Suara.com - Kondisi ekonomi digital Indonesia salah satu pendongkrak dari perekonomian secara keseluruhan, terutama dalam 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widdo (Jokowi).
Transformasi digital menawarkan potensi besar, jika dari sisi bisnis, mampu mengubah perekonomian dengan kecepatan dan skala yang tinggi.
Transformasi digital berpotensi meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, mempersingkat birokrasi, korupsi, penghindaran pajak, dan memfasilitasi interaksi warga negara dengan pemerintah mereka.
Bagi masyarakat, transformasi digital menjanjikan peningkatan penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, memfasilitasi inklusi dan komunikasi sosial, serta meningkatkan kesejahteraan.
Baca Juga: 10 Tahun Jokowi, Menkominfo Budi Arie: Optimis Indonesia Jadi Negara Maju
Terakhir, transformasi digital dapat berdampak positif pada keberlanjutan lingkungan melalui pengelolaan dan penanganan limbah yang lebih cerdas, pencegahan dan pengendalian polusi, serta pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan.
Dari dampak positif ini semua, digitalisasi bukan sekedar pilihan atau kemewahan tapi sebuah keharusan untuk tetap relevan dan kompetitif di era yang serba cepat.
"Pandemi Covd19 memberikan momentum perubahan pola pikir masyarakat untuk melakukan konversi digital di setiap lini kehidupan," tulis Kominfo.
Bukan hanya memaksa proses belajarmengajar secara online, tapi juga mendorong pelaku usaha kecil berjualan via dunia maya.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, jumlah transaksi digital selama PSBB bulan April 2020 mencapai 64,48 persen, dan volume transaksi digital juga tumbuh sebesar 37,35 persen secara years on years (YoY).
Baca Juga: 10 Tahun Jokowi, Kecepatan Internet Indonesia Naik 10 Kali Lipat
Masyarakat telah beralih ke platform digital yang memungkinkan mereka untuk tetap dapat beraktivitas dan bersosialisasi di tengah pandemi.
Dengan meletakkan fondasi transformasi digital, kualitas layanan publik meningkat pesat serta menghasilkan keandalan baru di tiap wilayah.
Pembangunan infrastruktur digital menjadi modal awal untuk memberikan akses internet kepada semua orang sehingga tidak ada lagi blank spot terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar.
Potensi peningkatan ekonomi digital pun diprediksi semakin tinggi oleh Presiden Jokowi.
"Ekonomi digital akan tumbuh empat kali lipat di tahun 2030, mencapai 210-360 billion Dolar AS atau kalau dirupiahkan bisa di angka Rp5.800 triliun,” kata Presiden Jokowi dalam situs Setkab.
Presiden juga mengatakan bahwa pembayaran digital akan tumbuh 2,5 kali lipat di tahun 2030 mencapai 760 billion dolar AS atau setara Rp12.300 triliun.
Menurutnya, pertumbuhan tersebut bisa dicapai karena Indonesia didukung oleh puncak bonus demografi di tahun 2030, yaitu 68 persen berusia produktif, termasuk di dalamnya Gen Y, Gen Z, Gen A.
Selain itu, sambungnya, saat ini jumlah ponsel aktif di Indonesia mencapai 354 juta ponsel, yang melebihi jumlah penduduk saat ini yang mencapai 280 juta.
“Artinya, satu orang bisa memiliki ponsel lebih dari satu. Dengan jumlah pengguna internet yang sudah mencapai 185 juta, juga jumlah yang sangat besar sekali. Potensinya besar sekali,” ujarnya.
Oleh karena itu, Kepala negara menekankan bahwa transformasi digital khususnya di bidang ekonomi dan bidang keuangan menjadi sangat penting.
Potensi besar ini semakin didorong dengan pesatnya perkembangan teknologi, termasuk penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam berbagai sektor, mulai dari administrasi, jasa, hingga hiburan/entertainment.
Lebih lanjut, dengan jumlah UMKM sebanyak 64 juta, Presiden Jokowi menyoroti peluang besar bagi UMKM Indonesia untuk beradaptasi dengan transformasi digital ini.
“Digitalisasi UMKM ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital dan pembayaran digital kita,” ungkap Presiden.
Presiden menegaskan jika transformasi digital pada UMKM harus inklusif dan berkeadilan, sehingga masyarakat di pinggiran, masyarakat ekonomi lapisan bawah, ekonomi mikro, hingga UMKM bisa mendapatkan akses, kesempatan, dan perlindungan yang sama.
Presiden pun menginstruksikan OJK dan BI untuk meningkatkan perlindungan masyarakat di sektor ekonomi digital.
Menurutnya, literasi keuangan kita masih rendah, seingat saya kurang lebih 50 persen masyarakat masih rentan mengalami risiko penipuan dan kejahatan digital. Oleh sebab itu, siapkan sistem perlindungan konsumen.
"Pastikan keamanan data konsumen. Jangan sampai rakyat kecil malah menjadi pihak yang dirugikan,” pungkasnya.