Suara.com - Microsoft baru-baru ini merilis Digital Defense Report 2024, sebuah laporan tahunan yang memberikan perkembangan terbaru lanskap keamanan siber global.
Laporan tersebut menyoroti tiga perubahan signifikan dalam karakteristik ancaman dan serangan siber yang terjadi di berbagai negara.
Mulai dari yang berkaitan dengan ransomware, fraud, hingga identity and social engineering.
Microsoft juga menggarisbawahi sejumlah praktik keamanan siber yang perlu dilakukan, termasuk bagaimana memperkuat keamanan siber di era baru kecerdasan buatan (AI).
Baca Juga: Akankah Robot Gantikan Pekerjaan Manusia? Ini Prediksi Mengerikan Elon Musk tentang AI
Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia mengatakan, keamanan siber adalah sebuah team sport di mana semua orang, tidak hanya tim IT, mengambil peranan penting di dalamnya.
Sebagai bagian dari kerja sama tim ini, setiap individu perlu memiliki pemahaman dan menjalankan praktik keamanan siber yang mumpuni.
“Tidak lupa, implementasikan passkey, sebuah metode autentikasi dengan kunci digital pribadi yang dilindungi oleh data biometrik (seperti wajah dan sidik jari) atau pin, yang lebih aman daripada password,” ujarnya dalam keterangan resminya, Sabtu (2/11/2024).
Di tengah era transformasi AI, setiap individu dihadapkan dengan berbagai kemajuan yang menjanjikan, sekaligus tantangan yang menakutkan seperti penargetan canggih yang didukung AI.
Di sini, mengetahui tanda awal ancaman siber merupakan suatu keunggulan, dan kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku industri menjadi kunci pertahanan siber di era AI.
Baca Juga: Pengguna Wajib Coba! Ini 3 Fitur Utama HyperOS 2.0
Wawasan awal menemukan bahwa AI tengah membentuk kembali lanskap keamanan siber, membekali para cyber defender dengan berbagai alat yang ampuh untuk mendeteksi dan menangkal berbagai ancaman yang terus berkembang, dengan ketepatan yang semakin tinggi.
Di tengah keterbatasan jumlah tenaga kerja di bidang keamanan siber, AI dapat mengurangi beban kerja, mempercepat identifikasi dan penanganan sebuah breach—yang tanpa AI rata-rata memakan waktu 277 hari.
Sejumlah area utama pemanfaatan AI dalam operasional keamanan siber misalnya menyortir permintaan dan tiket menggunakan model bahasa besar (LLM) untuk memutuskan bagaimana merespons permintaan dan tiket berdasarkan cara penanganan sebelumnya.
Penggunaan LLM dalam skenario ini menghemat sekitar 20 jam per orang per minggu untuk salah satu tim respons internal Microsoft.
Selain itu juga memperkuat penilaian risiko, dalam memanfaatkan pengetahuan organisasi yang tidak terstruktur dan preseden historis untuk memperkaya faktor-faktor yang menentukan risiko.
Menggunakan LLM untuk mengolah data terkait insiden, pelanggaran, dan peristiwa sebelumnya untuk menemukan pembelajaran berharga yang membantu organisasi mendapatkan pandangan komprehensif tentang hal-hal yang sebelumnya pernah terjadi.