Serangan Deepfake AI Diprediksi Bakal Merajalela di 2025

Dythia Novianty Suara.Com
Rabu, 15 Januari 2025 | 06:07 WIB
Serangan Deepfake AI Diprediksi Bakal Merajalela di 2025
Ilustrasi teknologi Deepfake. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Serangan deepfake AI diprediksi akan semakin merajalela digunakan penjahat siber untuk mendapatkan keuntungan di sepanjang 2025.

Prediksi Palo Alto Networks ini terungkap dari laporan terbaru PwC.

"Deepfake telah digunakan untuk tujuan jahat di wilayah Asia Pasifik. Meskipun telah digunakan untuk menyebarkan misinformasi politik, serangan deepfake paling efektif menargetkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan finansial," jelas Regional Vice President Palo Alto Networks ASEAN Steven Scheurmann saat media brief online, Selasa (15/1/2025).

Deepfake AI yang akan lebih sering digunakan adalah suara.

Baca Juga: Komdigi Siapkan Regulasi Atur AI, Diumumkan 3 Bulan Lagi

"Hacker mau menggunakan yang paling gampang untuk melakuka kejahatan siber dan deepfake audio paling mudah, kalau video lebih sulit," ujarnya.

Dia mengungkapkan, penjahat siber yang cerdas akan memperhatikan dan menggunakan teknologi AI generatif yang terus berkembang untuk meluncurkan serangan deepfake yang kredibel. 

Ilustrasi serangan siber (Shutterstock).
Ilustrasi serangan siber (Shutterstock).

"Penggunaan audio deepfake yang akan semakin meluas disebabkan karena teknologi yang ada sudah memungkinkan kloning suara yang sangat meyakinkan," kata Steven.

"Kita akan semakin sering melihat penggunaan deepfake sebagai satu serangan atau sebagai bagian dari serangan yang lebih besar pada tahun 2025," imbuhnya lagi.

Laporan terbaru PwC juga mengungkapkan bahwa lebih dari 40 persen petinggi perusahaan mengatakan bahwa mereka tidak memahami risiko siber yang ditimbulkan oleh teknologi baru seperti Generative AI. 

Baca Juga: Ekspresi Mirip Manusia, Robot AI "Aria" Picu Kekaguman dan Ketakutan di Medsos

Menurutnya, pada tahun 2025, AI akan menjadi pusat dari strategi keamanan siber seiring dengan pemanfaatan AI oleh organisasi dalam memitigasi risikosecara proaktif,.

"Meskipun begitu hal yang terpenting, organisasi juga harus berupaya untuk mengamankan berbagai model AI yang mereka kembangkan sendiri," tambah dia.

Diprediksi juga pada 2025, kawasan Asia Pasifik akan menghadapi badai ancaman siber berbasis AI yang kian meningkat dalam skala, kecanggihan, hingga dampak.

"Masa di mana strategi keamanan yang tidak terpadu telah berakhir, kini organisasi perlu beralih ke platform yang terintegrasi dan didukung oleh teknologi AI yang transparan dan dapat diandalkan untuk tetap menjadi yang terdepan," kata Simon Green, President, Asia Pacific and Japan at Palo Alto Networks.

Menurutnya, ketika serangan kuantum bermunculan dan serangan deepfake berkembang menjadi metode penipuan, perusahaan harus terus berinovasi atau terancam tertinggal oleh aktor jahat. 

"Tidak hanya risiko terkena serangan, tetapi pihak yang gagal beradaptasi juga berisiko mengalami reputasiyang jatuh dan ketahanan yang tidak dapat diperbaiki," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI