Detoks Media Sosial: Apa yang Terjadi pada Otak Anda Ketika Berhenti Menggunakannya?

Selasa, 07 Januari 2025 | 08:50 WIB
Detoks Media Sosial: Apa yang Terjadi pada Otak Anda Ketika Berhenti Menggunakannya?
Ilustrasi media sosial (Pexels.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di era modern ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, apa yang sebenarnya terjadi pada otak kita jika kita memutuskan untuk berhenti menggunakannya?

Dilansir dari UNILAD, Ana Lembke, seorang pakar dalam bidang pengobatan kecanduan dan penulis buku Dopamine Nation: Finding Balance in the Age of Indulgence, menjelaskan bagaimana media sosial memengaruhi otak dan bagaimana detoks dapat memberikan manfaat besar.

Menurut Lembke, media sosial merangsang pelepasan dopamin, hormon yang berkaitan dengan perasaan senang. Bahkan, sesuatu yang sederhana seperti "like" pada unggahan Instagram atau Facebook dapat memicu lonjakan dopamin.

Namun, terlalu banyak waktu yang dihabiskan di media sosial dapat menyebabkan ketidakseimbangan, membuat otak kekurangan dopamin. Akibatnya, kita membutuhkan lebih banyak waktu di media sosial hanya untuk merasa "normal".

Baca Juga: Punya Resolusi 2025 Batasi Scroll Medsos? Ini Pengaturan HP Bisa Dicoba

"Beristirahat dari siklus dopamin yang dipicu oleh media sosial dapat memungkinkan otak mengatur ulang jalur reward-nya," jelas Lembke.

Ini berarti berhenti dari media sosial dapat membantu mengurangi perilaku kompulsif yang sering terjadi.

Berapa Lama Waktu yang Dibutuhkan untuk Reset?

Lembke merekomendasikan untuk berhenti dari media sosial setidaknya selama empat minggu agar otak dapat sepenuhnya mengatur ulang sistem penghargaan.

Namun, bahkan istirahat selama beberapa hari sudah terbukti memberikan manfaat. Dalam sebuah studi terhadap 65 remaja perempuan berusia 10 hingga 19 tahun, mereka yang mengambil jeda tiga hari dari media sosial melaporkan peningkatan kepercayaan diri.

Baca Juga: Tahun 2024, Prabowo Subianto Menjadi Tokoh Terpopuler di Media Sosial

Selama proses detoksifikasi, mungkin akan muncul gejala seperti rasa cemas atau keinginan untuk kembali menggunakan media sosial. Namun, ini hanya sementara, dan lama-kelamaan akan menjadi lebih mudah.

Logo Facebook terefleksi di mata seorang pengguna media sosial itu (Shutterstock).
Logo Facebook terefleksi di mata seorang pengguna media sosial itu (Shutterstock).

Temuan dari Studi Detoks Media Sosial

Sarah Woodruff, salah satu penulis buku The Social Media Detox yang dipublikasikan di National Library of Medicine, juga menemukan manfaat serupa.

Dalam penelitiannya, 31 orang dewasa muda melakukan detoks media sosial selama dua minggu dengan membatasi penggunaan hingga 30 menit per hari.

Woodruff menjelaskan bahwa waktu jeda ini memberikan kesempatan untuk merenungkan kebiasaan penggunaan media sosial.

"Kita dapat menggunakan waktu tersebut untuk menyadari apakah media sosial memberikan manfaat bagi kita atau justru sebaliknya," katanya.

Abstrak penelitian Woodruff menyimpulkan, "Hasil dari studi eksplorasi ini memberikan dukungan awal untuk detoks digital media sosial, yang menunjukkan bahwa membatasi penggunaan dapat memiliki efek positif terkait kecanduan smartphone dan media sosial, serta berbagai dampak kesehatan lainnya."

Mengurangi atau bahkan berhenti menggunakan media sosial memberikan peluang untuk merefleksikan pola hidup, meningkatkan kesehatan mental, dan mengembalikan kendali atas waktu Anda. Meski sulit di awal, manfaat jangka panjangnya sangat berharga bagi keseimbangan hidup di era digital.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI