Kebijakan ini juga menuai kritik tajam dari warganet di aplikasi X (Twitter). Beberapa komentar menunjukkan kekecewaan yang mendalam terhadap pengelolaan kebijakan oleh pemerintah.
Salah satu pengguna, @Dandhy_Laksono, menulis, "Nyari kerja susah. Kalaupun ada lowongan, salah satu syaratnya harus ngurus surat ke mereka. Setelah dapat kerja, dipajaki buat ngongkosi mereka." Komentar ini mencerminkan rasa frustrasi terhadap birokrasi yang dinilai tidak efisien dan cenderung memberatkan pencari kerja.
Pengguna lain, @Abu4bu, menambahkan kritik terhadap persyaratan administrasi seperti SKCK, yang dinilai tidak efektif dalam menjaring politisi bersih. Ia menulis, "SKCK emang gak guna banget buat apaan wong politisi yg koruptor masih bisa nyaleg faktanya. Mending hapusin ajalah gak guna.Ngabisin duit."
Komentar-komentar ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan PPN bukan hanya dianggap sebagai masalah ekonomi, tetapi juga mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas terhadap sistem pemerintahan. Banyak warganet mengaitkan kenaikan pajak dengan lemahnya layanan publik dan ketidakefisienan birokrasi. Ketidakpercayaan terhadap penggunaan dana publik semakin diperparah oleh isu korupsi, yang menjadi sorotan utama dalam beberapa komentar.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama