknologi 3D sebagai alat utama dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan, khususnya di bidang bedah mulut," tutupnya.

Teknologi 3D bukan hanya masa depan, tetapi sudah menjadi kenyataan yang mulai dirasakan dampaknya. Dengan dukungan yang tepat, Indonesia dapat segera merasakan manfaat penuh dari revolusi ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI