Suara.com - Para peneliti telah mengidentifikasi spesies baru manusia purba yang dinamakan Homo juluensis, atau "kepala besar," berdasarkan penemuan fosil tengkorak berukuran besar di China.
Penemuan ini memberikan wawasan baru tentang variasi hominin pada zaman Pleistosen Tengah, yang berlangsung sekitar 300.000 hingga 50.000 tahun lalu.
Lalu apa itu Homo juluensis, bagaimana penemuan manusia purba ini membuka wawasan baru bagi para peneliri? Berikut ini penjelasannya, dirangkum Suara.com dari LiveScience.
Mengenal Homo Juluensis
Baca Juga: Kapan Manusia Mulai Mengenakan Pakaian?
Setelah evolusi nenek moyang Homo sapiens sekitar 300.000 tahun yang lalu, mereka mulai menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Eropa dan Asia.
Selama periode ini, banyak spesies manusia purba muncul, seperti Homo heidelbergensis di Eropa dan Homo longi di China. Namun, klasifikasi fosil-fosil ini sering menjadi bahan perdebatan di kalangan ilmuwan.
Para paleoantropolog terkadang mengelompokkan spesies-spesies ini ke dalam kategori luas seperti "Homo Pleistosen Tengah" atau "Homo sapiens purba," istilah yang oleh beberapa ahli disebut sebagai "kekacauan di Tengah."
Menurut Christopher Bae dari University of Hawai'i dan Xiujie Wu dari Chinese Academy of Sciences, penggunaan istilah umum seperti ini telah menghambat pemahaman evolusi manusia secara lebih rinci.
Temuan Fosil di Xujiayao
Baca Juga: Bagaimana Hiu Bertahan Hidup dari Asteroid yang Membunuh Dinosaurus?
Dalam penelitian yang diterbitkan pada Mei 2024 di jurnal PaleoAnthropology, Wu dan Bae mendeskripsikan fosil-fosil hominin dari Xujiayao, China Utara.
Fosil ini menunjukkan tengkorak yang sangat besar dan lebar, dengan ciri-ciri campuran: beberapa mirip Neanderthal, sementara yang lain lebih menyerupai manusia modern dan Denisova.
Peneliti menyebut fosil-fosil ini sebagai representasi bentuk baru hominin yang berotak besar, yang mereka sebut "Juluren." Juluren diyakini tersebar luas di Asia Timur selama Kuarter Akhir, memberikan petunjuk penting tentang bagaimana hominin berevolusi di wilayah tersebut.
Pentingnya Penamaan Spesies Baru
John Hawks, paleoantropolog dari University of Wisconsin–Madison, menjelaskan bahwa penamaan spesies baru seperti Homo juluensis membantu memperjelas komunikasi ilmiah.
“Nama adalah alat untuk memudahkan diskusi dan konsep dalam biologi evolusi,” tulisnya dalam sebuah blog.
Meski begitu, tidak semua peneliti sepakat. Chris Stringer dari Museum Sejarah Alam di London menyebutkan bahwa material Homo juluensis mungkin lebih cocok diklasifikasikan sebagai Homo longi.
“Ukuran tengkorak besar saja bukan karakteristik penentu yang cukup berguna,” ujarnya.
Implikasi Penemuan
Penemuan Homo juluensis memperkaya pemahaman tentang evolusi manusia, khususnya di Asia. Bae menyatakan bahwa penamaan spesies baru ini berkontribusi pada klarifikasi catatan fosil, sekaligus meningkatkan komunikasi ilmiah di bidang paleoantropologi.
Penemuan ini tidak hanya mempertegas keragaman spesies hominin, tetapi juga membuka peluang penelitian lebih lanjut tentang bagaimana Homo sapiens dan spesies lainnya berinteraksi dan beradaptasi selama Pleistosen Tengah.
Dengan semakin banyak temuan fosil di masa depan, teka-teki tentang asal-usul manusia modern mungkin akan terjawab lebih jelas.
Kontributor : Pasha Aiga Wilkins