Suara.com - Sebuah riset dari Consensys dan YouGov mengungkapkan kalau masyarakat Indonesia makin melek mata uang kripto atau cryptocurrency. Bahkan Indonesia menempati posisi kedua tertinggi kedua di Asia bersama Korea Selatan.
Survei yang melibatkan 1.041 responden Indonesia berusia 18-65 tahun memperlihatkan kalau kesadaran publik terhadap mata uang kripto di Indonesia naik 4 persen ketimbang tahun lalu. Indonesia hanya ada di bawah Turki.
Meskipun kesadaran meningkat, 63 persen responden mengakui bahwa mereka belum sepenuhnya memahami konsep mata uang kripto. Hal ini menunjukkan perlunya pemberdayaan masyarakat Indonesia melalui pendidikan yang sederhana dan mudah diakses agar mereka lebih percaya diri dalam menghadapi era digital dan dunia mata uang kripto.
Temuan lainnya, sebanyak 89 persen responden Indonesia amat memperhatikan keamanan transaksi dan investasi mata uang kripto. Angka ini menunjukkan kalau Indonesia menjadi negara paling sadar akan keamanan digital di Asia.
Baca Juga: Harga Bitcoin Meroket, Dogecoin, Sui, Pepe, dan Fantom Ikut Naik?
Menariknya, kepercayaan warga terhadap institusi keuangan tradisional seperti bank, layanan pinjaman, dan investasi, justru turun sebesar 14 persen. Hanya 66 persen warga Indonesia yang menganggap sistem ini penting.
Tren utama lainnya adalah perubahan cara masyarakat Indonesia memandang kepemilikan digital. NFT yang awalnya lebih sering dikaitkan dengan aset seni dan kreatif, kini pemanfaatan blockchain sebagai alat untuk menciptakan ekosistem keuangan yang lebih inklusif dan adil semakin meningkat.
Perubahan persepsi ini menunjukkan penerimaan yang lebih luas terhadap teknologi blockchain untuk aplikasi praktis, bukan hanya sebagai barang koleksi.
Co-Founder Ethereum dan Founder sekaligus CEO Consensys, Joseph Lubin mengatakan, peran penting blockchain dan desentralisasi dalam meningkatkan kepercayaan dan transparansi pengelolaan data tidak dapat diremehkan.
"Dengan 83 persen responden secara global menekankan pentingnya privasi data, survei ini juga menunjukan kekhawatiran terhadap misinformasi, isu yang mendesak di tengah situasi politik global dan adopsi AI yang semakin meluas," ungkapnya dalam siaran pers, Rabu (11/12/2024).
Menurutnya, 2024 adalah tahun yang monumental bagi kripto karena berbagai alasan. Pemilu presiden AS baru-baru ini, misalnya, dapat mengarah pada kejelasan regulasi lebih lanjut.
"Saat dunia merangkul potensi desentralisasi dan kripto, industri ini siap mendukung dan memberdayakan gelombang pengguna berikutnya melalui pendidikan dan inovasi sambil menyelesaikan beberapa tantangan paling kompleks di dunia,” pungkasnya.
Sebagai informasi, survei ini merupakan lanjutan dari survei tahun 2023, memperluas cakupan dengan melibatkan lebih dari 18.000 responden berusia 18-65 tahun dari 18 negara di Afrika, Amerika, Asia, dan Eropa.