Suara.com - Meutya Hafid baru saja dilantik Presiden RI Prabowo Subianto sebagai Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi). Ia menggantikan posisi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi yang kini menjabat sebagai Menteri Koperasi.
Dilantiknya Meutya Hafid menjadi juga mengubah nama Kominfo menjadi Komdigi. Ia beralasan kalau pengubahan nomenklatur kementerian itu sesuai dengan visi Prabowo.
"Bapak Presiden juga akan menitikberatkan kepada digital, jadi nama Komunikasi dan Informatika berubah menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital. Singkatannya Komdigi," kata Meutya saat konferensi pers pertamanya di Kantor Kominfo, Senin (21/10/2024).
Dengan dilantiknya ke Kabinet Merah Putih Prabowo, Meutya Hafid juga menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) di Indonesia.
Berikut profil Meutya Hafid sebelum menjadi Menkomdigi.
Awal karier Meutya Hafid
Meutya mengawali kariernya sebagai jurnalis TV di Metro TV. Ia kerap meliput daerah konflik seperti Darurat Militer Aceh (2003), Tsunami Aceh dan perjanjian damai Aceh (2005), Pemilu Irak (2005), Kudeta Militer Thailand dan konflik Thailand Selatan (2006), serta liputan Palestina (2007).
Saat liputan Pemilu di Irak 2005, Meutya bersama Budiyanto (kameramen Metro TV kala itu, kini Pemimpin Redaksi Metro TV) disandera selama tujuh hari oleh Pasukan Mujahidin Irak. Peristiwa itu kemudian diabadikan dituliskan dalam bukunya yang berjudul “168 jam dalam Sandera”.
Dari kariernya itu, Meutya Hafid mendapatkan Elizabeth o'Neill Journalism Award (2007) dan sejumlah penghargaan lain di dunia jurnalistik.
Baca Juga: Dari Kominfo ke Komdigi: Warganet Kritik Masalah Fotocopy Dokumen hingga Judi Online
Ia turut dianugerahi Kartu Pers Nomor Satu atau Press Card Number One (PCNO), penghargaan kepada wartawan profesional dengan kompetensi dan integritas, sebagaimana dilansir dari laman Kominfo, Senin (22/10/2024).
Karier politik Meutya Hafid
Meutya pun bergabung dengan Partai Golkar di tahun 2008 dan sukses masuk ke Senayan pada 2010. Kala itu dia mengawali kiprah sebagai anggota DPR di Komisi XI bidang keuangan dan perbankan.
Sebagai anggota DPR RI, Meutya ikut dalam sejumlah gebrakan antara lain soal Merpati Air dan kasus Citibank.
Dia kemudian pindah ke Komisi I DPR yang mengurus bidang luar negeri, pertahanan, komunikasi dan informatika, serta intelijen, pada 2012.
Meutya sempat mengunjungi Gaza untuk memberikan bantuan secara langsung kepada rakyat Gaza, dan bertemu pimpinan Hamas dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Lalu di 2014, Meutya menjadi Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR. Ia kemudian menjadi Wakil Ketua Komisi 1 DPR.
Selama periode tersebut, politikus Golkar itu menginisiasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta program sertifikasi wartawan.
Lanjut di 2019, Meutya adalah perempuan pertama yang menjadi Ketua Komisi 1 DPR RI. Ia menyelesaikan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dan juga berperan pada perubahan UU ITE untuk perlindungan anak di ranah digital.
Selama memimpin sebagai Ketua Komisi I DPR RI pada 2019-2024, ia telah menghasilkan 13 Undang-Undang.
Terkait pendidikan, Meutya Hafid menyelesaikan S1 bidang Manufacturing Engineering dari Universitas New South Wales, Australia, dan S2 Ilmu Politik (cum laude) dari Universitas Indonesia.